AS Nilai Rusia Beri Kompromi Besar untuk Akhiri Perang dengan Ukraina

- Rusia membuat kompromi besar dalam negosiasi penyelesaian perang dengan Ukraina.
- Putin mulai melunak dalam tuntutan awalnya, termasuk mengakui tidak bisa memasang rezim boneka di Kyiv dan menyetujui jaminan keamanan atas integritas teritorial Ukraina.
- Sanksi tambahan kemungkinan tidak cukup untuk membuat Rusia sepakat dengan gencatan senjata, Trump ingin memperjelas bahwa tekanan ekonomi akan terus digunakan demi mendorong perdamaian.
Jakarta, IDN Times – Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) JD Vance mengatakan, Rusia telah membuat kompromi besar dalam negosiasi penyelesaian perang dengan Ukraina. Walaupun belum ada tanda jelas konflik ini akan segera berakhir, namun AS melihat keseriusan Rusia.
Dalam wawancaranya di program Meet the Press NBC pada Minggu (24/8/2025), Vance menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin kini mulai melunak dalam sejumlah tuntutan awalnya.
“Saya pikir Rusia sudah membuat kompromi besar untuk Presiden Donald Trump, pertama kali dalam tiga setengah tahun konflik ini,” kata Vance, dikutip dari NBC News, Senin (25/8/2025).
“Mereka mengakui tidak akan bisa memasang rezim boneka di Kyiv. Dan yang paling penting, mereka sudah menyetujui adanya jaminan keamanan atas integritas teritorial Ukraina,” lanjut dia.
1. Rusia ingin Ukraina netral dan tinggalkan NATO

Perang Rusia–Ukraina yang meletus pada Februari 2022 telah menewaskan puluhan ribu orang. Syarat yang diajukan Putin untuk menghentikan serangan Rusia adalah Ukraina harus menyerahkan seluruh wilayah Donbas.
Rusia juga melarang Ukraina bergabung dengan NATO, tetap netral, dan tidak boleh menampung pasukan Barat.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menambahkan, jaminan keamanan Ukraina sebaiknya dijaga oleh kelompok negara anggota Dewan Keamanan PBB.
2. Trump tekan Rusia dengan ancaman sanksi

Pekan lalu, Trump kembali mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap Rusia jika tidak ada kemajuan menuju perdamaian dalam dua minggu. Hal ini disampaikannya hanya seminggu setelah bertemu Putin di Alaska.
Namun Vance mengakui, sanksi tambahan kemungkinan tidak akan cukup untuk membuat Rusia sepakat dengan gencatan senjata.
Vance mencontohkan langkah Trump yang bulan ini menaikkan tarif 25 persen pada produk India, sebagai bentuk hukuman atas pembelian minyak Rusia. Menurutnya, tekanan ekonomi semacam ini akan terus digunakan demi mendorong perdamaian.
“Trump ingin memperjelas, Rusia bisa kembali ke ekonomi dunia kalau mereka berhenti membunuh. Tapi kalau tidak, mereka akan tetap diisolasi,” beber Vance.
3. Zelenskyy ajak Putin bertemu

Di sisi lain, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menilai pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin merupakan cara paling efektif untuk maju mengakhiri perang. Harapan perdamaian Rusia-Ukraina seolah redup ketika Rusia menolak pertemuan langsung Putin dan Zelenskyy pada Jumat (22/8).
Akan tetapi, pada Minggu (24/8) Zelenskyy mengatakan bahwa format perundingan antarpemimpin adalah cara paling efektif untuk maju. Ia kembali menyerukan pertemuan puncak bilateral dengan Putin.
Sebelumnya, Menlu Rusia Sergei Lavrov menuduh negara-negara Barat mencari dalih untuk menghalangi negosiasi. Ia juga mengecam Zelensky karena Menuntut pertemuan dengan segera dengan segala cara.