Wamenpar Tanggapi Kasus Pungli di Wisata Kampung Adat Ratenggaro NTT

- Praktik pungli di destinasi wisata tidak boleh terjadi karena dapat merusak nama baik daerah dan menurunkan kunjungan wisatawan.
- Pemerintah mendukung langkah pembinaan dan penindakan tegas terhadap pelaku pungli, serta melibatkan masyarakat dalam pengelolaan destinasi pariwisata.
Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Pariwisata (Wamenpar), Ni Luh Puspa, menanggapi kejadian pungutan liar (pungli) yang dialami YouTuber Jajago Keliling Indonesia di kawasan Jalan Poros Tengah Ratenggaro menuju Tambolaka dan Pantai Ratenggaro, Kampung Adat Ratenggaro (KAR), Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT.
Ia menegaskan, praktik pungli tidak boleh terjadi di destinasi wisata. Menurut dia, destinasi yang aman, nyaman, dan menyenangkan adalah kunci untuk memberikan pengalaman terbaik bagi wisatawan, sekaligus memastikan dampak positif pariwisata dirasakan langsung oleh masyarakat.
Terlebih, NTT jadi salah satu satu provinsi destinasi prioritas nasional. Tercatat sebanyak 1,5 juta wisatawan mengunjungi provinsi berbasis kepulauan ini pada tahun 2024.
"Saya rasa menjadi tugas kita bersama untuk bisa menciptakan destinasi yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Saya rasa kita semua punya komitmen yang sama, punya perasaan yang sama bahwa praktik-praktik seperti ini (pungli) tidak boleh terjadi," ujar Ni Luh Puspa dalam keterangannya, dikutip Sabtu (23/5/2025).
1. Dikhawatirkan berpotensi berdampak pada kunjungan wisata

Ni Luh mengapresiasi respons cepat Pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya dan Pemerintah Provinsi NTT. Pada 20 Mei 2025, Pemkab telah menggelar pertemuan dengan Polsek Kodi Bangedo, Danramil Kodi, kepala desa, dan tokoh masyarakat Kampung Adat Ratenggaro.
Dalam pertemuan itu, masyarakat dan penghuni Kampung Adat Ratenggaro menyadari perbuatan oknum yang melakukan pungli kepada wisatawan adalah perbuatan memalukan dan melanggar aturan. Masyarakat dan penghuni Kampung Adat Ratenggaro juga memahami akibat viralnya video pungli tersebut telah mencoreng nama baik Kabupaten Sumba Barat Daya juga NTT yang bisa berdampak pada menurunnya kunjungan wisatawan.
"Yang terjadi di Pantai Ratenggaro ini sudah menjadi perhatian di tengah begitu pesatnya perkembangan sektor pariwisata di NTT. Apa yang sudah dibangun selama ini di NTT, kami harapkan bisa terus berlanjut secara berkelanjutan. Dan ini tidak bisa dilakukan kalau hal-hal seperti pungli, masalah keamanan dan kenyamanan masih menjadi isu yang dibicarakan para turis," ujar dia.
2. Pemerintah jamin dukung pemda dan aparat hukum berantas pungli di wisata

Ni Luh mengatakan, pemerintah mendukung sepenuhnya langkah pemerintah daerah dan aparat hukum untuk melakukan pembinaan juga penindakan tegas terhadap pelaku agar hal semacam ini tidak terulang lagi ke depan.
"Pendekatan yang perlu dilakukan tentu saja perlu bersifat preventif dan edukatif, khususnya pada anak-anak dan masyarakat yang ada di sana," kata dia.
Kementerian Pariwisata (Kemenpar), kata dia, akan selalu berkoordinasi dan berkolaborasi dengan dinas pariwisata provinsi maupun kabupaten agar memberikan pendampingan kepada masyarakat terkait pengelolaan destinasi pariwisata dan sadar wisata.
Masyarakat secara langsung perlu dilibatkan secara aktif dalam semua ekosistem pariwisata di desa wisata dan destinasi pariwisata melalui skema pelatihan, pembinaan, serta penguatan ekosistem pariwisata, terutama agar masyarakat bisa langsung mendapatkan peluang usaha dari berkembangnya aktivitas pariwisata di suatu destinasi.
3. Kemenpar secara berkala pantau pemda dan pengelolaan wisata

Selain itu, Kemenpar juga memandang pembekalan informasi kepada wisatawan mengenai nilai-nilai kearifan lokal, tradisi dan kebiasaan setempat, termasuk kondisi sosial ekonomi masyarakat di destinasi tidak kalah penting untuk kenyamanan aktivitas berwisata.
Kemenpar akan memantau secara berkala termasuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam pengelolaan destinasi dan desa wisata agar peristiwa seperti ini tidak terulang kembali.
Kemenpar juga mengimbau kepada wisatawan yang ingin memberikan bantuan pendidikan atau berupa uang agar tidak memberikan langsung disampaikan kepada anak-anak di lokasi destinasi yang dikunjungi, tetapi dilakukan melalui koordinasi dengan lembaga desa, komunitas, atau pemerintah daerah agar penyaluran bantuan bisa terkoordinir dan tersalurkan dengan baik.
"Ini harus jadi titik balik bagi pariwisata di Sumba dan NTT untuk menciptakan pariwisata berkualitas yang tertib dan inklusif. Kita harus berkolaborasi bersama, kami mendukung penguatan SDM lokal melalui pelatihan digital, pemasaran destinasi, dan manajemen destinasi berbasis komunitas," ujar Ni Luh.