Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[WANSUS] Mendikbud Nadiem Makarim: Nasib Pendidikan Kala Pandemik

IDN Times/Kevin Handoko

Jakarta, IDN Times - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi salah satu sektor yang tak lepas dari pandangan publik, terutama di masa pandemik COVID-19 ini.

Sosok Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim sendiri sudah menjadi sosok yang mencuri perhatian publik sejak terpilih masuk dalam jajaran kabinet Indonesia Maju Joko "Jokowi" Widodo-Ma'ruf Amin.

Baru-baru ini, sosok ini meramaikan jagad media sosial setelah resmi membuat akun Instagram personal yang dinamai @nadiemmakarim.

Berangkat dari latar belakang pengusaha perusahaan ternama Tanah Air, Mas Menteri, begitu dia kini akrab disapa, menjadi satu-satunya millennials yang masuk dalam jajaran menteri Jokowi-Ma'ruf.

Sejumlah kebijakannya menuai pro-kontra yang ramai dibahas di tengah masyarakat. Bahkan, namanya juga masuk dalam jajaran nama menteri yang akan di-reshuffle Jokowi berdasarkan isu yang beredar.

Namun tampaknya, Mas Menteri memilih tetap melangkah dan bekerja. Lantas bagaimana sebenarnya nasib pendidikan dan kebudayaan kita selama masa pandemik di bawah kepemimpinan Mas Menteri Nadiem Makarim?

Simak hasil wawancara khusus IDN Times bersama dengan Mendikbud, Nadiem Makarim yang berlangsung lewat aplikasi Zoom pada Selasa (1/9/2020).

Kenapa Mas Menteri memilih Instagram sebagai media sosial yang digunakan?

Unggahan di Instagram Mendikbud, Nadiem Makarim (Instragram.com/nadiemmakarim)

Saya memilih Instagram untuk beberapa alasan.

Yang pertama, Instagram itu yang juga platform yang lebih personal. Karena menurut banyak rakyat dan juga masyarakat di dunia pendidikan, mereka juga ingin lebih ada sentuhan personal dari Mas Menteri dan ingin tahu aspirasi personalnya saya dan juga apa policy-policy dan mungkin kebijakan-kebijakan di benak saya, gitu.

Karena platform Instagram itu lebih personal dan juga karena itu untuk menampung aspirasi juga lebih enak buat saya, gitu.

Karena saya juga bisa melihat siapa yang berkomen dan juga mungkin lebih ini ya, lebih community-based dari platform-platform lainnya.

Dan tentunya juga lebih muda. Jadi banyak sekali stakeholder saya dan stakeholder Kemendikbud yang ada di Instagram. Karena stakeholder terutama saya adalah siswa dan mahasiswa.

Apa komentar Presiden Jokowi ketika tahu bahwa Mas Menteri punya media sosial? Apa tip yang dibagikan dari Pak Presiden?

Unggahan di Instagram Mendikbud, Nadiem Makarim (Instragram.com/nadiemmakarim)

Pak Presiden itu bos yang hebat.

Dia bukan hanya bos negara, dia juga atasan saya, kan. Jadinya beliau itu selalu menyemangati saya. Di masa yang baik di masa yang sulit, beliau selalu mendukung.

Jadinya waktu saya beritahu sama beliau bahwa akan ada saya buka medsos dan Instagram, mungkin beliau merasa "kenapa nggakgak sebelumnya ya?". Tapi beliau langsung semangat dan siap untuk melakukan video dengan saya.

Makanya di-endorse oleh Pak Presiden itu luar biasa buat saya. Bikin jadi semangat sekali.

Pak Presiden itu menjadi bukan hanya inspirasi dari sisi pemimpin yang selalu kalem, selalu bijak dan jarang sekali menambah, beliau itu di masa-masa seperti sekarang malah jadi pemimpin yang sangat mengademkan, gitu menurut saya.

Karena saya bawahannya juga stres dengan kondisi krisis seperti ini kan. Jadinya beliau itu sangat menenangkan memberikan arahan yang jelas.

Tetapi dari aspek medsos-nya, beliau itu buat saya udah sangat senior dan luar biasa pengalaman dalam medsos. Walau pun saya masih lebih mudah daripada beliau, tapi beliau pengalaman di medsos sudah jauh lebih tinggi dari saya.

Jadinya, beliau itu selalu mengetahui isu-isu yang ada di masyarakat tanpa ada pelaporan formal dari siapa pun. Jadi beliau sudah tahu duluan. Dan itu suatu hal yang saya ingin mereplikasi kemampuan untuk mendapatkan informasi secara langsung dari masyarakat.

Apakah Mas Menteri memonitor langsung media sosialnya atau lewat admin?

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim dalam wawancara khusus dengan IDN Times (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Saya mau monitor langsung, setiap hari.

Iya, saya melihat. Tentunya saya ada tim yang bisa membantu menyarankan, komen, dan mengirimkan foto-foto ke saya untuk rekomendasi, tapi saya sendiri yang membaca komen-komennya dan saya dapat banyak sekali mendapat wawasan.

Dan memang awalnya banyak orang bilang nggak se-menyeramkan itu di medsos. Tapi ternyata di Instagram itu banyak saran-saran yang sangat konstruktif dan juga banyak sekali dukungan.

Jadi saya merasa juga lebih semangat sekarang sejak punya Instagram personal, ya.

Selama pandemik ini, inovasi dan terobosan apa yang dilakukan oleh Kemendikbud di bawah pimpinan Mas Menteri?

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim memaparkan proogram Merdeka Belajar: Kampus Merdeka (Dok.IDN Times/Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud)

Wah daftarnya cukup panjang, ya. Karena kita karena pandemik ini harus melakukan berbagai macam hal untuk pertama kali.

