Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Potret Kasus Eksploitasi Seksual pada Anak Melalui Internet, Jangan Abai!

Tangkapan layar postingan dugaan kekerasan seksual di Fakultas Kedokteran Unand. (IDN Times/Andri NH)

Jakarta, IDN Times - Dalam kurun waktu tiga tahun, sejak 2021-2023, ECPAT Indonesia memotret situasi kasus-kasus eksploitasi seksual anak.

Koordinator advokasi dan layanan hukum ECPAT Indonesia, Rio Hendra menjelaskan dalam satu tahun pada tahun ini juga ada kasus anak usia tujuh tahun melakukan perekaman adegan pornografi yang diperankan oleh dirinya, dan kemudian disebarkan.

"Dari hasil asesmen dan survei yang dilakukan dari tahun 2020 sampai 2022 dan di 2023 juga menemukan adanya peningkatan kasus-kasus eksploitasi seksual anak di ranah daring. Jadi bukan hanya di global tingkatannya, eksploitasi seksual anak ini meningkat ternyata di dalam negeri pun eksploitasi seksual anak di ranah daring juga mengalami peningkatan," kata Rio dalam agenda Media Briefing Catatan Akhir Tahun 2023-Keberlanjutan dalam Menghapus Eksploitasi Seksual Anak, Jumat (29/12/2023).

1. Pengguna internet usia 12-17 tahun di Indonesia menjadi sasaran eksploitasi seksual

Ilustrasi anak-anak dan remaja Indonesia (IDN Times/Istimewa)

Sementara pada 2023 ini menurut data yang dikeluarkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) hingga agustus 2023, ada 2.335 kasus kekerasan anak di Indonesia dengan jumlah kekerasan dan eksploitasi seksual anak sebanyak 487 kasus

Laporan Disrupting Harm juga menyatakan dalam satu tahun terakhir, setidaknya 2 persen dari anak-anak pengguna internet usia 12-17 tahun di Indonesia menjadi sasaran eksploitasi seksual dan pelecehan secara daring. 

2. Terjadi di platform media sosial

Koordinator advokasi dan layanan hukum ECPAT Indonesia, Rio Hendra dalam agenda Media Briefing Catatan Akhir Tahun 2023-Keberlanjutan dalam Menghapus Eksploitasi Seksual Anak, Jumat (29/12/2023). (IDN Times/Lia Hutasoit)
Koordinator advokasi dan layanan hukum ECPAT Indonesia, Rio Hendra dalam agenda Media Briefing Catatan Akhir Tahun 2023-Keberlanjutan dalam Menghapus Eksploitasi Seksual Anak, Jumat (29/12/2023). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Rio mengatakan eksploitasi seksual anak utamanya terjadi di platform media sosial. Platform tersebut menjadi alat untuk menarik atau mencari anak-anak yang menjadi sasaran eksploitasi seksual oleh para pelaku.

“Ternyata kasus-kasus eksploitasi seksual ini banyak dilakukan di platform-platform seperti WhatsApp, Facebook, dan Facebook Messenger. Ada twitter ada instagram, lalu ada aplikasi-aplikasi kencan-pertemanan, seperti WeChat, Tinder atau Bumble nah itu banyak sekali dari aplikasi-aplikasi itu jadi sarana untuk menjaring atau mencari anak yang akan dieksploitasi seksual oleh pelaku-pelaku itu,” kata dia.

3. Anak enggan melaporkan kekerasan seksual yang dialami secara daring

ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Mardya Sakti)

Di dalam laporan Disrupting Harm juga terungkap bahwa ada 56 persen anak yang jadi korban tidak pernah menceritakan insiden yang dialami kepada siapa pun.

“Ini bahaya juga jadi anak-anak ini lebih memilih diam dan tidak melaporkan kasus pelecehan seksual daring yang mereka alami,” kata Rio.

Menurut korban, rendahnya pelaporan disebabkan oleh ketidaktahuan mengenai siapa yang dapat dihubungi atau diajak bicara, rasa bersalah, kekhawatiran tidak akan dimengerti, kekhawatiran akan mendapat masalah, rasa malu, dan kekhawatiran akan menimbulkan masalah bagi keluarga.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us