Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Upaya Terakhir Jokowi Penuhi Janji Atas Tragedi 1998

Presiden Jokowi di Pasar Sentral Lacaria, Kolaka Utara (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Jakarta, IDN Times - Rangkaian kekerasan yang terjadi pada Tragedi Mei 1998 masih terekam hingga sekarang. Perjuangan berbagai pihak dalam proses pemulihan dan memoralisasi korban diupayakan berbagai pihak, salah satunya adalah Komnas Perempuan yang selama hampir 26 tahun bersama komunitas korban pelanggaran HAM masa lalu merawat ingatan atas Tragedi Mei 1998.

Komnas Perempuan menjelaskan, perinyatan Mei 98 tahun ini mengangkat tema "Pelanggaran HAM Masa Lalu di Persimpangan Jalan". Dengan tema ini, Komnas Perempuan kembali mengingatkan, sekaligus mendorong upaya negara untuk menuntaskan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu, baik secara yudisial maupun non yudisial.

"Ini menjadi momentum krusial di akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan janji nawacita yang salah satunya adalah penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu," kata Komisioner Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang, dikutip Kamis (15/5/2024).

1. Ada 12 pelanggaran HAM masa lalu diakui Jokowi

Ilustrasi pelanggaran HAM (IDN Times/Aditya Pratama)

Memang, pada 11 November 2023 lalu Jokowi telah mengakui 12 kasus pelanggaran HAM masa lalu. Antara lain peristiwa 1965-1966, Penembakan Misterius (petrus) 1982-1985, Talangsari Lampung 1989, Rumoh Geudong dan Pos Sattis Aceh 1989, penghilangan orang secara paksa 1997-1998, dan Kerusuhan Mei 1998.

Kemudian, peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999, pembunuhan dukun santet 1998-1999 dan Simpang KKA Aceh 1999.

Selain itu, ada peristiwa Wasior Papua 2001-2002, Wamena Papua 2003, dan Jambo Keupok Aceh 2003.

2. Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu belum maksimal

Aksi Kamisan ke-806 dengan tema Adili Jokowi dan Jenderal Pelanggar HAM di depan Istana Presiden RI, Jakarta Pusat. (IDN Times/Lia Hutasoit)

Komnas Perempuan memandang, penerapan Keputusan Presiden No. 17 Tahun 2022 tentang Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu dan Inpres No. 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Mekanisme Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat, masih belum maksimal.

Seluruh langkah pemulihan hak korban perlu dibangun dalam kerangka HAM dengan menggunakan instrumen nasional dan internasional, dengan melibatkan korban secara bermakna.

Komnas Perempuan berharap agar Pelaksanaan Rekomendasi PPHAM yang Berat dapat diperpanjang waktunya, termasuk untuk periode kepemimpinan Indonesia berikut.

Dengan ketersediaan waktu yang panjang, proses penyelesaian tersebut menurut Komnas Perempuan dilakukan tanpa terburu-buru, serta lebih banyak ruang untuk mendekati korban.

3. Sosialisasi program pemerintah soal restitusi sangat penting

Maria Catarina Sumarsih di acara Aksi Kamisan 15 Februari 2024. (www.x.com/@ternaklelele)

Guna menentukan langkah-langkah oleh negara untuk pemulihan korban pelanggaran HAM berat masa lalu, perlu pelibatan semua pihak secara luas, sistematis dan terstruktur, serta menunjukkan keseriusan negara pada hal ini.

Komnas Perempuan juga mengungkapkan, dalam proses meminta dan mengumpulkan data korban, diharapkan tidak menimbulkan trauma berulang. Serta memastikan adanya perlindungan saksi dan korban khususnya memastikan jaminan keamanan bagi korban utamanya korban kekerasan seksual.

"Sosialisasi atas pelaksanaan berbagai program pemerintah dalam memberikan restitusi kepada korban dan keluarga korban sangat penting. Misalnya bantuan untuk mengakses layanan kesehatan. Sebagian korban masih mengalami kesulitan mengakses layanan kesehatan karena fasilitas kesehatan tidak mengetahui program bantuan 'khusus' tersebut. Hal ini menghambat proses pemulihan bagi korban dan keluarganya, kata Komisioner Komnas Perempuan lainnya, Bahrul Fuad.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us