Salah satu inovasi terbesar adalah untuk memberikan diskresi full kepada dana BOS. Yang ditransfer langsung kepada sekolah-sekolah untuk dipergunakan sebagai kuota guru, kuota siswa, alat TIK, dan bahkan untuk membayar honor untuk guru-guru honorer yang membutuhkan.

Jadinya kita memberikan full kebebasan bagi kepala sekolah untuk menentukan apa kebutuhannya dan tidak dipagu-pagu dan direktriksi. Jadi itu merupakan inovasi yang sebelumnya belum pernah terjadi.

Alhamdulillah, ini juga pertama kalinya dalam bertahun-tahun bahwa dana BOS itu langsung ditransfer kepada sekolah dan tidak melalui dulu Pemerintah Daerah. Sehingga tidak ada penundaan dalam penerimaan uang kepala sekolah dan tidak harus meminta atau meminjam dari orang tua dulu untuk operasional sekolah. Jadi itu merupakan satu inovasi juga.

Ini juga di masa pandemik kita pertama kalinya mengeluarkan kurikulum darurat. Di mana sampai 20 sampai 40 persen daripada setiap mata pelajaran itu kompetensi dasarnya itu diringkas.

Diringkas secara dramatis, sehingga guru-guru bisa fokus pada yang esensial dan apa yang prasyarat kepada jenjang berikutnya. Dan murid gak terlalu terbebani dengan jumlah tugas yang luar biasa karena guru harus kejar tayang semua kompetensi dasar.

Inovasi berikutnya adalah kita menciptakan modul-modul khusus di masa PJJ. Untuk SD dan untuk PAUD. Dengan fokus terutama untuk membimbing orangtua harus mengerjakan apa.

Jadi ini modul-modul yang bisa dikerjakan secara offline di dalam rumah tangga, di dalam konteks rumah tangga, dan perannya orangtua diperjelas dan dipertajam. Karena banyak sekali orang tua yang complain mengenai saya gak tahu mau apa dengan anak saya, apa saja aktivitas yang bisa saya lakukan.

Jadi ini adalah jawaban kami di Kemendikbud. Untuk merilis modul yang kita update tiap bulan untuk PAUD dan SD karena mereka yang paling rentan di masa PJJ ini.

Inovasi lain yang kita lakukan adalah karena juga keterbatasan dana BOS, kami juga menggelontorkan sekitar Rp3 triliun, di BOS. Namanya bukan BOS reguler, namanya BOS Afirmasi dan BOS Kinerja.

Yang selama ini belum pernah diperbolehkan untuk digunakan untuk sekolah swasta. Dan pertama kalinya sekarang kami berikan kepada sekolah swasta. Karena sekolah swasta itu banyak yang murid-muridnya atau orang tuanya tidak mampu membayar atau pun tidak mau membayar karena tidak merasa ada value add daripada proses PJJ. Jadi ini harus kita pikirkan juga.

Ditambah itu juga satu triliun kita realokasikan untuk bantuan UKT mahasiswa, terutama mahasiswa di swasta yang universitas tidak menerima pertolongan dana dari pemerintah. Jadi kami merasa ini hal yang sangat penting untuk kami lakukan.

Dan tentunya perjuangan terakhir adalah dana sembilan triliun yang alhamdulillah berhasil di setujui oleh pemerintah dan Kemenkeu untuk bantuan pulsa dan juga untuk tunjangan profesi guru dan dosen.

Bagaimana tanggapan Mas Menteri soal program edukasi lewat TV dan channel TVRI?

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Rapat Kerja dengan Komisi X DPR (Website/dpr.go.id)

Itu di luar harus membangun belajar dari rumah dari TVRI dan RRI dalam waktu beberapa bulan saja. Kita harus secara tergesa-gesa menciptakan channel-channel suplemen lainnya.

Jadi masih ada banyak lagi. Tapi itu kira-kira yang besar-besar itu.

Pertama kali kita belajar melalui TVRI ini dan ternyata lumayan laku acara pendidikan kita melalui TVRI.  Bahkan jumlah masyarakat bahkan politisi pun yang menyebut bahwa banyak sekali yang menginginkan kenapa ngak TVRI menjadi channel pendidikan aja, gitu.

Dulu kan ada namanya, dulu namanya TPI kan?  Dan itu merupakan setiap hari kita perbaikilah kontennya. Tapi kita sekarang mulai berpikir ini merupakan sesuatu yang cukup menarik nih konsep mengajar melalui TV.

Karena enaknya TV itu gak harus bayar pulsa. Makanya orang mengasumsi bahwa kalau lewat YouTube atau sarana video yang gratis itu baik karena gratis. Tapi kenyataannya tidak gratis. Karena ada biaya kuota.

Sedangkan jauh lebih murah kalau kita bisa melakukannya melalui TV atau satelit dan channel-channel seperti itu. Dan bisa lebih lama untuk longform video itu mungkin platform yang lebih ideal.

Yang terbaru adalah subsidi kuota internet yang tepat sasaran. Pertanyaannya, bagaimana memastikan untuk tepat sasaran?

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim memaparkan proogram Merdeka Belajar: Kampus Merdeka (Dok.IDN Times/Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud)

Nah, itu adalah tantangan yang luar biasa pada saat ini.

Jadi sebenarnya tanggung jawab daripada verifikasi data HP-nya murid-murid dan orang tua itu harus ada tanggung jawabnya itu ada di kepala sekolah masing-masing. Karena mereka yang akan input data itu ke Dapodik.

Dan tentunya untuk universitas itu adalah tanggung jawabnya rektor untuk verifikasi itu. Karena kami kan tidak mengetahui akurasi dari tiap data tersebut. Barulah dari itu, datanya kami reverifikasi, lalu kami kirimkan ke masing-masing operator. Dan harapannya di bulan depan ini bisa mulai dilakukan pemberian.

