Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bentrok, Penganut Yahudi Ultra Ortodoks Menolak Ikut Wajib Militer

newsnow.live

Tel Aviv, IDN Times - Warga dan Pemerintah Israel mulai terbelah dalam pendapat masing-masing mengenai wajib militer bagi penganut Yahudi Ultra-Ortodoks. Pada hari Selasa (12/03/2018), beberapa demonstran Yahudi Ultra-Ortodoks bentrok bersama polisi.

Hal ini menambah catatan panjang terjadinya bentrok antara kepolisian dan kelompok Yahudi Ultra-Ortodoks. Mereka mengadakan protes terhadap pengadilan Israel yang menangkap pimpinan mereka, di mana ia menolak untuk ikut wajib militer, seperti yang dilansir dari Reuters.

1. Pengecualian khusus Yahudi Ultra-Ortodoks mulai dihapus oleh Pemerintah Israel

Times of Israel

Aksi penolakan oleh Yahudi Ultra-Ortodoks ini muncul setelah pemerintah meminta kepada mereka untuk ikut ambil bagian dalam wajib militer. Yahudi Ultra-Ortodoks menganggap bahwa Pemerintah Israel sudah bertindak terlalu jauh, dan mulai melanggar pengecualian khusus yang hanya dimiliki oleh kelompok mereka.

Dalam hukum dan konstitusi Israel, memang dibenarkan bahwa kelompok Yahudi Ultra-Ortodoks mendapatkan pengecualian khusus untuk tidak ikut wajib militer, karena perbedaan pandangan dan keyakinan.

Sejak beberapa tahun lalu, Pemerintah Israel secara pelan-pelan mulai menghapus pengecualian khusus tersebut. Sehingga semua warga Israel dapat ikut serta dalam wajib militer negara mereka. Israel adalah negara yang mewajibkan warga negaranya ikut wajib militer setelah umur mereka menyentuh 18 tahun.

Baik laki-laki atau perempuan ikut serta, dan masa waktu wajib militer berlangsung selama 2-3 tahun. Untuk menanggapi berbagai aksi protes yang terjadi, Parlemen Israel mengadakan pengambilan suara pada hari Selasa (12/03/2018) untuk "menghapus atau membiarkan pengecualian khusus dari kelompok Yahudi Ultra-Ortodoks".

2. Kelompok Yahudi Ultra-Ortodoks menginginkan jalan religius bagi penganutnya

Times of Israel

Pemberian pengecualian khusus bagi kelompok mereka bermula, karena ajaran yang dianut sangat berbeda dengan paham Yahudi modern. Yahudi Ultra-Ortodoks tidak mengenal adanya perang maupun konflik dengan siapapun, dan selalu mendukung upaya perdamaian.

Bagi mereka, wajib militer adalah hal yang sangat 'haram' untuk dilakukan, karena telah melanggar tujuan hidup yaitu mengabdi kepada Tuhan. Beberapa pimpinan Yahudi Ultra-Ortodoks terpaksa ditangkap oleh polisi dan dijebloskan ke penjara, karena menolak wajib militer mereka.

Aksi penangkapan ini membuat para pengikut Yahudi Ultra-Ortodoks terpaksa harus meningkatkan aksi protes mereka agar pimpinan keagamaan mereka dapat dilepaskan. Bahkan beberapa dari mereka, ikut masuk ke penjara. Karena dianggap telah mengganggu kepentingan umum serta bentrok bersama polisi.

Yahudi Ultra-Ortodoks yakin bahwa semua pengikutnya harus menjadi seorang ksatria religius bukan ksatria perang, dan masih banyak cara yang dapat dilakukan untuk membela negara ketimbang ikut wajib militer, seperti menjadi seorang guru dan lainnya.

3. Israel yang begitu kuat di mata internasional, tetapi mulai retak dari dalam

Al Jazeera

Mungkin di mata banyak orang, Israel merupakan negara yang sangat stabil dan kuat di dunia. Jika dilihat dari konteks "kuat dan stabil", sangat tidak diragukan kekuatan militer, ekonomi, dan teknologi mereka berada di atas rata-rata.

Tetapi konteks tersebut mulai tidak berlaku, setelah maraknya perpecahan pendapat maupun aksi protes yang dilakukan untuk melawan kebijakan Pemerintah. Warga Israel yang semakin kritis terhadap pemerintahan, melihat bahwa eksploitasi yang dilakukan Pemerintah mereka terhadap warganya sendiri telah membuat banyak orang menderita.

Ditambah lagi dengan rencana penghapusan hak pengecualian khusus bagi kelompok Yahudi Ultra-Ortodoks. Hal ini telah memicu ketidakstabilan baru bagi Israel, dilansir dari Haaretz.com. Menurut survei tidak semua orang menolak kebijakan ini.

Hanya pro dan kontra terus bermunculan, tidak melihat apakah ia yang berpendapat beragama Islam, Yahudi, Kristen, maupun Katolik, di Israel semua memiliki kekuatan suara yang sama, meski negara yang berorientasi pada Yahudi sepenuhnya.

Apabila penolakan terhadap pemerintahan terus terjadi, Israel akan pecah dengan sendirinya dan kejayaan yang didambakan akan hilang sepenuhnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Karl Gading S.
EditorKarl Gading S.
Follow Us