Polhukam Bantah Ada Pembongkaran Rumah Geudong Jelang Kunjungan Jokowi

Jakarta, IDN Times - Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan membantah adanya pembongkaran sisa bangunan Rumah Geudong di Kabupaten Pidie, Aceh, jelang kedatangan Presiden Joko "Jokowi" Widodo pekan depan. Deputi V Kemenko Polhukam Irjen (Pol) Rudolf Alberth Rodja mengatakan, narasi tersebut keliru.
"Kami sudah melihat langsung di saat awal kami datang. (Yang tersisa) itu hanya berupa tangga dan dua bidang tembok. Tingginya kurang lebih 1,60 meter dan ditumbuhi oleh hutan belukar dan pohon-pohon kelapa yang ada di sana," ungkap Rudolf ketika memberikan keterangan pers langsung dari Aceh, pada Jumat (23/6/2023).
"Jadi, sekali lagi narasi bahwa kami membongkar bangunan tersebut adalah tidak benar," kata dia.
Rumah Geudong menjadi saksi bisu kekejaman oknum TNI selama pemberlakuan daerah operasi militer (DOM) di Aceh pada periode 1990-1998. Rumah Geudong jadi tempat penyekapan dan penyiksaan. Sebagian warga yang dibawa ke sana dipastikan bakal dieksekusi mati.
"Di Rumah Geudong dulu memang terjadi pelanggaran HAM berat bagi warga Aceh pada tahun 1989. Namun pada 1998, bangunan itu dibongkar sendiri oleh masyarakat yang berada di situ," ujarnya.
Tujuannya, kata Rudolf, agar tidak lagi mengenang peristiwa memilukan yang membuat warga trauma.
1. Kini tersisa tembok-tembok di Rumah Geudong

Saat ini, hanya tersisa tembok-tembok dari bangunan Rumah Geudong tersebut.
"Ada juga rangka yang tersisa meski itu rumah panggung. Namun, karena tangganya terbuat dari semen, jadi tidak rusak," kata dia.
Ia juga menyebut masih ada satu sumur yang masih terisi air. Panitia, kata Rudolf, tidak menutup sumur tersebut.
"Sumur itu tetap masih ada. Dulu ketika rumah itu belum dibongkar, masih ada satu sumur dan masih ada airnya. Kemudian di luar pun, ada sumur. Mungkin itu untuk di halaman dan itu masih utuh," ujarnya.
Ia menjelaskan, panitia yang menggelar kick off pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat akan menjadikan tangga Rumah Geudong sebagai bukti pernah terjadi peristiwa kemanusiaan di sana.
"Kami semua bertekad untuk mengakhirinya," tutur dia.
2. Bukti kepada dunia internasional soal penghormatan HAM

Lebih lanjut, Rudolf mengatakan dalam seremoni kick off , akan dibuat panggung yang bersebelahan dengan tangga sisa dari Rumah Geudong.
"Ini sudah didesain oleh panitia sehingga, tangga ini menjadi simbol. Harapannya akan terus bergerak naik meningkat ke level pemahaman dan penghormatan terhadap nilai serta prinsip HAM," ujarnya.
Acara kick off itu, tutur dia, akan jadi bukti nyata ke dunia internasional bahwa Indonesia adalah bangsa yang menghargai HAM. Itu sebabnya sejumlah duta besar negara asing bakal ikut diundang dalam acara kick off pada 27 Juni 2023 di Kabupaten Pidie.
3. Amnesty International Indonesia sesalkan pembongkaran sisa bangunan Rumah Geudong

Salah satu pihak yang menyebut telah terjadi pembongkaran sisa bangunan Rumah Geudong adalah Amnesty International Indonesia (AII). Direktur eksekutif AII, Usman Hamid menyesali langkah pemerintah meratakan bangunan yang menjadi lokasi pelanggaran HAM berat di Pidie tersebut.
"Kami menyesalkan tindakan penghancuran sisa bangunan Rumah Geudong. Bangunan itu merupakan sebuah situs sejarah penting sekaligus bukti pernah adanya kejahatan sangat serius di Kabupaten Pidie, Aceh," ungkap Usman dalam keterangan tertulis, Jumat (23/6/2023).
"Penghancuran bangunan penting ini menimbulkan pertanyaan terkait keseriusan negara dalam upaya menuliskan ulang sejarah Indonesia dan upaya lain berupa memorialisasi pelanggaran HAM berat di Aceh," katanya lagi.
Peristiwa Rumah Geudong itu menjadi salah satu dari 12 pelanggaran HAM berat yang diakui negara melalui Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada Januari 2023.
"Pembongkaran yang terjadi menjelang kunjungan Presiden Joko Widodo ke Aceh pada 27 Juni mendatang menimbulkan pertanyaan serius terhadap komitmen negara dalam menangani pelanggaran HAM," kata Usman.