Purnawirawan TNI Harus Usul Pemakzulan Wapres Lewat DPR Bukan Presiden

- Pakar hukum tata negara menyarankan purnawirawan TNI usulkan pemakzulan wakil presiden ke DPR.
- DPR harus adakan sidang paripurna minimal 2/3 anggota untuk setujui impeachmen wapres.
- Proses pemakzulan wapres juga melalui Mahkamah Konstitusi dan MPR sebagai penentu akhir pemberhentian.
Jakarta, IDN Times - Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari mengatakan purnawirawan jenderal TNI seharusnya juga mengusulkan pemberhentian wakil presiden berkuasa ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebab, berdasarkan ketentuan di dalam UUD 1945, presiden dan wakil presiden dapat diberhentikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul DPR.
"Jadi, purnawirawan TNI mestinya tidak hanya menyampaikan ke presiden saja, tetapi juga menyampaikan tuntutan itu (pemakzulan Gibran) ke DPR agar DPR menindak lanjuti dalam bentuk usulan DPR," ujar Feri seperti dikutip dari akun YouTubenya pada Senin (28/4/2025).
DPR kemudian harus menyampaikan usulan pemberhentian wakil presiden yang sedang berkuasa itu dalam forum sidang paripurna. Minimal 2/3 dari total anggota DPR yang sedang menjabat.
"2/3 anggota DPR itu harus menyatakan setuju dengan ide impeachment wakil presiden," tutur dia.
Artinya, dari 580 anggota DPR periode 2024-2029, sidang paripurna itu minimal dihadiri oleh 386 individu. Di sisi lain, mayoritas anggota parlemen merupakan koalisi dari kubu pemerintah. Sehingga, sulit untuk mewujudkan usulan memberhentikan wakil presiden berkuasa.
1. Wakil presiden harus melalui persidangan di Mahkamah Konstitusi

Lebih lanjut, Feri menyebut proses untuk memakzulkan wapres berkuasa juga harus melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Usai rapat paripurna di DPR yang dihadiri 2/3 anggotanya dan menuntut pemakzulan, maka wapres akan menjalani persidangan di MK.
"Di Mahkamah Konstitusi (MK), tentu akan ada sidang berupa pembuktian apakah telah terjadi pelanggaran hukum atau tidak, atau syarat untuk menjadi wakil presiden sudah terpenuhi," ujar Feri.
Pria yang juga ikut terlibat dalam film dokumenter 'Dirty Vote' itu juga mengingatkan hingga saat ini Anwar Usman masih ada di MK. Meskipun, ia sudah tidak lagi menduduki posisi Ketua MK.
Berdasarkan pasal 7A UUD 1945, presiden atau wakil presiden dapat dimakzulkan bila melakukan sederet pelanggaran seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, atau tindak pidana berat lainnya. Atau individu tersebut tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden atau wapres.
Seandainya wakil presiden terpilih terbukti melakukan pelanggaran tercela di MK atau dianggap tidak memenuhi persyaratan sejak awal untuk menjadi wapres, maka hasil sidang MK itu dibawa kembali ke parlemen. DPR akan membawa hasil sidang MK itu ke MPR.
"MPR itu lah yang menentukan ujung akhir pemberhentian itu. Kenapa panjang dan bertele-tele proses pemberhentiannya? Karena negara kita menganut sistem presidensial, tidak mudah untuk memberhentikan (presideden dan wakil presiden). Tetapi, bukan berarti tidak bisa," katanya.
2. Pemberhentian presiden atau wakil presiden saja tetap dimungkinkan

Meski begitu, Feri mengatakan pemberhentian presiden, wakil presiden saja atau sepasang pemimpin itu tetap dimungkinkan. Kuncinya ada di usulan DPR yang akan membawanya ke sidang paripurna.
"Kemudian, apakah DPR mau menindak lanjuti sidang pembuktian di Mahkamah Konstitusi," kata Feri.
Ia pun mengakui meski proses terpilihnya Gibran sebagai wapres melibatkan cawe-cawe MK, bukan berarti pemberhentiannya juga harus mengambil jalan pintas.
"Bagi saya meski seseorang salah, tentu pedomannya tetap harus hukum. Jadi, kalau mau mengusulkan wapres diberhentikan pada masa jabatannya harus atas usul DPR," tutur dia.
3. Tuntutan ratusan purnawirawan jenderal TNI diklaim sudah terukur

Sementara, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Jenderal (Purn) AM Hendropriyono mengatakan pernyataan yang disampaikan ratusan pensiunan tentara yang meminta Gibran Rakabuming Raka dicopot sebagai wakil presiden telah terukur. Adapun para pensiunan tentara itu tergabung dalam Forum Purnawirawan TNI.
"Tidak akan keluar dalam bidang ideologi, Pancasila, UUD 1945," ujar Hendropriyono di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat pada 26 April 2025 lalu.
Selain itu, Hendropriyono menyebut tuntutan para purnawirawan TNI itu sebagai aspirasi. Dia mengatakan, di negara demokrasi penyampaian aspirasi sah-sah saja.
"Tapi yang penting, kalau harapan saya, selalu kita menjaga stabilitas nasional," katanya.
Berikut isi dokumen Pernyataan Sikap Purnawirawan Prajurit TNI tersebut:
Kembali ke UUD 1945 asli sebagai Tata Hukum Politik dan Tata Tertib Pemerintahan.
- Mendukung program Kerja Kabinet Merah Putih yang dikenal sebagai Asta Cita, kecuali untuk kelanjutan pembangunan IKN.
- Menghentikan PSN PIK 2, PSN Rempang dan kasus-kasus yang serupa dikarenakan sangat merugikan dan menindas masyarakat serta berdampak pada kerusakan lingkungan.
- Menghentikan tenaga kerja asing Cina yang masuk ke wilayah NKRI dan mengembalikan tenaga kerja Cina ke Negara asalnya.
- Pemerintah wajib melakukan penertiban pengelolaan pertambangan yang tidak sesuai dengan aturan dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 2 dan Ayat 3.
- Melakukan reshuffle kepada para menteri, yang sangat diduga telah melakukan kejahatan korupsi dan mengambil tindakan tegas kepada para Pejabat dan Aparat Negara yang masih terikat dengan kepentingan mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
- Mengembalikan Polri pada fungsi Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) di bawah Kemendagri.
- Mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.