Kami persetujuan pendanaannya sudah dapat. Cara teknisnya kita akan memastikan agar semua prinsip transparansi terjaga dan akuntabilitas yang jelas kepada sekolah ini harus diperjelas, gitu.

Berapa lama kira-kira waktu yang dibutuhkan untuk verifikasi data ini?

Dok.IDN Times/Istimewa

Kalau verifikasi kan dilakukan secara berkala. Karena kita padukan anggaran itu per bulan per anak dan. Karena itu mungkin kami ada cut off deadline-nya setiap kali sebelum kita melakukannya. Tapi itu nanti detailnya kami harus bahas dengan masing-masing kepala dinas.

Ini pertama kalinya ya pemerintah melakukan pembagian pulsa sebesar ini. Setahu saya, ini adalah yang terbesar. Jadinya pasti ada banyak tantangan-tantangan dan pasti banyak kendala kendala di lapangan yang kita hadapi. Tetapi, itu bukan alasan untuk tidak melakukan ini.

Karena rakyat lagi butuh. Jadi kita harus melakukan yang terbaik untuk rakyat apa pun resikonya. Apapun resikonya.

Mungkin nanti ada isu dengan pengirimannya atau data yang tidak akurat. Tapi yang penting adalah semua kepala sekolah bertanggung jawab atas akurasi data tersebut. Dan dari sisi Kemendikbud harus benar-benar semerata mungkin.

Jadinya ini benar-benar dirasakan oleh rakyat, netes, dan terutama yang paling membutuhkan, gitu.

Bagaimana dengan isu masih maraknya kesulitan akses gawai selama PJJ?

Biaya Internet untuk Sekolah dan Kuliah Online per Bulan (IDN Times/Mathew Anakotta)

Jadi, kami akan memperjuangkan anggaran itu harus memilih mana prioritas, yang paling urgent sekarang.

Memang benar banyak sekali masyarakat kita yang tidak mempunyai akses ke misalnya smartphone. Yang tidak punya akses itu, bukan punya ya, bukan punya smartphone tapi punya akses ke smartphone, itu sangat penting perbedaannya.

Karena banyak sekali yang mengakses smartphone mungkin dari tetangga atau keluarga. Sehingga mereka banyak yang sharing di Indonesia. Saling berbagi menggunakan gawai.

Jadi berdasarkan semua hasil survei kita dan riset kita adalah yang paling urgent ini sebenarnya biaya kuotanya. Bahwa akses HP itu memang bermasalah di berbagai macam daerah, tapi jumlahnya gak sebanding dengan jumlah yang merasa terbebani dengan dampak ekonomi yang sudah begitu mengkhawatirkan, ditambah harus ada beban biaya membayar kuota.

Jadi selama masa PJJ, paling tidak untuk akhir tahun ini, kita ingin memastikan itu dulu yang kita solve.

Dan tentunya tunjangan profesi guru untuk memastikan bahwa, jangan lupa bukan hanya sektor ekonomi lain yang terpukul. Sektor pendidikan, yaitu salah satunya faktor terpenting di Indonesia itu juga harus kita pikirkan. Dan guru dan dosen itu juga merupakan kunci daripada ekonomi kita. Bukan hanya dari pembelajaran, tapi juga mereka ini yang menentukan ekonomi kita di masa depan itu seperti apa.

Karena kualitas SDM adalah yang punya dampak kepada ekonomi masa depan terbesar, gitu. Jadi kami harus memilih.

Tetapi, kita ini di tahun ini kita sudah menganggarkan sekitar Rp700 miliar untuk pembelian laptop. Itu memang sudah dianggarkan sebelumnya. Dan itu pun tentunya alat-alat itu bisa digunakan bisa dipinjamkan juga kepada anak-anak yang mungkin tidak punya akses ke gawai.

Dan jangan lupa bawa relaksasi dana BOS itu dilakukan untuk suatu alasan. Kenapa dana BOS itu kita perbolehkan untuk beli handset, beli gawai, beli kuota dan lain-lain? Itu adalah untuk memberikan fleksibilitas bagi masing-masing kepala sekolah untuk mengatasi masalah handset ini juga. Jadi dimiliki sekolah, bisa dimiliki sekolah.

Toh, nanti bisa digunakan misalnya tablet atau smartphone bisa digunakan untuk guru-guru tapi bisa dipinjam kan juga kepada para anak-anak. Dan banyak sekali sekolah-sekolah yang sudah melakukan itu.

Pandemik ini menunjukkan bahwa sektor pendidikan bergantung pada kelayakan listrik dan telekomunikasi. Bagaimana concern kabinet terkait kedua infrastruktur ini?

Grafis dana yang dikeluarkan Kemendikbud selama pandemik COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Ini menjadi salah satu concern utama sekarang. Karena ini membuktikan, di semua sektor bukan hanya di pendidikan, di semua sektor ekonomi kita, akses kepada internet, akses kepada listrik, untuk memastikan bahwa kesenjangan ekonomi dan kesenjangan pembelajaran itu tidak menjadi lebih jauh, lagi lebih tinggi lagi kesenjangannya.

Yang sudah sekarang, sudah sangat tinggi. Jadinya ini yang menjadi prioritas pemerintah pusat sekarang dan koordinasi dengan baik dari Kominfo, Menek BUMN, dengan berbagai macam instansi untuk memastikan.

Namun, semua masalah yang hubungan dengan infrastruktur tidak mungkin bisa diselesaikan dalam periode 2-3 bulan. Ini juga harus realistis, bahwa walau pun sudah menjadi prioritas sekarang, akan memakan waktu mungkin beberapa tahun sebelum kita bisa menyelesaikan.

