Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Profil Yasonna Laoly, Menkumham yang Kena Reshuffle Kabinet Jokowi

Menteri Hukum dan HAM (menkumham) Yasonna H. Laoly dalam agenda Konferensi Hukum Nasional (Dok. Humas Kemenkumham)

Jakarta, IDN Times - Nama Yasonna Laoly menjadi salah satu yang disebut saat kabar tentang reshuffle kabinet di akhir kepemimpinan Presiden Joko 'Jokowi' Widodo berembus kencang. Hingga pada Minggu (18/8/2024) malam, Menteri Hukum dan HAM itu mengkonfirmasi bahwa benar dirinya menjadi salah satu menteri yang akan dicopot Jokowi.

"Confirm. Tadi bertemu Presiden," ujar Yasonna kepada IDN Times.

Kursi politikus PDIP itu disebut akan digantikan oleh politikus Gerindra. Nama yang santer adalah Supratman Andi Agtas.

Yasonna sesungguh sudah memberikan 'kode' saat awak media bertanya apakah dirinya benar akan diganti atau tidak dalam acara Peluncuran Desain Baru Paspor Republik Indonesia di Jakarta Pusat, pada Sabtu (17/8/2024).

Saat itu ia menjawab, “Isu reshuffle adalah kewenangan sepenuhnya Presiden Indonesia. Am I ready or not? I am more than ready (apa aku siap atau tidak? Aku sudah sangat siap).”

“Kita tunggu besok lusa (Senin, 19 Agustus 2024),” ucapnya.

Berikut profil Yasonna Laoly.

1. Yasonna lahir dari ayah yang dulunya personel Polri lalu beralih jadi anggota DPRD

Ditjen Imigrasi launching desain baru paspor Indonesia. Menkumham Yasonna Laoly memperlihatkan desain baru paspor RI (Youtube/Ditjen Imigrasi)

Yasonna lahir pada 27 Mei 1953 di Sorkam, Tapanuli Tengah, Sumatra Utara. Mengutip situs resmi Yasonna, ia dilahirkan sebagai putra sulung dari enam bersaudara. 

Ayah Yasonna merupakan seorang personel polisi dengan pangkat terakhir mayor. Sang ayah lalu banting setir menjadi anggota DPRD Kota Sibolga dan anggota DPRD Tapanuli Tengah dari fraksi ABRI. 

"Di Sibolga, awalnya kami tinggal di sebuah rumah kontrakan. Tetapi, kemudian sekitar tahun 1960-an kami diperkenankan untuk tinggal di asrama Polisi Sambas Sibolga. Tak lama kemudian, orang tua akhirnya mampu membangun rumah sendiri," kata Yasonna di situs pribadinya itu. 

Sebelum akhirnya memutuskan menjadi pejabat publik, sang ayah sempat menyarankan agar Yasonna muda menjadi pendeta. Alasannya, pendeta memiliki kesempatan untuk belajar hingga ke negara orang. Tetapi, keinginan sang ayah tak bisa dipenuhi lantaran Yasonna muda ingin menempuh studi hukum di Universitas Sumatera Utara (USU). 

Usai lulus dari USU dengan prestasi akademik yang baik, ia coba melamar menjadi pengajar di sana. Sayangnya, ia tidak diterima. Yasonna akhirnya memilih menjalani profesi sebagai pengacara independen. 

2. Yasonna terjun jadi anggota DPR sejak tahun 2004 melalui PDI Perjuangan

IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Usai sempat berkarier sebagai pengacara independen, Yasonna akhirnya terjun ke dunia politik pada tahun 1999. Ia sempat dipercaya menjadi Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan wilayah Sumut pada periode 2000 - 2008. 

Di saat yang hampir bersamaan, Yasonna terpilih menjadi anggota DPRD Sumut dari fraksi PDI Perjuangan pada periode 1999 - 2004. Kemudian, ia naik kelas dengan menjadi anggota DPR mewakili daerah pemilihan I di Sumut pada periode 2004 - 2009, lalu 2009 - 2014. Sesungguhnya, Yasonna kembali terpilih menjadi anggota DPR untuk periode 2019 - 2024, naun Jokowi kembali mempercayainya sebagai Menkum HAM. 

