Puan soal RUU TNI: Tunggu Hasil Rapat Bareng Menhan Hari Ini

- RUU TNI memunculkan kekhawatiran publik terkait penempatan prajurit TNI aktif di wilayah sipil yang dapat menghidupkan dwifungsi ABRI.
- Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyatakan Komisi I akan membahas RUU TNI bersama Menhan Sjafrie Sjamsoeddin dan menerima masukan dari publik.
- Peneliti senior Imparsial Al Araf menyoroti penempatan prajurit TNI aktif di jabatan sipil dinilai melanggar UU TNI dan dapat melemahkan profesionalisme mereka.
Jakarta, IDN Times - Revisi Undang-Undang TNI (RUU TNI) memunculkan kekhawatiran publik. Salah satu poin krusial adalah penempatan prajurit TNI aktif di wilayah sipil, sehingga dikhawatikan akan menghidupkan dwifungsi ABRI.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, mengatakan Komisi I akan menggelar rapat bersama Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin untuk membahas sejumlah hal terkait RUU TNI.
"Bahwa Panglima tentu saja itu sesuai dengan UU TNI yang sekarang, jadi nanti kita lihat bagaimana, apakah itu akan dilaksanakan, apakah yang itu akan direvisi dan lain sebagainya," kata Puan, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (11/3/2025).
1. DPR terbuka menerima masukan publik soal RUU TNI

Puan mengatakan, DPR terbuka untuk menerima masukan dari publik terkait RUU TNI. Menurut dia, apapun yang diputuskan dalam RUU TNI merupakan yang terbaik bagi bangsa dan negara.
"DPR membuka diri untuk menerima masukan dari elemen masyarakat dalam hal pembahasan RUU TNI ini. Bagi kami yang akan diputuskan nanti adalah insyaallah adalah yang terbaik buat bangsa dan negara," kata politikus PDIP itu.
2. Sebanyak 2.500 prajurit TNI aktif menduduki jabatan sipil

Sebelumnya, peneliti senior Imparsial Al Araf, mengungkapkan berdasarkan data Lemhanas pada 2023, setidaknya ada 2.500 prajurit TNI aktif menduduki jabatan sipil. Ia pun menyoroti penempatan Sekretaris Kabinet (Seskab) Mayor Teddy Indra Wijaya yang baru saja naik pangkat menjadi Letnan Kolonel. Menurut dia, penempatan Mayor Teddy sudah sangat jelas negara menabrak UU TNI.
"Data Babinkum TNI menyebutkan ini ketika saya di Lemhanas 2023 ada 2.500 prajurit duduk di jabatan sipil. Ini tolong crosscheck kembali, karena saya pakai data waktu saya presentasi pada masa tersebut," kata dia.
Al Araf menegaskan, fenomena ini jelas menabrak UU TNI. Di sisi lain, dia mengingatkan, UU TNI membatasi jumlah kementerian/lembaga yang dapat diisi jabatan sipil yakni hanya 10 kementerian/lembaga yang terkait pertahanan.
"Apa implikasinya, ada pelanggaran terhadap UU TNI. Karena di dalam Pasal 47 hanya terbatas untuk a, b, c, dan d," kata dia.
3. Jangan normalisasi TNI di wilayah sipil

Al Araf mengingatkan agar jangan menormalisasi militer dalam kehidupan sipil, khususnya di negara demokrasi, karena mengarah ke otoritarianisme.
"Jangan lakukan normalisasi militer di dalam kehidupan sipil di negara demokrasi, karena kalau itu kita akan mengarah ke sekuritisasi dan sekuritisasi mengarah ke otoritarianisme," kata dia.
Al Araf menegaskan, bila militer aktif dibutuhkan dalam jabatan sipil, maka mereka harus pensiun dini. Dia mengatakan, keberadaan militer aktif dan polisi aktif mengganggu birokrasi dan merit sistem.
Selain melanggar UU TNI, kata dia, penempatan prajurit aktif juga akan melemahkan profesionalisme mereka. Dia mengingatkan, negara jangan kembali menarik dan menggoda militer ke dalam jabatan sipil, karena akan merusak tata kelola kenegaraan di Indonesia.
"Jika dan kalau ingin masuk, pensiun dini supaya tidak ada loyalitas ganda. Kalau masih aktif, loyalitas mereka ke mana? Ke Pak Menteri? Apa ke Panglima atau Kapolri-nya? Saya pastikan ke Panglima dan Kapolri-nya bukan ke menterinya. Ini menimbulkan dualisme loyalitas," kata dia.