AS Tangkap Pemimpin Grup Rasis Penyebar Teror di Telegram

- Departemen Kehakiman AS menangkap dua pemimpin kelompok supremasi kulit putih bernama Terrorgram.
- Keduanya diduga mempromosikan ideologi supremasi kulit putih, mendistribusikan instruksi pembuatan bom, dan menyusun daftar target potensial untuk pembunuhan.
- Terdakwa mendorong pengikut mereka untuk menyerang infrastruktur pemerintah dan fasilitas energi dengan tujuan memicu perang antar ras.
Jakarta, IDN Times - Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) mengumumkan penangkapan dua orang yang diduga memimpin kelompok supremasi kulit putih bernama Terrorgram pada Senin (9/9/2024). Kedua terdakwa dituduh menggunakan aplikasi pesan Telegram untuk mendorong kejahatan kebencian dan tindakan kekerasan terhadap minoritas, pejabat pemerintah, dan infrastruktur kritis di AS.
Terdakwa diidentifikasi sebagai Dallas Humber (34) dari Elk Grove, California dan Matthew Allison (37) dari Boise, Idaho. Keduanya kini menghadapi 15 tuduhan federal, termasuk menghasut pembunuhan pejabat federal, menghasut kejahatan kebencian, dan konspirasi untuk memberikan dukungan material kepada teroris.
"Tindakan hari ini menunjukkan dengan jelas bahwa departemen akan meminta pertanggungjawaban pelaku, termasuk mereka yang bersembunyi di balik layar komputer, dalam upaya melakukan kekerasan yang dimotivasi oleh prasangka," ucap Kristen Clarke, pejabat Departemen Kehakiman AS, dalam konferensi pers.
1. Terrorgram sebarkan daftar target pejabat pemerintah
Menurut dakwaan sepanjang 37 halaman yang dibuka pada Senin, Humber dan Allison dituduh memimpin Terrorgram, jaringan saluran dan grup chat di Telegram yang mempromosikan ideologi supremasi kulit putih. Keduanya didakwa mendistribusikan instruksi pembuatan bom dan daftar target potensial untuk pembunuhan.
Dilansir The Guardian, daftar target penting yang disusun oleh terdakwa termasuk seorang hakim federal, senator, dan mantan jaksa AS. Selain itu, pejabat negara bagian dan lokal, serta pemimpin perusahaan swasta dan organisasi non-pemerintah juga masuk dalam daftar tersebut.
"Risiko dan bahaya yang mereka timbulkan sangat serius. Jangkauan mereka seluas internet karena platform yang mereka ciptakan," kata Matthew Olsen, Asisten Jaksa Agung untuk Divisi Keamanan Nasional Departemen Kehakiman AS, dilansir Associated Press.
2. Kelompok rasis ingin picu perang antar ras
Terdakwa diduga memproduksi dokumen digital berjudul "Hard Reset" yang berisi ideologi kelompok dan instruksi untuk melakukan serangan teror. Dilansir BBC, kelompok ini mempromosikan paham supremasi kulit putih yang ekstrem. Paham ini berpusat pada keyakinan bahwa ras kulit putih lebih unggul dan kekerasan diperlukan untuk menciptakan negara yang hanya dihuni oleh orang kulit putih.
Terdakwa diduga mendorong pengikut mereka untuk menyerang infrastruktur pemerintah dan fasilitas energi dengan tujuan memicu perang antar ras. Humber dan Allison juga memproduksi film dokumenter berdurasi 24 menit berjudul "White Terror" yang memuji 105 tindakan kekerasan supremasi kulit putih antara tahun 1968 dan 2021.
Mereka menggunakan pernyataan seperti "Ambil Tindakan Sekarang" dan "Lakukan Bagian Anda" untuk memotivasi pengikut mereka.
3. Serangan di Slovakia dan Turki dikaitkan dengan kelompok ini
Pejabat AS menekankan bahwa tindakan terdakwa lebih dari sekadar inspirasional, tetapi berusaha menghasut serangan nyata. Beberapa serangan terkait telah dikaitkan dengan Terrorgram, termasuk penembakan yang menewaskan dua orang di bar LGBTQ+ di Slovakia pada Oktober 2022 dan penikaman lima orang di luar masjid di Turki bulan lalu.
Pihak berwenang AS juga berhasil menggagalkan serangan yang direncanakan terhadap fasilitas energi oleh seorang remaja berusia 18 tahun pada Juli. Penangkapan Humber dan Allison terjadi di tengah meningkatnya perhatian terhadap penggunaan Telegram untuk kegiatan kriminal dan ekstremis.
Departemen Kehakiman AS menyatakan bahwa mereka terus beradaptasi dan mengembangkan strategi untuk menghadapi kebencian, baik di jalanan maupun melalui platform online.
"Apakah dilakukan di jalan-jalan kita atau dilakukan melalui platform online, kami akan mengikuti fakta ke mana pun mereka mengarah dan menggunakan setiap alat yang tersedia untuk meminta pertanggungjawaban pelaku kebencian," tegas Kristen Clarke.