Polri Diminta Profesional dalam Proses Hukum Kasus Kerangkeng Manusia

Jakarta, IDN Times - Tim Advokasi Penegakan Hak Asasi Manusia (TAP-HAM) mendesak Bareskrim Polri profesional dalam melakukan proses hukum kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin. Hal ini disampaikan karena ada sejumlah kejanggalan yang ditemukan pihak Kontras Sumatra Utara terkait kasus ini.
"Kami mendesak Mabes Polri untuk profesional, serius dan kalau bisa mereka berkolaborasi dan turun langsung ke lapangan melakukan pengawasan dalam proses penyelidikan di Polda Sumatra Utara, demi menangani secara serius kasus kerangkeng," ujar perwakilan TAP-HAM dari KontraS Sumatra Utara, Rahmat Muhammad dalam konferensi pers virtual, Minggu (3/4/2022).
Kejanggalan tersebut di antaranya menyoal para tersangka yang tidak ditahan, serta adanya dugaan keterlibatan anggota Polri aktif dalam proses penjemputan korban kerangkeng manusia tersebut. Meski demikian, laporan KontraS Sumatra Utara mengenai kasus tersebut telah ditolak Bareskrim Polri.
1. Tak ada tersangka yang ditahan dinilai aneh

Rahmat merasa aneh karena polisi tak menahan satupun tersangka terkait kasus kerangkeng manusia. Padahal, kata dia, para tersangka itu bisa saja menghilangkan barang bukti.
"Kami menilai tidak ada penahanan itu sebuah keanehan," katanya.
Tak hanya itu, tim KontraS menemukan ada anggota aktif Polri yang diduga terlibat dalam kasus ini. Dia kemudian membeberkan peran anggota Polri itu.
"Kami menemukan ada beberapa anggota Polri aktif yang terlibat dalam proses penjemputan anak-anak yang dulunya di luar kerangkeng, dijemput masuk ke dalam kerangkeng," ucapnya.
2. Delapan tersangka kerangkeng di rumah Bupati Terbit tak ditahan polisi

Sebelumnya, Kasus kerangkeng manusia di rumah pribadi Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Peranginangin masih terus bergulir. Delapan orang tersangka sudah diperiksa, masing-masing berinisial HS, IS, TS, RG, JS, DP, SP dan HG. DP sendiri merupakan anak kandung dari Terbit Rencana.
"Jadi ada delapan tersangka kita ambil keterangan tadi malam. Mereka antara lain ada sebagai "kalapas" dan mengawasi kerangkeng yang ada di sekitar rumah bupati nonaktif. Kemudian anak dari Bupati nonaktif," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumut Komisaris Besar Tatan Dirsan Atmaja, Sabtu (26/3/2022).
3. Polisi menyebut tersangka tidak ditahan karena dinilai kooperatif

Meski sudah ditetapkan menjadi tersangka kasus yang menghebohkan publik, delapan tersangka itu tidak ditahan. Polisi berdalih, mereka semua kooperatif selama menjalani pemeriksaan.
"Penyidik mempertimbangkan untuk tidak dilakukan penahanan alasannya saat pemanggilan kedelapan tersangka untuk kita lakukan interogasi awal mereka koperatif. Lalu mereka hadir saat pemeriksaan. Jadi mereka hanya dikenakan wajib lapor seminggu sekali ke Polda," ujar Tatan.