Syarat Pendidikan Capres Digugat: S1 Harus dari Kampus Akreditasi B

- Pemohon uji materiil Pasal 169 huruf r UU Pemilu di MK meminta syarat minimal calon presiden dan wakil presiden ditingkatkan menjadi lulusan sarjana yang terakreditasi B.
- Para Pemohon menganggap aturan saat ini bertentangan dengan UUD 1945 dan meminta agar diganti menjadi minimal lulusan gelar sarjana dari universitas dengan akreditasi B.
- Para Pemohon menyatakan bahwa syarat minimal pendidikan bagi capres-cawapres berkaitan erat dengan kompetensi, kapabilitas dalam memimpin, serta dampak negatif jika hanya lulusan SMA.
Jakarta, IDN Times - Pemohon uji materiil Pasal 169 huruf r Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) di Mahkamah Konstitusi (MK) meminta agar syarat batas minimal calaon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) ditingkatan. Dari yang semula pendidikan SMA sederajat menjadi minimal lulusan sarjana (S1) dari kampus dan jurusan yang terakreditasi B.
Perkara yang teregister dengan nomor 87/PUU-XXIII/2025 ini digugat oleh Hanter Oriko Siregar (Pemohon I), Daniel Fajar Bahari Sianipar (Pemohon II), dan Horison Sibarani (Pemohon III).
1. Pemohon minta Pasal 169 huruf r UU Pemilu diubah

Adapun, Pasal 169 huruf r UU Pemilu memang secara khusus mengatur batas paling rendah bagi capres dan cawapres yakni SMA/sederajat.
Berikut bunyi pasal tersebut:
"Berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah Aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah Aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat."
Para Pemohon menganggap, aturan ini bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2); Pasal 27 ayat (1); Pasal 28C ayat (2); Pasal 28D ayat (1); Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD/1945).
Oleh sebab itu, para Pemohon meminta agar syarat minimal pendidikan dari yang semula SMA/sederajat menjadi S1 (sarjana) minimal di kampus dan jurusan dengan akreditasi B.
Sehingga, Pemohon meminta agar aturan dalam pasal itu diganti menjadi:
“Berpendidikan paling rendah dengan lulusan gelar sarjana dari Pendidikan Tinggi Negeri maupun Perguruan Tinggi Swasta dengan akreditasi Universitas B dan akreditasi bidang kejurusan B."
2. Soroti kualitas dan peran penting presiden dan wakil presiden

Dalam berkas permohonan yang diajukan ke MK, para Pemohon mengungkap sejumlah pertimbangan menggugat pasal tersebut. Mereka menyoroti peran penting presiden dan wakil presiden yang merupakan nahkoda bagi sebuah negara sekaligus citra jati diri bangsa.
Terlebih, dalam pembukaan UUD 1945 telah diamanatkan mengenai cita-cita besar negara Indonesia. Menurut para Pemohon, kepala negara yang ideal ialah yang memiliki pengetahuan kritis dan luas.
Menurut Pemohon, syarat minimal pendidikan bagi capres-cawapres berkaitan erat dengan kompetensi dan kapabilitas dalam memimpin. Pendidikan SMA sederajat disebut memiliki keterbatasan pengetahuan yang tidak mengakar pada sistem pemerintahan ideal.
Maka jika terpilih presiden dan wakil presiden yang hanya lulusan pendidikan SMA sederajat berpotensi memberikan dampak negatif, di mana kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang dibuat, justru jauh dari kategori keadilan dan hukum dikekang demi memperpanjang kekuasaan. Hal tersebut dapat dan berpotensi merugikan hak konstitusional seluruh masyarakat Indonesia.
Para Pemohon pun menekankan, pendidikan SMA/sederajat dalam pemahaman umum memiliki keterbatasan. Di antaranya kurang pengetahuan spesifik tentang pemerintahan dan kebijakan publik; kurangnya pengembangan keterampilan analitis dan kritis; kurangnya pengalaman praktis dan pengambilan keputusan dan manajemen; serta kurangnya pemahaman tentang etika dan moralitas dalam pemerintahan. Menurut mereka, hal tersebut akan memberikan dampak kerugian konstitusional bagi seluruh warga negara Indonesia.
Pemohon beranggapan, jika presiden dan wakil presiden hanya lulusan SMA, segala kebijakan yang dibuat oleh pemerintah berpotensi tidak efektif dan tidak efisien, pengambilan keputusan yang salah, merugikan negara, konflik kepentingan, korupsi, dan kerusakan citra negara, kehilangan kepercayaan masyarakat.
Selain itu, juga dapat memberikan dampak ekonomis yakni seperti keterpurukan ekonomi dan inflasi, pengangguran dan kemiskinan meningkat, kerugian negara dan keuangan publik, investasi dan pertumbuhan ekonomi terhambat, hingga ketergantungan pada utang luar negeri.
3. Membandingkan dengan syarat pendidikan di negara lain

Lebih lanjut, Pemohon juga membandingkan kondisi pemimpin dan pejabat di dunia saat ini. Mereka menyampaikan kepala pejabat negara/pemerintahan di negara-negara lain pada umumnya tidak ada aturan mengenai syarat pendidikan. Namun, kebanyakan dari mereka merupakan lulusan sarjana dari universitas terbaik dunia.
Para Pemohon juga membahas syarat menjadi kepala negara harus sarjana yang sudah diterapkan di Azerbaijan. Sementara, konstitusi negara Tajikistan mewajibkan anggota parlemen harus minimal berpendidikan sarjana.