Tapi dampak positifnya adalah dari yang sebelumnya mungkin ada program-program lain yang diprioritaskan, sekarang ini menjadi program utama untuk dituntaskan di masa periodenya Pak Presiden.

Karena digitalisasi Indonesia baik pemerintah, mau pun digitalisasi sektor-sektor industri kita, dan termasuk pendidikan dan kesehatan, itu menjadi prioritas utama Pak Presiden.

Karena beliau sangat percaya potensi teknologi untuk bisa me-leap frog dan melakukan upaya agar kita ini bisa tidak harus mengikuti jalur biasa saja yang negara-negara lain harus lakukan.

Jadi harapannya dengan teknologi kita bisa melakukan lompatan, sehingga kita bisa mengejar ketertinggalan kita dengan cara yang lebih cepat.

Mengenai pelaksanaan PJJ, apakah ada negara tertentu yang menjadi patokan Indonesia untuk dipelajari atau dicontoh? Atau memang pengalaman Indonesia itu khusus dan unik?

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim dalam wawancara khusus dengan IDN Times (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Saya rasa saya sering sekali belajar dari pakar pakar pendidikan di organisasi-organisasi internasional seperti Bank Dunia, OECD, saya sering bicara dengan menteri-menteri pendidikan luar negeri dan lain-lain.

Satu hal yang saya sadari adalah tidak ada pakar di dunia pandemik. Yang namanya best practice itu tidak ada. Karena sama-sama melalui sesuatu yang pertama kalinya.

Jadi untuk bilang ada yang sukses, kita tidak akan bisa tahu ada kasus PJJ yang sukses karena kita memonitornya itu harus setelahnya, bertahun-tahun setelahnya kita melihat dampaknya apa.

Jadi ini adalah kesulitannya mengukur kesuksesan distance learning atau PJJ di masa pandemik. Karena tidak ada benchmark. Kita cuma bisa mengukurnya nanti di hari kedepan. Jadi itu adalah masalah utamanya, tantangannya.

Namun satu hal yang sudah jelas dari semua diskusi adalah tidak ada pembelajaran PJJ  yang optimal. Itu disebabkan karena manusia itu membutuhkan, baik guru, orangtua, murid itu membutuhkan waktu yang jauh lebih lama, bertahun-tahun untuk melakukan adaptasi terhadap melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda, ya.

Jadi untuk bisa melakukan itu dalam waktu 3-6 bulan itu tidak mungkin. Sehingga bagi yang membilang bahwa ada di dunia itu ada PJJ yang optimal, itu tidak benar. Krisis pembelajaran ini dirasakan di seluruh dunia. Di negara maju mau pun di negara berkembang.

Dan prioritas nomor satu harus bagaimana mengembalikan anak-anak ke sekolah dengan cara yang paling aman. Itu sudah jelas. Bahwa, apalagi di negara-negara atau di daerah-daerah di mana akses infrastruktur internetnya masih belum baik.

Jadi untuk daerah-daerah itu lebih penting lagi untuk mengembalikan anak ke sekolah se-aman mungkin.

Makanya di kebijakan kami, karena 88 persen dari daerah 3T kita, terluar dan tertinggal itu ada di zona kuning dan hijau, kami beserta 4 menteri memutuskan untuk daerah ini yang benar-benar terluar itu bisa mulai melakukan tatap muka dengan protokol kesehatan yang sangat ketat.

Dan mereka baru mulai ini sekarang, di zona kuning dan hijau tapi. Itu pun baru sedikit, baru sekitar 20-25 persen yang mulai melakukan ini. Karena protokolnya sangat ketat, gitu.

Di beberapa negara yang sudah membuka sekolah, anak-anak menggunakan tidak hanya masker tapi face shield. Apakah itu juga akan disediakan oleh pemerintah di tempat-tempat yang dibuka itu?

Nur Rohim bersama anak didiknya di Merauke, Papua (Dok. Pribadi/Nur Rohim)

Berbagai macam bantuan anggaran, kurikulum, kebijakan sudah dilakukan pemerintah pusat. Harapan kami untuk preparasi tatap muka, tentunya sekolah-sekolah di Indonesia itu miliknya Pemda ya.

Mungkin banyak orang yang masih belum mengetahui ini bahwa Pemda adalah pemilik dan operator dari pada sistem pendidikan di daerah. Uuntuk SMA, SMP ke bawah. Hanya universitas negeri yang dioperasikan langsung oleh pemerintah pusat.

Jadi di sini kami harapkan peran Pemda. Apa lagi karena masyarakat mereka atau rakyat mereka sudah meminta bisa tatap muka. Jika diperbolehkan dari sisi zonasi kuning dan hijau, mohon diberikan anggarannya untuk masker.

Dana BOS tentunya bisa digunakan. Kami sudah membebaskan gitu dan memberikan. Tapi mohon Pemda juga bisa membantu dari sisi sumber daya pembelian masker, alat sanitasi yang dibutuhkan, untuk memenuhi checklist sekolah tatap muka yang sudah dikeluarkan oleh empat Kementerian.

Itu standar checklist dari Kemenkes sudah sangat jelas apa yang harus dilakukan.

Tapi mungkin banyak sekolah-sekolah di daerah yang mungkin dana BOS-nya tidak cukup. Jadi mohon Pemda-lah di situ yang diharapkan bisa hadir untuk menutupi kebutuhan untuk bisa melakukan tatap muka.

Apakah pandemik ini membuat Kemendikbud dan Mas Menteri berpikir melakukan The Great Reset termasuk untuk pasca-pandemik?

(IDN Times/Kevin Handoko)

Kayaknya bisa dibilang reset, bisa dibilang mengakselerasi suatu hal yang sudah seharusnya kita lakukan, ya. Ada dua hal.

