Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Surpres RUU Perampasan Aset Sudah Masuk DPR, Kenapa Belum Dibahas?

Ketua DPR, Puan Maharani ketika memimpin rapat pada Selasa, 20 Juni 2023. (Dokumentasi DPR)

Jakarta, IDN Times - Memasuki sidang paripurna ke-5 tahun 2023 DPR, nasib Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU Perampasan Aset) semakin tidak jelas. Padahal, Presiden Joko "Jokowi" Widodo telah melayangkan surpres RUU Perampasan Aset ke parlemen sejak 4 Mei 2023.

Surpres tersebut merespons desakan dari sejumlah anggota parlemen yang menepis mereka jadi penyebab mandeknya RUU tersebut. Ketua DPR Puan Maharani menyadari pembahasan RUU Perampasan Aset penting, tetapi ia mengingatkan pembahasan undang-undang tidak bisa dilakukan secara terburu-buru, agar hasilnya maksimal. 

"Kami menyadari hal tersebut sangat urgent. Kami pun juga berpendapat hal itu segera diselesaikan. Masukan dan tanggapan dari masyarakat, kemudian hal-hal lain yang harus kami cermati itu juga menjadi sangat penting," ungkap Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/6/2023). 

"Jadi, jangan pembahasan mengenai RUU tertentu dilakukan terburu-buru karena tidak sabar. Tentu nanti hasilnya menjadi tidak maksimal," ujarnya. 

1. Pembahasan RUU Perampasan Aset mandek karena proses politik di antara fraksi parpol belum selesai

Lodewijk Freidrich Paulus (IDN Times/Aldzah Fatimah Aditya)

Secara terpisah, Wakil Ketua DPR, Lodewijk F Paulus, menyebutkan soal penyebab mandeknya pembahasan RUU Perampasan Aset. Menurut dia hal itu karena ada proses politik yang belum selesai di antara fraksi. Sekadar informasi, fraksi-fraksi baru bisa bergerak dan membahas undang-undang bila ada instruksi dari masing-masing ketua umum partai politik. 

“Itu kan ada proses secara politik di antar fraksi. Itu kan masih berjalan, gitu lho. Sehingga mereka setelah buka (membahas), baru sampai ke kami-kami pimpinan itu,” kata Lodewijk di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat. 

2. Menko Mahfud akui ada usulan agar RUU Perampasan Aset tidak berlaku surut

Menko Polhukam, Mahfud MD (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Sementara, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengakui ada usulan agar RUU Perampasan Aset tak bisa berlaku surut atau mundur. Artinya, RUU itu tak bisa menjerat pelaku tindak kejahatan sebelum aturan tersebut disahkan di parlemen. Dia mendorong usulan itu sebaiknya dipenuhi bila ingin RUU disahkan. 

"Meskipun memang ada aspirasi begitu (agar RUU Perampasan Aset) tak berlaku surut. 'Pak, sebaiknya jangan berlaku surut. Kalau perkara yang sudah lama dilewati saja, nanti banyak yang gak setuju kalau (aturan itu) bisa berlaku mundur. Ke depannya saja.' Ada yang usul begitu. Tapi ada yang bilang tidak mungkin, karena misalnya, ada kasus yang dibuka lalu terkait dengan kasus lama, nanti kita aturlah seperti itu," ungkap Mahfud, dikutip dari kanal YouTube R66 Newlitics pada April 2023.

Mahfud mengatakan RUU Perampasan Aset tidak hanya bisa diterapkan pada tindak pidana korupsi dan pencucian uang, namun juga penyelundupan. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga menjelaskan dengan RUU ini membuat penegak hukum mampu merampas aset dan harta dari tindak kejahatan yang pelakunya belum diketahui siapa. 

"Ini penting untuk kasus seperti ada harta diduga dari hasil tindak pidana, tetapi pelakunya gak ada, karena menghilang atau gak jelas. Nah, ini dirampas dulu. Aset dan harta itu bisa dirampas melalui mekanisme perdata, tetapi dalam hukum pidana," tutur dia. 

3. Koruptor tak gentar dibui tapi takut bila jatuh miskin

Ilustrasi korupsi (IDN Times/Mardya Shakti)

Di sisi lain, Mahfud mengatakan, RUU Perampasan Aset diharapkan bisa segera disahkan agar bisa mengoptimalkan upaya negara merampas aset-aset milik para terpidana kasus korupsi. Ia berharap surpres bisa langsung dibahas pada sidang pembukaan pada 16 Mei 2023. Namun, kenyataannya hingga kini juga belum dibahas. 

"Sehingga hal ini bisa membuat para pelaku tindak pidana, terutama koruptor itu jera. Koruptor itu kan hanya takut jatuh miskin, bukan takut dihukum. Kalau ada undang-undang ini, insyaallah hal itu terwujud," kata dia. 

Mahfud mengaku tidak bisa memperkirakan berapa lama RUU Perampasan Aset disahkan. "Gak bisa diperkirakan (kapan disahkan). Kadang kala undang-undang (bisa dibahas dan disahkan) dua minggu, selesai. Kadang kala ada yang berbulan-bulan. Ada yang cukup dua tahun. Seperti Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kan memakan waktu hingga puluhan tahun," tutur dia. 

Dalam pandangannya, RUU Perampasan Aset tidak akan membutuhkan waktu lama untuk dibahas. Ia memprediksi hanya butuh dua kali masa sidang. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Rochmanudin Wijaya
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us