Awasi Perempuan Tak Berjilbab, Iran Pasang CCTV di Ruang Publik

Jakarta, IDN Times - Pihak berwenang Iran, pada Sabtu (8/4/2023), mengatakan bakal memasang kamera di tempat umum untuk mengindentifikasi dan menghukum perempuan yang tidak mengenakan jilbab.
Bagi mereka yang tertangkap tidak berjilbab, belum diketahui konsekuensinya. Namun, otoritas Iran mengatakan bahwa salah satu fondasi peradaban bangsa tersebut adalah perempuan berjilbab. Mereka mendesak pemilik bisnis untuk menegakkan peraturan berpakaian melalui pemeriksaan yang cermat.
1. Perlawanan terhadap aturan negara

Iran semakin memperketat aturan berjilbab untuk perempuan. Hal itu terjadi saat lebih banyak perempuan menentang undang-undang wajib jilbab, usai protes atas kematian Mahsa Amini yang meningggal dalam tahanan polisi karena tidak menutup kepalanya.
Dilansir The Week, ratusan perempuan Iran telah melakukan protes dengan melepas jlbab mereka. Namun, Kementerian Dalam Negeri tetap teguh dengan peraturan tersebut. Mereka juga mendesak masyarakat untuk menghadapi perempuan yang tidak mengenakan jilbab.
Di Iran, serangan terhadap perempuan tidak berjilbab di muka umum adalah hal biasa. Tapi para perempuan itu terus berupaya menentang hukum negara.
"Saya merasa bahwa kehadiran kami di jalan-jalan adalah tindakan perlawanan. Mempraktikkan kehidupan sehari-hari seperti yang kami inginkan adalah bagian dari revolusi kami," kata Ava, salah satu orang yang melakukan protes.
2. Polisi tidak akan mentolerir pelanggaran hukum jilbab
Dengan meningkatnya perempuan yang melepas jilbab, kepolisian Iran berusaha mengendalikannya dengan rencana memasang kamera di tempat umum dan jalan raya. Setelah mereka teridentifikasi, maka perempuan yang melanggar aturan akan menerima pesan peringatan tentang konsekuensinya.
Dilansir Al Jazeera, langkah itu memiliki tujuan utama mencegah perlawan terhadap hukum jilbab. Perlawanan semacam itu dinilai menodai citra spiritual negara dan menyebarkan ketidakamanan.
Polisi mengatakan tidak akan mentolerir perilaku dan tindakan individu atau kolektif apa pun yang melanggar hukum jilbab.
3. Penegakan hukum bukan solusi

Setelah Revolusi 1979, Iran memberlakukan hukum yang mewajibkan perempuan menutupi rambutnya, mengenakan pakaian panjang dan longgar. Bagi para pelanggar, mereka menghadapi teguran publik, denda atau penangkapan.
Pekan lalu, dilansir BBC, Presiden Iran Ebrahim Rahisi menegaskan kembali bahwa perempuan Iran harus mengenakan jilbab sebagai kebutuhan agama.
Namun Gholamhossein Mohseni-Ejei, kepala peradilan Iran, memperingatkan bahwa tindakan keras yang meluas kemungkinan bukan cara terbaik untuk mendorong perempuan mengikuti aturan.
"Masalah budaya harus diselesaikan dengan cara budaya. Jika kita ingin menyelesaikan masalah seperti itu dengan menangkap dan memenjarakan, biayanya akan meningkat dan kita tidak akan melihat efektivitas yang diinginkan," jelasnya.