Jadinya hal-hal yang secara makro, the great reset ini, yang satu adalah kita pertama kalinya menyadari betapa banyaknya aktivitas pemerintahan yang sebenarnya bisa dilakukan melalui online.

Ini merupakan suatu kejutan bagi semua orang. Dan ini bukan cuman pemerintah ya, pihak swasta juga sama. Kita menyadari bahwa ya, mungkin tidak semuanya optimal dan ideal. Tapi jumlah penghematan dan efisiensi yang terjadi.

Gak kena macet. Waktu ketemu chit-chat nya sudah gak sebanyak yang sebelumnya kan? Ya, kan? Gak selalu terpotong-potong waktu makan dan lain-lain. Jadi menurut saya ada berbagai realisasi di birokrasi pemerintahan mau pun di swasta bahwa cara kita bekerja ini gak akan sama lagi.

Pak Presiden sudah menyebut itu beberapa kali lagi. Pak Presiden tidak ingin menginginkan kita kembali lagi kepada begitu banyak anggaran yang dikeluarkan untuk dinas. Begitu banyak yang anggaran yang dikeluarkan untuk meeting-meeting di berbagai macam tempat yang sebenarnya bisa digunakan langsung untuk rakyat, untuk program-program pemerintah.

Jadi itu satu hal yang menurut saya, Kemdikbud berkomitmen untuk melanjutkan arahan Presiden itu. Jadi cara paling tidak untuk Kementerian kami di Kemdikbud tidak akan kembali ke pola yang lama. Itu sudah pasti.

Kita pasti akan mencari cara bagaimana menggunakan teknologi untuk menurunkan biaya operasional sehingga anggaran itu bisa kita gunakan untuk sekolah-sekolah, untuk pendidikan dan untuk perbaikan mutu dari pendidikan. Bukan hanya untuk pekerjaan kami.

Nah itu mungkin satu hal yang merupakan great reset, ya. Cara kita bekerja.

Yang kedua adalah dampak pandemik kepada pembelajaran ini negatif ya. Ini harus diperjelas. Angka PISA kita pasti akan kena untuk yang berikutnya dan lain-lain. Itu sudah keniscayaan. Itu sudah harus kita hadapi secara jujur dan secara realistis. Kita gak boleh naif.

Bahwa pada saat kita melakukan pembelajaran dalam krisis pandemik ini, kita berpikir mutu pembelajaran itu meningkat. Gak, itu salah. Di dunia, semuanya turun. Itu sudah pasti. Pertanyaannya adalah seberapa jauh kita turun? Bagaimana kita mengejar ketertinggalan itu nanti?

Tapi ada beberapa hal yang mungkin bisa mendapatkan keuntungan bagi kita di jangka yang lebih medium ke panjang.

Satu hal yang sangat menarik sekarang adalah belum pernah di sejarah Indonesia jumlah guru dan murid, kalau murid sih sudah biasa ya sama teknologi, jadi guru dan orangtua mencoba berbagai macam platform-platform teknologi sebanyak di masa pandemik.

Jadi adopsi dan familiaritas terhadap teknologi di Indonesia, di dunia pendidikan dan di sektor-sektor lain, itu belum pernah terjadi seperti ini. Kita gak tahu nih dampaknya apa.

Tapi yang sudah jelas ketakutan kepada teknologi, ketidaknyamanan itu semakin menurun secara signifikan. Itu yang harus dipahami dan itu bisa menjadi satu kesempatan emas bagi kita.

Tapi di satu sisi lain, yaitu great reset, telah kita sadari adalah limit dari pada teknologi di dunia pendidikan. Tidak semuanya bisa dengan teknologi. Dan itu merupakan suatu pembelajaran yang sangat penting. Bahwa kita menyadari bahwa interaksi tatap muka, betapa pentingnya itu dunia pendidikan.

Jadi bagi teroris-teroris yang bilang bahwa, 'Oh kita bisa melakukan sistem pendidikan yang jauh lebih baik secara online', itu simply, apalagi untuk jenjang muda, itu tidak benar.

Jadinya kebutuhan untuk melakukan interaksi dan dialog secara tatap muka, kebutuhan untuk bersosialisasi dengan teman-teman lain, itu merupakan suatu hal yang naik sekarang posisinya.

Bukan cuman teknologi. Tapi kebutuhan tatap muka itu menjadi real dan membantah semua argumen bahwa teknologi itu bisa menggantikan guru. Tidak. Sama sekali salah dan ini malah di masa pandemik itu terbukti, gitu.

Dan ketiga, great reset yang terjadi adalah partisipasi orangtua di dalam pendidikan anaknya. Belum pernah kita melihat, saya termasuk ini, saya termasuk menjadi orangtua yang harus membimbing anak-anaknya, saya punya tiga anak balita yang sebenarnya sudah mulai PAUD tapi terpaksa online dan tantangan saya sebagai orangtua ini dirasakan semua orang tua sekarang, yang harus belajar lagi bagaimana menjadi guru.

Belajar bagaimana mengolah kurikulum. Dan untuk pertama kalinya orangtua baru melek kurikulum. Banyak sekali. Mereka baru menyadari, ini lho yang dipelajari anak saya. Ini lho metode-metode yang lebih efektif dan tidak efektif. Dan apa peran saya dalam pendidikan anak saya?

Yang yang tadinya banyak sekali persepsi sekolah itu adalah tempat outsourcing untuk pendidikan anak-anak. Sekarang berubah menjadi, mungkin gak gitu. Mungkin orangtua yang pendidik utama dan sekolah adalah membantu mengkoordinasikan menjadi suplemen daripada pendidikan anak tersebut.

Jadinya paradigma orangtua sebagai pendidik utama ini luar biasa berubahnya, menurut saya.

