Wacana Pemulangan WNI dari Suriah, BNPT: Pemerintah Siap dari Regulasi

- Pemerintah siap dengan wacana kepulangan WNI dari Suriah lewat regulasi yang ada
- BNPT mendata 500 WNI terjebak di Suriah, pergeseran isu dari keamanan menjadi kemanusiaan
- Repatriasi memerlukan pendekatan 5R: repatriasi, rehabilitasi, relokasi, reintegrasi, dan resiliensi
Jakarta, IDN Times - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengatakan, pemerintah sudah siap dengan wacana kepulangan WNI dari Suriah lewat regulasi yang ada. Namun, masih ada tantangan dalam keputusan final, baik dari aspek keamanan maupun kemanusiaan.
Kepala Seksi Analisis Intelijen BNPT, Leebarty Taskarina menjelaskan, diskusi soal pemulangan anak dan perempuan dari Suriah telah berlangsung sejak 2020.
“Sejak ISIS kalah 2018, pemerintah mulai memikirkan kepulangan mereka. Namun ada pertanyaan, boleh pulang gak? Karena persoalan ini dilihat dari sisi keamanan negara,” ujar Leebarty dalam acara peluncuran buku 'Anak Negeri di Pusaran Konflik Suriah' serta pemutaran film 'Road to Resilience' yang dibuat oleh Kreasi Prasasti Perdamaian di Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Jakarta, dikutip Sabtu (28/2/2025).
1. Pemerintah siap repatriasi WNI dari Suriah, namun perlu sosialisasi ke daerah

Dia menjelaskan, pada 2020 saat terjadi pandemi Covid-19, BNPT lewat jaringannya mendata WNI yang terjebak di Suriah yang mencapai 500 orang. Kemudian pada 2023, ada pergeseran isu dari keamanan menjadi kemanusiaan, salah satunya didorong dengan sebuah video perempuan muda yang mengaku berada di sana karena dibawa orang tuanya.
“Pemerintah kita siap secara regulasi (untuk kepulangan WNI dari Suriah). Pada tahapan reintegrasi kita siap, walau perlu sosialisasi sampai ke daerah,” katanya.
2. Sambut kembali WNI eks ISIS

Pimpinan Ruangobrol.id sekaligus penulis buku “Anak Negeri di Pusaran Konflik Suriah”, Noor Huda Ismail, menyatakan saat ini ratusan WNI masih terjebak di kamp pengungsian di Suriah dan berpotensi kembali ke Indonesia melalui repatriasi, yang difasilitasi pemerintah atau upaya mereka sendiri.
“Namun, kepulangan tanpa pengawasan berisiko meningkatkan ancaman keamanan di dalam negeri. Selain itu, stigma yang melekat pada returnis juga menjadi tantangan dalam proses reintegrasi sosial,” ujar Huda.
Untuk menangani masalah ini, diperlukan pendekatan yang menyeluruh. Ruangobrol memperkenalkan konsep 5R, yang meliputi repatriasi, rehabilitasi, relokasi, reintegrasi, dan resiliensi. Tujuannya, menciptakan proses yang lebih terorganisir dalam menangani returnis. Pendekatan ini juga menekankan pentingnya perspektif gender agar strategi reintegrasi bisa lebih inklusif.
3. Tantangan dalam repatriasi

Selain itu dijelaskan, utama dalam repatriasi adalah menciptakan pemahaman bersama antara berbagai pihak terkait, mulai dari pemerintah hingga komunitas lokal. Setiap individu yang kembali dari Suriah atau Irak memiliki latar belakang yang berbeda, sehingga pendekatan yang fleksibel sangat diperlukan.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman di kalangan pemangku kepentingan tentang kompleksitas repatriasi dan integrasi sosial returnis. Dengan demikian, pendekatan berbasis komunitas yang inklusif dapat membantu memastikan bahwa proses reintegrasi berjalan dengan aman dan lancar bagi masyarakat Indonesia.