Ketika menjadi Menkum HAM periode pertama, Yasonna banyak membuat kontroversi di penghujung masa jabatannya. Ia mewakili pemerintah untuk membahas revisi UU KPK secara kilat. Bahkan, komisi antirasuah tidak ikut dilibatkan dalam proses revisi UU tersebut. 

Yasonna bahkan sempat berbohong dengan mengatakan sudah mendiskusikan mengenai revisi UU tersebut dengan pihak komisi antirasuah. Pernyataan itu jelas dibantah oleh Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif. 

"Terakhir, karena merasa putus asa, akhirnya kami menghadap ke Pak Yasonna (Menkum HAM) dengan Pak Agus Rahardjo (Ketua KPK), Pahala Nainggolan (Deputi Pencegahan) dan staf biro hukum. Saya akhirnya WA Beliau, apakah kita bisa bertemu in confidence (secara rahasia) dengan Pak Agus? Dia bilang: 'oke, datang jam 14:30 WIB," tutur Syarif menceritakan kembali kronologi awal pertemuannya dengan Yasonna di program Mata Najwa yang tayang di stasiun Trans 7

Pernyataan Syarif itu sekaligus membantah kalimat Yasonna yang menyebut KPK tak pernah bertemu dengan Menkum HAM untuk membahas revisi UU KPK. Pimpinan KPK sengaja datang agar bisa membaca dokumen terbaru mengenai UU komisi antirasuah, sehingga dapat memberikan komentar yang tepat. 

Sayangnya, Yasonna mengatakan tidak perlu lagi ada diskusi, lantaran pembahasannya merupakan kelanjutan dari beberapa tahun sebelumnya. Syarif tak menyerah, kemudian ia meminta dokumen berupa Daftar Inventaris Masalah (DIM) ke Yasonna. 

"Supaya kami bisa masukan usulan KPK ke DPR atau pemerintah. Yasonna mengatakan tidak ada. Nanti saja, ketika di sesi panja akan diundang di DPR," kata dia mengulangi kembali pernyataan Yasonna ketika itu. 

Namun, janji Yasonna itu tak pernah ditepati. KPK tak pernah diundang dalam pembahasan revisi UU di DPR. 

3. Nama Yasonna ikut disebut dalam kasus mega korupsi KTP Elektronik

foto hanya ilustrasi (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Dalam perjalanan kariernya sebagai anggota DPR, nama Yasonna rupanya ikut disebut dalam kasus mega korupsi KTP Elektronik. Dalam dakwaan yang disusun oleh jaksa KPK terhadap dua PNS Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto pada 2017 lalu, Yasonna disebut ikut menikmati aliran dana senilai U84 ribu dolar AS. 

Dakwaan yang menyeret namanya itu jelas dibantah oleh Yasonna ketika itu. Melalui keterangan tertulis, ia menuding jaksa KPK telah mencatut namanya. 

"Saya kaget mendengar nama saya dicatut dan dituduh menerima dana bancakan (proyek) e-KTP. Saya tidak pernah menerima dana tersebut dan tidak pernah berhubungan dengan para terdakwa dalam proyek e-KTP," kata dia dua tahun lalu.

Rasuah dalam proyek pembuatan KTP Elektronik disebut mega korupsi, karena total kerugian keuangan negara mencapai Rp2,3 triliun. Hal itu lantaran anggaran dari APBN sebesar Rp5,9 triliun malah sempat dibagi-bagikan ke anggota parlemen.

Kendati sempat membantah ikut menikmati aliran duit itu, namun Yasonna memenuhi panggilan penyidik komisi antirasuah pada Juni 2019 lalu sebagai saksi. Kepada media, ia mengaku diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Markus Nari. Sebab, ketika proyek itu bergulir, baik Yasonna dan Markus sama-sama duduk di komisi II. Walaupun mereka berdua berasal dari partai yang berbeda.

"(Saya hadir) diperiksa sebagai saksi untuk Markus Nari. Itu saja. Kan sama-sama anggota komisi II. Keterangan yang saya berikan sama seperti sebelum-sebelumnya. Saya kan warga negara yang baik, makanya kita datangi KPK," tutur dia ketika itu.  

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Dwifantya Aquina
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us