Contoh di kurikulum aja, ya. Itu kurikulum darurat bahwa kita bisa menurunkan begitu banyak kompetensi dasar dengan pakar-pakar akademi yang hebat-hebat, baik dari Indonesia mau pun dari luar negeri, yang kita lihat dari tim kita, itu menunjukkan bahwa kalau tidak ada pandemik, mungkin kita akan terdorong untuk merampingkan kurikulum kita, gitu.

Dan itu adalah reset-reset yang bisa positif dibawa ke depannya

Kurikulum darurat itu sifatnya opsional ya, bukan wajib?

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim dalam wawancara khusus dengan IDN Times (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Betul. Kalau dipaksa itu namanya bukan Merdeka Belajar.

Jadi masalah selalu kenapa ada yang resistensi luar biasa besar atas guru-guru setiap kali ada perubahan kurikulum, ganti menteri ganti kurikulum,. Itu saya disebut berapa kali itu sebelum saya datang pun itu sudah menjadi suatu dogma, ganti menteri, ganti kurikulum.

Karena sifatnya adalah tidak menghargai kemerdekaan masing-masing dinas dan kepala sekolah untuk menentukan, sudah siap belum?

Kalau dipaksa, makanya semua minta, 'Iya dong Mas Menteri, makanya satu aja'. Loh, apa yang dimaksud dengan kemerdekaan?

Kalau saya memaksakan kurikulum darurat kepada semua masyarakat itu namanya bukan membantu guru. Itu namanya memaksakan kehendak dari pemerintah pusat dan tidak, itu melawan prinsip Merdeka Belajar.

Tapi kurikulum ini sudah ditetapkan sebagai kurikulum 100 persen legal. Jadinya mohon kepercayaan diri semua kepala sekolah, semua Kepala Dinas, kalau ingin melaksanakan ini ya lakukan saja. Karena sudah diberikan perangkat regulasi hukum yang pasti.

Apakah Mas Menteri dan jajaran sudah melakukan semacam preliminary evaluasi sesudah berjalan sekian lama Merdeka Belajar ini? Apakah guru-guru memang sudah cukup dibekali untuk mengimprovisasi sehingga melakukan konsep Merdeka Belajar?

Konsep Merdeka Belajar (Youtube/Tanoto Foundation)

Jawabannya itu sangat jelas. Itu jawabannya belum. Jelas belum.

Kita kan sama-sama belajar. Guru sama-sama belajar, menteri sama-sama belajar, Kementerian sama-sama belajar. Karena ini kondisi yang luar biasa baru buat kita.

Masalah yang dihadapi sebelum pandemik, sebelum PJJ itu menjadi lebih parah di masa PJJ itu sama aja. Banyak yang mengalami kendala.

Tapi ciri-ciri guru baik, yaitu seperti guru penggerak, adalah dia selalu akan mengutamakan apa yang terbaik untuk anak-anaknya. Bukan apa yang terbaik untuk kariernya. Bukan apa yang terbaik dari sisi birokrasi ya. Tapi guru guru penggerak yang sebelumnya sudah bergerak, mereka pasti akan mencari jalan atau model baru, pola baru untuk melaksanakan PJJ. Dan biasanya guru-guru itulah yang sukses.

Tapi sekarang ada faktor ketiga kesuksesan PJJ. Bukan hanya guru, tapi orangtua. Jadinya guru yang inovatif, guru yang siap melakukan perubahan diformat baru PJJ, ditambah orangtua yang peduli dengan pendidikan anaknya dan mau meluangkan waktu untuk membimbing anaknya, equal atau sama dengan, PJJ yang efektif.

Bukan optimal, tapi efektif. Tidak optimal. Tidak mungkin optimal. Tapi efektif.

Kalau satu formula ini jomplang, misalnya gurunya, guru yang hanya mengikuti saja kurikulum seperti biasa dan tidak melakukan pola yang berbeda saat Zoom, dia tidak melakukan proses penilaian yang sedikit berbeda, dia tidak melakukan personal approach terhadap beberapa anak yang paling membutuhkan. Dan kalau misalnya orang tuanya meng-outsource semua ini kepada guru, ya PJJ tidak akan efektif.

Jadi kuncinya manusianya. Kuncinya manusia dewasanya. Kuncinya adalah orang tua dan guru. Kalau di sekolah biasanya guru kan yang menjadi kunci kesuksesan nya. Kalau di PJJ guru plus orangtua.

Soal kuota subsidi, apakah juga berlaku juga untuk sekolah swasta?

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim memaparkan Merdeka Belajar Episode 4: Program Organisasi Penggerak (YouTube/KEMENDIKBUD RI)

Pasti, tidak ada diskriminasi. Kan dari Dapodik, dana BOS kita itu untuk swasta dan negeri.

Kami sedang merancang untuk memastikan bahwa target sasaran yaitu benar-benar yang membutuhkannya. Jadi itu pasti menjadi salah satu konsentrasi kami. Tapi nanti ditunggu dulu panduan teknisnya.

Kita akan memastikan bahwa maksudnya siapa yang berhak menerima. Ada argumen semuanya berhak menerima. Ada argumen untuk harusnya yang paling membutuhkan menerima. Tapi yang kita pastikan bahwa sebanyak mungkin.

Kita tidak akan bisa membahagiakan semua orang di dalam semua kebijakan kita. Tapi seperti yang saya bilang tadi, kalau kita tidak mengambil langkah ini, karena ini walaupun kita melakukan perjuangan kuota ini untuk rakyat, itu pasti dengan pelaksanaan program ini banyak sekali kritikan dan komen.

Dan kami di Kemendikbud ingin menunjukkan bahwa kami siap mengambil risiko untuk kepentingan rakyat. Dengan semua ketidaksempurnaan implementasi di lapangan yang mungkin terjadi.

