Afrika Selatan Kecam Rwanda atas Konflik di RD Kongo

- Presiden Afrika Selatan memperingatkan Rwanda dan pemberontak M23 untuk menghentikan aksinya di RD Kongo bagian timur.
- Menteri Pertahanan Afsel menyatakan bahwa pemberontak M23 dan Rwanda telah mengakibatkan tewasnya warga sipil di RD Kongo dan tentara Afsel.
- Presiden Rwanda siap berkonfrontasi dengan Afsel, sementara pemberontak M23 siap mengambilalih pemerintahan di Goma.
Jakarta, IDN Times - Presiden Afrika Selatan (Afsel), Cyril Ramaphosa, pada Kamis (30/1/2025), memperingatkan Rwanda dan pemberontak M23 untuk menghentikan aksinya di Republik Demokratik (RD) Kongo bagian timur. Ia menyebut, lanjutan serangan sama dengan deklarasi perang.
Dalam beberapa hari terakhir, situasi di RD Kongo semakin mencekam usai pemberontak M23 berhasil merebut Goma. Aksi ini sebagai lanjutan dari konflik berkepanjangan di RD Kongo bagian timur yang diduga mendapatkan dukungan dari Rwanda.
1. Peringatkan Rwanda bahwa serangan di RD Kongo sama dengan deklarasi perang
Menteri Pertahanan Afsel, Angie Motshekga, mengatakan bahwa pemberontak M23 dan Rwanda yang telah mengakibatkan tewasnya warga sipil di RD Kongo dan tentara Afsel yang ditugaskan sebagai penjaga perdamaian.
"Presiden sudah memperingatkan Rwanda bahwa jika Anda terus melancarkan aksi kekerasan di RD Kongo bagian timur. Maka kami terpaksa akan mendeklarasikan perang dan kami harus mempertahankan warga kami," tuturnya, dikutip Financial Times.
Ia menambahkan, terdapat 13 tentara Afsel yang tewas tertembak dalam peperangan. Ia menyebut, militer Afsel sedang mengupayakan kesepakatan gencatan senjata sementara dengan pemberontak untuk mengambil jasad tentaranya.
Dalam beberapa hari terakhir, lebih dari 100 orang tewas dalam pertempuran di Goma. Bahkan, jutaan warga terpaksa mengungsi ke kota pesisir danai untuk menghindari konflik di area tersebut.
2. Kagame klaim Rwanda siap berperang dengan Afsel
Menanggapi pernyataan Ramaphosa, Presiden Rwanda Paul Kagame menyatakan bahwa negaranya siap berkonfrontasi dengan Afsel. Ia mengklaim bahwa Ramaphosa menyebarkan kebohongan dan menuding Rwanda tanpa bukti.
"Apa yang sudah dibicarakan oleh pejabat setempat di media Afrika Selatan dan Presiden Ramaphosa sendiri memiliki banyak penyimpangan, serangan kata-kata, dan bahkan kebohongan yang ditujukan kepada kami," terangnya, dilansir APA News.
Ia mengklaim bahwa tentara SADC Mission in the Democratic Republic of Congo (SAMIDRC) bukanlah penjaga perdamaian melainkan pasukan dukungan kepada pemerintah RD Kongo.
"Jika Afrika Selatan ingin berkontribusi pada perdamaian, maka ini baik. Namun, Afsel tidak berperan sebagai penjaga perdamaian atau mediator. Jika Afsel menginginkan konfrontasi, maka Rwanda sudah siap untuk menanggapinya kapan pun," tambahnya.
3. Rwanda desak RD Kongo berdialog dengan pemberontak M23
Menteri Luar Negeri (Menlu) Rwanda Olivier Nduhungirehe mendesak Presiden RD Kongo Felix Tshisekedi untuk berdialog dengan pemberontak M23 untuk mengakhir konflik di bagian timur negaranya.
Dilansir Africa News, Kagame sudah berbicara dengan Menlu AS Marco Rubio terkait konflik di RD Kongo. Ia meminta agar AS ikut memastikan persetujuan gencatan senjata di RD Kongo dan menyelesaikan akar permasalahan konflik tersebut.
Di sisi lain, pemberontak M23 mengatakan sudah siap mengambilalih pemerintahan di Goma. Mereka pun berniat membangun kembali dan mengembalikan situasi normal sehingga warga dapat kembali ke rumahnya masing-masing.