Bolsonaro Dituduh Rencanakan Kudeta Usai Kalah Pemilu Brasil 2022

Jakarta, IDN Times - Kepolisian Federal Brasil mengungkap bukti keterlibatan mantan Presiden Jair Bolsonaro dalam rencana kudeta saat kekalahannya di pemilu 2022. Hal tersebut tertuang dalam laporan setebal 884 halaman yang dirilis pada Selasa (26/3/2024).
Bolsonaro dan 36 orang lainnya melakukan kudeta untuk mempertahankan kekuasaan setelah kalah dari Presiden Luiz Inácio Lula da Silva. Rencana kudeta seharusnya dilaksanakan pada 15 Desember 2022, dua minggu sebelum pelantikan Lula sebagai presiden terpilih.
"Bukti-bukti yang terkumpul dalam investigasi menunjukkan secara jelas bahwa Jair Messias Bolsonaro merencanakan, bertindak, dan mengetahui langsung aksi organisasi kriminal yang bertujuan melancarkan kudeta dan menghancurkan demokrasi. Rencana ini gagal karena faktor di luar kendalinya," tulis dokumen tersebut, dikutip dari AP.
1. Detail rencana kudeta
Polisi Brasil menemukan bukti pertemuan rahasia Bolsonaro dengan para komandan angkatan bersenjata pada Desember 2022. Pertemuan membahas draft dekret untuk menyelidiki dugaan kecurangan pemilu serta menangguhkan kewenangan pengadilan pemilu.
Tim investigasi mengungkapkan, rencana kudeta gagal karena penolakan dari Komandan Angkatan Darat dan Angkatan Udara Brasil. Komandan Angkatan Laut dilaporkan bersedia mendukung rencana tersebut, namun dukungan tidak cukup kuat untuk melancarkan kudeta.
Rekaman audio yang bocor memperlihatkan percakapan perwira tinggi militer terkait rencana penggulingan pemerintahan terpilih. Kolonel Roberto Raimundo Criscuoli tercatat berbicara dengan Brigadir Jenderal Mario Fernandes soal kemungkinan perang saudara.
"Kami punya pembenaran untuk perang saudara sekarang. Rakyat ada di jalanan. Kami punya dukungan besar," ujar Criscuoli dalam rekaman tersebut, dikutip dari Al Jazeera.
Jika rencana berhasil, mantan Menteri Pertahanan Brasil, Braga Netto, dan mantan Kepala Keamanan Nasional, Augusto Heleno, seharusnya memimpin kabinet darurat. Kabinet ini bertanggung jawab mengambil alih pemerintahan setelah kudeta terlaksana.
2. Presiden Lula jadi target pembunuhan
Para konspirator juga merancang rencana cadangan untuk mengantisipasi kegagalan kudeta. Salah satunya adalah rencana pembunuhan hakim Mahkamah Agung Brasil, Alexandre de Moraes, pada 15 Desember 2022.
Laporan polisi menyebut enam anggota kelompok pro-Bolsonaro menempati posisi strategis di dekat kediaman resmi Moraes dan gedung Mahkamah Agung. Namun, rencana tersebut dibatalkan di menit-menit terakhir.
Tim investigasi menemukan file presentasi berisi rencana pelarian Bolsonaro dalam laptop ajudannya, Mauro Cid. Rencana ini mencakup jalur pelarian, titik pengamanan, serta penggunaan senjata untuk memastikan keselamatan sang mantan presiden.
Bolsonaro akhirnya memilih terbang ke Amerika Serikat (AS) beberapa hari sebelum pelantikan Lula. Polisi menyatakan kepergiannya merupakan bagian dari rencana untuk menghindari penangkapan terkait konspirasi.
Polisi juga mengungkap rencana pembunuhan Presiden Lula dan Wakil Presiden Geraldo Alckmin menggunakan racun. Bolsonaro disebut mengetahui rencana ini.
3. Terancam hukuman penjara minimal 11 tahun
Jaksa Agung Brasil Paulo Gonet akan menjadi penentu nasib hukum Bolsonaro. Mantan presiden ini menghadapi tiga tuduhan serius, yaitu upaya kudeta, penghancuran sistem hukum negara, dan pembentukan kelompok kriminal.
Profesor hukum Rodrigo Rios dari Universitas PUC, Curitiba, menilai masa depan Bolsonaro terlihat suram. Dia mengingatkan bahwa seorang perempuan pelaku serangan ke Mahkamah Agung saja bisa dijatuhi hukuman 17 tahun penjara. Bolsonaro sendiri terancam hukuman minimal 11 tahun penjara jika terbukti bersalah atas semua tuduhan.
Putra Bolsonaro, Senator Flavio Bolsonaro, telah meminta amnesti untuk ayahnya dan para pendukungnya pada Selasa malam. Menurutnya, amnesti adalah jalan untuk menormalkan keadaan. Sementara itu, Bolsonaro berulang kali membantah tuduhan tersebut.
"Saya tidak pernah membahas kudeta dengan siapapun. Jika seseorang datang dan berbicara kepada saya tentang kudeta, saya akan bertanya pada mereka: 'Bagaimana dengan hari berikutnya? Apa yang akan dunia lakukan?" ujarnya, dilansir dari The Guardian.