Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Houthi Kian Mengancam, AS Kirim Rudal Patriot ke Arab Saudi

Ilustrasi perlengkapan militer (Pixabay/LCharn)

Jakarta, IDN Times - Amerika Serikat (AS) mengirim rudal andalan Patriot ke Arab Saudi. Pengiriman itu sempat tertunda beberapa waktu dan Riyadh telah menagihnya sejak akhir tahun lalu.

Sejauh ini tidak ada informasi rinci mengenai jumlah rudal Patriot yang dikirim. Rudal itu disebut akan digunakan oleh Saudi sebagai alutsista pencegat atas serangan kelompok Houthi Yaman, yang menargetkan fasilitas minyak dan menyebabkan pengurangan produksi.

Di tengah ketegangan perang Rusia-Ukraina, Saudi yang kaya minyak telah didesak untuk meningkatkan produksi minyaknya. Kemungkinan permintaan itu untuk memberi suplai ke negara-negara Eropa yang selama ini telah bergantung dari Moskow dan untuk menstabilkan harga.

Tapi, Saudi sementara ini menolak untuk menambah produksi minyak tersebut.

1. AS kirim rudal pertahanan canggih ke Saudi

ilustrasi rudal (Twitter.com/Missile Defense Advocacy Alliance)

Kelompok Houthi Yaman, yang dituduh mendapat dukungan dari Iran, telah beberapa kali melakukan serangan lintas batas. Mereka menggunakan teknologi drone dan rudal balistik untuk menargetkan beberapa lokasi di Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA).

Saudi memiliki rudal pencegat Patriot produksi AS untuk menangkisnya. Tapi akhir tahun lalu, Riyadh mendesak Washington untuk mengirim tambahan rudal karena mereka sudah hampir kehabisan amunisi. Sementara AS saat itu menolak untuk mengirim, keputusan yang memicu ketegangan dengan Saudi. 

Dilansir Middle East Eye Monitor, AS pada akhirnya mengirim rudal andalannya. Pengiriman dilakukan bulan lalu dan baru diketahui kabarnya ke publik pada bulan ini. Langkah tersebut dinilai sebagai upaya Presiden Joe Biden untuk meyakinkan sekutunya di Teluk bahwa AS tetap mendukung mereka. 

Hubungan AS-Saudi telah mengalami ketegangan. Pemerintahan Biden sebelumnya menolak berurusan dengan Putra Mahkota Mohammed Bin Salman (MBS) terkait kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi. Biden juga membatalkan keputusan mantan Presiden Donald Trump yang memasukkan kelompok Houthi dalam daftar organisasi teroris. Keputusan itu membuat Riyadh kecewa.

2. Houthi lancarkan serangan ke fasilitas minyak di Saudi

Saudi merupakan kekuatan utama yang membantu pemerintahan resmi Yaman melawan pejuang Houthi. Intervensi Saudi di Yaman sejak 2015 kini menemui jalan buntu, dengan Houthi yang semakin berani melancarkan serangan langsung ke Saudi.

Pada Minggu (20/3/22), penasihat keamanan Gedung Putih Jake Sullivan mengutuk serangan Houthi ke fasilitas minyak di Saudi. Dilansir Associated Press, serangan dengan drone dan rudal yang diduga buatan Iran itu telah memicu kebakaran di salah satu lokasi, sehingga membuat Riyadh memotong produksi minyak di tempat lainnya.

Dikutip dari Reuters, Yanbu Aramco Sinopec Refining Company, perusahaan patungan antara Saudi Aramco dan Sinopec China, mengatakan "serangan terhadap fasilitas Yasref telah menyebabkan pengurangan sementara dalam produksi kilang, yang akan dikompensasikan dari inventaris."

Di tengah ketegangan perang Rusia-Ukraina, harga minyak mulai merangkak naik. Rusia adalah salah satu pengekspor utama selain Saudi. Dan negara-negara Eropa telah lama bergantung pasokan dari Rusia. Riyadh, di sisi lain, telah didesak untuk meningkatkan produksinya tapi terus menghadapi ancaman serangan dari Houthi.

3. AS sepakat menjual senjata ke Timur Tengah

Ilustrasi (Twitter.com/Department of Defense)

Rudal Patriot yang diminta oleh Saudi ke AS adalah salah satu sistem rudal permukaan ke udara yang canggih. Rudal itu dibuat oleh Raytheon di Massachusetts dan Lockheed Martin Missiles and Fire Control di Florida.

Menurut Army Technology, Patriot memiliki jangkauan pertahanan sampai 70 kilometer dengan ketinggian sampai 24 kilometer. Patriot telah beroperasi di negara-negara sekutu AS, di antaranya Jerman, Yunani, Israel, Jepang, Kuwait, Belanda, Korea Selatan, Polandia, Swedia, Qatar, Uni Emirat Arab, Rumania, Spanyol, Taiwan, dan Arab Saudi.

Menurut para pengamat, AS telah mulai memindahkan fokusnya dari Timur Tengah menuju Asia Pasifik karena ancaman China yang semakin menguat. Meski begitu, pada Februari lalu, Washington sepakat untuk tetap menjual senjatanya ke negara-negara Timur Tengah.

Dilansir Al Jazeera, Departemen Luar Negeri AS mengatakan akan terus mendukung kemampuan pertahanan di kawasan, terutama AS dan UAE. Departemen juga menekankan penjualan senjata adalah salah satu jalan dukungan tersebut.

Sepanjang 2016-2020, Saudi adalah salah satu importir senjata terbesar dari AS. Sebanyak 79 persen impor senjata Riyadh dari AS, sedangkan sisanya dari Inggris, Prancis, dan lainnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us