Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

ICC: Tentara Sudan dan Pemberontak Lakukan Kejahatan Perang di Darfur

ilustrasi tentara (unsplash.com/Pawel Janiak)

Jakarta, IDN Times - Kepala jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), pada Senin (29/1/2024), mengatakan tentara Sudan dan pasukan paramiliter saingannya telah melakukan kejahatan perang di Darfur.

Karim Khan, yang baru-baru ini mengunjungi kamp-kamp pengungsi di negara tetangga Chad yang menampung puluhan ribu pengungsi dari Darfur, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa kekejaman di Darfur akan terlupakan.

“Mereka menginginkan keadilan dan mereka melihat ICC adalah sarana yang sangat penting untuk memastikan bahwa mereka tidak dilupakan, atau tenggelam tanpa terlihat dan tidak terdengar," kata Khan kepada Dewan Keamanan (DK) PBB.

Dia mendesak pemerintah Sudan yang dipimpin militer untuk memberikan visa masuk ganda kepada penyelidik ICC dan menanggapi 35 permintaan bantuan, dilansir Associated Press.

1. Darfur telah mengalami konflik sejak 2003

Sudan terjerumus ke dalam kekacauan pada April lalu, ketika ketegangan yang telah berlangsung lama antara militer, yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF), yang dipimpin oleh Mohamed Hamdan “Hemedti” Dagalo, menjadi pertempuran di ibu kota, Khartoum, dan daerah lainnya. .

Adapun konflik di Darfur telah dimulai sejak 2003, ketika pemberontak dari komunitas etnis Afrika sub-Sahara di wilayah tersebut melancarkan pemberontakan. Mereka menuduh pemerintah yang didominasi Arab di Khartoum melakukan diskriminasi dan pengabaian.

Pemerintahan Presiden Omar al-Bashir kemudian menanggapinya dengan pengeboman udara dan mengerahkan milisi Arab nomaden lokal, atau juga dikenal sebagai Janjaweed, yang dituduh melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan. Sebanyak 300 ribu orang terbunuh dan 2,7 juta lainnya terpaksa mengungsi dari rumah mereka.

Pada 2005, Dewan Keamanan merujuk situasi di Darfur ke ICC. Jaksa Khan mengatakan bahwa pengadilan masih memiliki mandat berdasarkan resolusi tersebut untuk menyelidiki kejahatan di Darfur.

"Berdasarkan pekerjaan kantor saya, ini adalah temuan saya yang jelas, penilaian saya yang jelas, bahwa ada alasan untuk percaya bahwa saat ini kejahatan Statuta Roma sedang dilakukan di Darfur baik oleh angkatan bersenjata Sudan maupun Pasukan Dukungan Cepat dan kelompok afiliasinya," kata Khan. 

Statuta Roma, yang mengatur tentang Mahkamah Pidana Internasional, mempunyai kewenangan untuk mengadili kejahatan serius, termasuk genosida, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

2. Sekitar 12 ribu orang telah terbunuh di Sudan pada akhir 2023

Gelombang kekerasan terbaru telah menyebabkan hampir separuh dari 49 juta penduduk Sudan membutuhkan bantuan, dan lebih dari 7,5 juta orang mengungsi. PBB melaporkan bahwa 12 ribu orang telah terbunuh pada akhir 2023, namun jumlah kematian sebenarnya diyakini lebih tinggi.

Khan memperingatkan bahwa dunia harus menghadapi kebenaran yang buruk sehubungan dengan kegagalannya dalam menangani konflik sebelumnya.

“Kegagalan komunitas internasional untuk melaksanakan perintah yang telah dikeluarkan oleh hakim independen ICC telah memperkuat iklim impunitas dan pecahnya kekerasan yang dimulai pada bulan April dan berlanjut hingga saat ini,” katanya.

“Tanpa keadilan atas kekejaman di masa lalu, kebenaran yang tidak dapat dihindari adalah kita mengutuk generasi saat ini, dan jika kita tidak melakukan apa pun sekarang, kita akan mengutuk generasi mendatang untuk mengalami nasib yang sama," tambah dia. 

Menanggapi klaim tersebut, Duta Besar Sudan untuk PBB Al-Harith Idriss al-Harith Mohamed menegaskan bahwa pemerintah telah bekerja sama dengan kantor kejaksaan dan sedang menunggu kunjungan Khan. Dia menuduh ICC tidak mempertimbangkan keterlibatan strategis dan realitas operasional di lapangan.

Mohamed mengatakan, RSF telah melakukan serangan sistematis dan berskala besar yang bertujuan mendorong pembersihan etnis dan pembunuhan identitas terhadap komunitas etnis Masalit di Darfur. Dia menyerahkan pada jaksa untuk menentukan apakah tindakan tersebut merupakan genosida.

Duta Besar Sudan menambahkan, angkatan bersenjata tidak menyerukan perang, namun dipaksa untuk membela negara. Dia mengklaim bahwa militer berupaya keras untuk meminimalkan kerusakan tambahan dan mematuhi hukum perang.

3. Jaksa sebut ada kemajuan dalam kasus ICC terhadap mantan Presiden al-Bashir

Pada April lalu, sidang ICC pertama yang menangani kekejaman yang dilakukan oleh pasukan yang didukung pemerintah Sudan di Darfur, dimulai di Den Haag, Belanda.

Terdakwa, pemimpin Janjaweed Ali Muhammad Ali Abd-Al-Rahman, atau juga juga dikenal sebagai Ali Kushayb, mengaku tidak bersalah atas 31 dakwaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Khan mengatakan kepada dewan bahwa telah terjadi kemajuan dalam kasus ICC terhadap mantan Presiden al-Bashir dan dua pejabat senior keamanan pemerintah selama konflik Darfur tahun 2003, yaitu Abdel-Rahim Muhammad Hussein dan Ahmed Haroun.

“Kami telah menerima bukti yang semakin memperkuat kasus-kasus tersebut,” kata Khan.

Ketiganya tidak pernah diserahkan ke ICC, dan keberadaan mereka selama konflik di Sudan saat ini masih belum diketahui.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fatimah
EditorFatimah
Follow Us