Karena kalau kita tidak mau mengambil risiko, kita mungkin gak melakukan apa-apa. Tapi itu adalah tantangan kepemimpinan.

Bagaimana update dari problem yang sebelumnya sempat terjadi berkaitan dengan POP? Apakah sudah ada solusinya?

Grafis dana yang dikeluarkan Kemendikbud selama pandemik COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Iya, alhamdulillah sudah ada solusinya.

Yang pertama adalah kami menentukan untuk menunda programnya sampai tahun depan, awal tahun depan. Biar beberapa alasan. Satu adalah COVID. Untuk memberikan cukup ruang waktu untuk organisasi beradaptasi program mereka di masa COVID.

Kedua adalah agar penyerapan anggarannya juga ada waktunya lebih banyak. Sehingga tidak terburu-buru dan mengorbankan kualitas programnya.

Ketiga adalah waktu untuk kita mengevaluasi masing-masing organisasi yang lolos dengan kriteria yang benar itu kredibel atau tidak organisasinya. Untuk memastikan semuanya benar informasi yang kita dapatkan di masa aplikasi.

Dan yang terakhir adalah untuk memastikan organisasi-organisasi masyarakat yang terbesar dan terpenting di Indonesia itu juga didengarkan input-nya dan bisa berpartisipasi di dalam ini.

Alhamdulillah, PBNU sudah bergabung kembali ke dalam program POP. Harapan kami adalah bahwa karena permintaan, seperti contoh permintaan PGRI kemarin adalah untuk melakukan penundaan program ini untuk melakukan penyempurnaan proses. Semoga dengan ini PGRI pun bisa kembali bergabung.

Karena uang untuk POP di tahun 2020 kami pindahkan dan anggarkan untuk pulsa guru-guru. Jadi ini merupakan salah satu perjuangan kami melakukan penundaan kita pastikan yang membutuhkan secara kritis itu guru-guru.

Dan kami harapkan juga Muhammadiyah untuk bisa juga bergabung kembali dalam POP dan berbagai macam program peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.

Karena tanpa dukungan mereka, kita tidak akan mendapatkan jurus-jurus inovasi pendidikan dan semua ilmu pengetahuan dari organisasi-organisasi tersebut yang sudah berpuluh-puluh tahun bahkan sebelum negara ini berdiri sudah mendapatkan teknik-teknik inovasi dan reformasi pendidikan yang harus dikurasi oleh Kemendikbud agar bisa diterapkan di skala nasional.

Bagaimana dengan isu wajib militer? Apa yang sebenarnya sudah sempat dibicarakan dengan Menteri Pertahanan berkaitan dengan isu wajib militer untuk mahasiswa?

Instagram.com/damarjatibagus

Saya juga masih bingung isu wajib militer ini datang dari mana. Karena tidak ada sama sekali pembahasan wajib militer sama sekali. Gimana? Gimana yang dimaksudkan dengan Merdeka Belajar, kalau ada pemaksaan?

Jadi sama sekali tidak ada diskusi tentang wajib militer. Bahkan setahu saya di undang-undang kita tidak ada sama sekali mengenai wajib militer. Sehingga itu bukan suatu hal yang kami diskusikan, gak tahu kenapa, gak tahu kenapa, di media menjadi begitu panas.

Satu-satunya hal yang kami diskusikan dengan Kementerian Pertahanan adalah program Kampus Merdeka.

Kampus Merdeka itu adalah program volunteer, program sukarela. Di mana anak-anak itu masuk ke program dia apply untuk masuk ke program program magang satu semester, riset satu semester, exchange pertukaran pelajar satu semester atau dua semester.

Dan salah satu program yang akan kita juga tawarkan kepada mahasiswa adalah program kepemimpinan misalnya Perwira Cadangan. Di mana itu program kepemimpinan dengan ilmu ketahanan negara, ilmu keamanan negara, dan juga pelatihan fisik serta kepemimpinan yang menurut saya sangat baik. Apakah nanti dia ingin melanjutkan bergabung dengan angkatan bersenjata kita, itu masalah pilihan mahasiswa.

Tapi ini merupakan kesempatan bagi mahasiswa mencoba melakukan suatu aktivitas untuk melatih jiwa bukan hanya jiwa kebangsaan, jiwa kepemimpinan, tapi juga ilmu ketahanan dan dan juga resiliensi mental mereka.

Jadi semuanya sukarela dan voluntary. Dan menurut saya itu program yang sangat baik.

Di negara-negara maju ada banyak sekali program-program pendidikan yang berhubungan dengan militer yang bisa mengasah jiwa kepemimpinan. Jadi semuanya buat saya adalah volunteer dan sukarela harus, ini bagian dari Kampus Merdeka, kok jadi wajib militer isunya?

Jadi kita sama sekali tidak memaksa, kita tidak akan pernah memaksakan itu.

Apa yang terjadi dengan faktor kebudayaan kita selama pandemik?

Dok.IDN Times/Istimewa

Sangat menyedihkan. Banyak sekali budayawan-budayawan kita, peseni-peseni kita yang tidak bisa melakukan aktivitasnya. Tidak ada demand untuk berbagai macam produk-produk kreasi mereka. Dan juga karena semuanya itu berhubungan berkumpul dan menikmati kreativitas karya seniman-seniman itu merupakan suatu saat yang bagi mereka suatu saat yang sangat sulit.

Kami sudah membantu dengan berbagai macam upaya untuk bisa mengerjakan berbagai macam produk karya secara online, sehingga masih ada stimulasi di sektor ini, tapi sangat sulit.

Kami juga sudah memperjuangkan agar dana bansos bagi seniman dari pemerintah daerah, itu juga Dirjen kami telah berupaya susah keras untuk melaksanakan berbagai macam bantuan.

