Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Bayi Gaza Meninggal Dunia Akibat Cuaca Dingin Ekstrem

ilustrasi bayi. (unsplash.com/Anastasia Zhenina)

Jakarta, IDN Times - Enam bayi Palestina meninggal dunia akibat kedinginan parah (hipotermia) di Jalur Gaza selama musim dingin ekstrem.

Direktur Rumah Sakit Friends of the Patient Charitable di Kota Gaza, Saeed Salah, melaporkan tiga bayi di antaranya baru lahir sekitar 1-2 hari sebelum akhirnya meninggal di rumah sakit. Dua bayi lainnya meninggal Selasa pagi (25/2/2025), dan satu kematian lain dilaporkan di Khan Younis.

Melansir Al Jazeera, para dokter melaporkan tidak ada penyakit khusus pada bayi-bayi tersebut. Mereka meninggal semata-mata karena pihak keluarga tidak memiliki peralatan penghangat saat suhu Gaza turun drastis. Delapan bayi baru lahir lainnya kini dirawat intensif akibat hipotermia parah.

Israel dilaporkan masih memblokir masuknya bantuan hunian darurat ke Gaza. Tindakan ini dinilai melanggar kesepakatan gencatan senjata Israel-Hamas.

1. Kondisi kritis bayi-bayi Gaza di tengah musim dingin

Salah satu kasus yang memprihatinkan ialah kematian Sham Youssef Al-Shambari, bayi berusia dua bulan di dalam tendanya di area Mawasi, Khan Younis. Tim medis mendapati tubuh bayi tersebut telah membeku saat dibawa ke Rumah Sakit Nasser. Sham sebelumnya merupakan bayi yang sehat meski dilahirkan di tengah konflik.

Sekitar sembilan bayi berusia 30-35 minggu yang ditangani Salah memiliki suhu tubuh di bawah 34 derajat Celsius. Berat badan mereka juga tidak lebih dari dua kilogram. Lima dari sembilan bayi tersebut meninggal dalam sepekan, kasus terakhir terjadi Selasa pagi.

Bayi kritis lainnya yang masih berjuang bertahan hidup ialah Youssef al-Najjar. Bayi berusia 42 hari ini dirawat intensif setelah suhu tubuhnya turun di bawah 30 derajat Celsius. Ahmed Abdel Khaleq, kepala departemen kesehatan anak Rumah Sakit Nasser, melaporkan sebagian besar tubuh Youssef telah berubah kebiruan akibat kekurangan oksigen (sianosis).

"Sejak awal musim dingin, 15 anak telah meninggal akibat efek cuaca dingin. Rumah sakit tidak mampu menangani kasus-kasus ini, baik karena hancurnya fasilitas maupun rusaknya peralatan di dalamnya," tutur Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Gaza, Munir al-Bursh, dilansir Washington Post. 

2. Israel masih halangi bantuan hunian ke Gaza

Ribuan bantuan tenda dan hunian saat ini masih tertahan di perlintasan Rafah dengan Mesir. Bantuan tersebut menunggu persetujuan Israel untuk memasuki wilayah Palestina yang terkepung. Israel sebelumnya telah setuju mengizinkan masuknya 60 ribu hunian darurat dan 200 ribu tenda ke Gaza sebagai bagian gencatan senjata, dilansir Middle East Eye.

Namun, baru 20 ribu tenda dan sedikit hunian darurat yang telah memasuki Gaza. Lebih parahnya, semua bantuan tempat tinggal tersebut tidak diperuntukkan bagi warga sipil. Kondisi ini memaksa keluarga pengungsi tinggal di tenda kain dan plastik yang tidak bisa melindungi mereka dari hujan atau udara dingin.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan 1,9 juta orang atau 90 persen populasi Gaza telah mengungsi akibat perang. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Gaza mencatat 92 persen tempat tinggal di Jalur Gaza rusak parah atau hancur akibat pengeboman Israel selama 15 bulan.

Sejak gencatan senjata memang terjadi peningkatan aliran bantuan, namun jumlah bantuan yang dibutuhkan masih jauh lebih besar. PBB, Uni Eropa, dan Bank Dunia memperkirakan Gaza membutuhkan lebih dari 50 miliar dolar AS atau sekitar Rp818 triliun untuk rekonstruksi.

3. Hamas tuduh Israel langgar kesepakatan gencata senjata

Hamas menuntut mediator untuk membantu menegakkan gencatan senjata.

"Kami meminta para mediator bertindak agar Israel mematuhi perjanjian gencatan senjata. Israel harus membuka akses bantuan kemanusiaan seperti tenda, alat pemanas, dan obat-obatan yang sangat dibutuhkan warga Gaza," tulis Hamas dalam pernyataannya, dilansir ABC News.

Petugas kesehatan juga turut meminta bantuan mediator, termasuk Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat (AS). Mereka berharap ketiga negara tersebut bisa mendorong Israel segera menyediakan tempat penampungan ditengah suhu malam Gaza yang semakin dingin.

PBB mencatat delapan bayi telah meninggal karena hipotermia di Gaza pada Desember lalu, sementara 74 anak meninggal karena kondisi musim dingin yang brutal.

"Kematian bayi-bayi Gaza akibat hipotermia bukan tragedi alam, melainkan krisis buatan manusia. Seandainya bantuan yang memadai, termasuk perlengkapan tempat berlindung, diizinkan masuk ke warga sipil dan rumah sakit, kematian ini sangat mungkin untuk dicegah," ujar Direktur Medical Aid for Palestinians Fikr Shalltoot. 

Selain di Gaza, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan adanya 694 serangan terhadap fasilitas kesehatan di Tepi Barat antara April dan Desember 2024. Serangan-serangan tersebut memperburuk kemampuan petugas medis dalam menangani pasien di wilayah itu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Leo Manik
EditorLeo Manik
Follow Us