Tetapi sektornya sendiri terpukul dengan sangat berat. Dan tentunya social safety net untuk para seniman dan budayawan kita juga gak, bukan kuat. Karena mereka bukan punya pekerjaan yang tetap. 

Apakah itu pernah dijadikan pembicaraan di kabinet? Mungkin kami ingin tahu bagaimana nasib mereka?

Sebanyak 75 bendera hasil karya seniman dipamerkan di DKM. IDN Times/ Alfi Ramadana

Sudah pasti. Dari Dirjen Kebudayaan kita ada berbagai macam program yang ya kita sebaik mungkin akan mencoba terus menstimulasi karya tapi harus online karena tidak ada audiens gitu.

Tapi saya yakin bahwa sebenarnya ke depannya ini dengan begitu banyak bantuan juga dari masyarakat yang masih ingin menikmati kebudayaan kita lewat digital dan juga dengan dukungan Pemda di mana sudah ada lokasi untuk dana atau bansos bagi seniman dan budayawan di masing-masing Dinas Kebudayaan itu sudah ada.

Tapi harapannya, penyerapannya harus lebih cepat lagi. Kami akan upayakan yang sebaiknya. Tapi saya optimistis kita akan melalui ini dan survive.

Nama Nadiem Makarim diisukan sebagai salah satu nama menteri yang akan kena reshuffle. Bagaimana tanggapan dari Mas Menteri?

Mendikbud Nadiem Makarim, Menkeu Sri Mulyani, dan Mendagri Tito Karnavian dalam acara Sinergi Pengelolaan Dana BOS dan Dana Desa Berbasis Kinerja (Dok.IDN Times/Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud)

Saya gak pernah memikirkan isu-isu seperti itu. Itu di luar tupoksi.

Saya di sini sebagai profesional yang bekerja untuk meningkatkan mutu pendidikan. Kalau ada isu seperti apa itu semuanya prerogratif-nya Pak Presiden. Dan saya akan selalu mengikuti saja arahan Pak Presiden.

Loyalitas saya kepada Pak Presiden itu sangat kuat. Jadi apa pun yang ditentukan itu adalah yang terbaik untuk bangsa.

Tapi itu bukan suatu hal yang saya pikirkan sehari-hari isu seperti itu. Saya di sini untuk kerja, untuk memitigasi krisis pembelajaran yang sedang terjadi dan saya akan melakukan yang terbaiknya. Apa pun akhirnya. Jadinya ya kerja saja.

Jadi menteri di pos yang penting, lalu kena pandemik. Benar-benar bergelut dengan problem yang luar biasa. Mungkin waktu jadi pengusaha lebih enak. Apakah sempat kepikiran seperti itu?

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim dalam wawancara khusus dengan IDN Times (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Dunia pendidikan itu adalah mungkin salah satu sektor yang terumit ya untuk melakukan perbaikan. Sebelum pandemik saja, tantangan di dunia pendidikan kita itu sudah luar biasa besarnya. Bayangkan dengan pandemik.

Pertama kali masuk pemerintah, paling muda, dari background yang sangat berbeda, pertama kali mengenal birokrasi, dengan tantangan pendidikan yang begitu berat, lalu pandemik keluar.

Jadinya mau dibilang apakah ini tugas yang sulit? Ya ini tugas tersulit yang pernah saya alami di hidup saya.

Tapi siapa pun di posisi ini pasti akan mengalami tugas tersulit di dalam hidupnya dia.

Tapi di masa-masa ini, walau pun kita gak ada yang bisa memprediksi bahwa pandemik ini akan mengena, tapi ya alhamdulillah saya punya tim yang luar biasa.

Alhamdulillah saya punya atasan yang luar biasa, yaitu Pak Presiden. Dan alhamdulillah banyak sekali menteri-menteri di masa krisis ini ini yang mendukung kami dan memberikan dukungan dan support. Dan itu yang sebenarnya dibutuhkan di masa krisis itu.

Azas gotong royong, azas menawarkan pertolongan, dan saling bahu membahu mendukung. Dan azas satu aja kita bisa lalui krisis ini sesulit apa pun.

Masyarakat Indonesia ini sudah sering mengalami bencana. Kami ini punya ketabahan resilience yang cukup besar. Jadi saya optimistis gak seperti negara-negara lain.

Kita bencana alam, bencana katastropik itu adalah satu hal yang sudah berkali-kali mengalaminya dan sudah siap secara mental menghadapi ini. Jadinya buat saya secara personal berat. Ini amanah yang begitu berat. Terberat yang pernah saya alami di hidup saya. Tetapi saya terlihat hari termotivasi dengan tim saya.

Saya tiap hari termotivasi dengan mendengar guru-guru yang bergerak di lapangan melakukan berbagai macam kunjungan misalnya ke murid-muridnya. Saya terinspirasi tiap hari melihat murid-murid yang menemukan berbagai macam kreasi di masing-masing rumahnya.

Saya dapat semangat dari jumlah orangtua yang menemukan modul-modul baru di luar kurikulum sekolah yang sangat efektif dan pola-pola pembelajaran lainnya. Saya dapatkan inspirasi dari jumlah orang penggerak yang secara mandiri melakukan berbagai macam inovasi di lingkungannya sendiri.

Dan begitu banyak pengorbanan untuk teman-teman sekitarnya, gitu. Jadi itu yang membuat saya semangat tiap hari

Demikian hasil wawancara khusus IDN Times bersama Mendikbud, Nadiem Makarim. Semangat selalu, Mas Menteri!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Margith Juita Damanik
Isidorus Rio Turangga Budi Satria
Margith Juita Damanik
EditorMargith Juita Damanik
Follow Us