Indonesia Tekankan Pentingnya Aksi Global untuk Rohingya di Myanmar

- Krisis Rohingya tak terpisahkan dari konflik Myanmar
- Rohingya rentan dieksploitasi jaringan kriminal
- Indonesia desak negara maju buka pintu pemukiman kembali
Jakarta, IDN Times – Menteri Luar Negeri (Menlu) Republik Indonesia, Sugiono menegaskan pentingnya kerja sama global untuk menyelesaikan krisis yang menimpa etnis Rohingya. Pernyataan itu ia sampaikan saat menghadiri High Level Conference on the Situation of Rohingya Muslims and Other Minorities in Myanmar yang digelar di sela Sidang Majelis Umum PBB ke-80 di New York, Selasa (30/9).
Dalam konferensi itu, Menlu Sugiono menekankan, tragedi yang dialami Rohingya tak bisa dilepaskan dari krisis politik di Myanmar. Penyelesaian jangka panjang, kata dia, hanya dapat dilakukan jika akar masalah benar-benar ditangani.
Indonesia, lanjutnya, konsisten mendorong agar krisis Myanmar diselesaikan melalui dialog inklusif dan pendekatan damai, sesuai dengan Five-Point Consensus (5PC) yang sudah menjadi komitmen ASEAN. Sugiono juga mengingatkan, masalah Rohingya bukan hanya persoalan Myanmar atau kawasan Asia Tenggara semata, tetapi merupakan tanggung jawab internasional.
“Komunitas internasional harus berbagi tanggung jawab,” ujarnya, dikutip dari pernyataan Kemlu RI, Rabu (1/10/2025).
1. Krisis Rohingya tak terpisahkan dari konflik Myanmar

Menlu Sugiono menyebut, penderitaan Rohingya tidak bisa dilihat secara terpisah dari krisis politik dan kemanusiaan di Myanmar. Menurutnya, langkah parsial hanya akan memperpanjang konflik.
“Penyelesaian menyeluruh hanya dapat dicapai dengan mengatasi akar permasalahan melalui dialog inklusif, sejalan dengan Five-Point Consensus,” ujar Sugiono.
Konsensus itu, yang disepakati ASEAN sejak 2021, menekankan penghentian kekerasan, dialog damai, dan bantuan kemanusiaan. Namun, hingga kini implementasinya masih menghadapi banyak hambatan. Indonesia, tegas Sugiono, akan terus memainkan peran sebagai fasilitator dialog, sembari mendorong keterlibatan semua pihak yang berkepentingan.
2. Rohingya rentan dieksploitasi jaringan kriminal

Dalam forum PBB tersebut, Sugiono juga menyoroti kerentanan pengungsi Rohingya yang semakin dimanfaatkan jaringan kejahatan transnasional. Ia menyebut, banyak pengungsi Rohingya menjadi korban perdagangan orang dan penyelundupan manusia.
“Indonesia akan bertindak tegas terhadap jaringan kriminal tersebut, namun tidak ada satu negara pun yang dapat bertindak sendirian,” katanya.
Untuk itu, ia menekankan pentingnya penguatan ASEAN dan Bali Process sebagai platform kawasan dalam menghadapi migrasi ireguler serta melindungi kelompok rentan. Langkah kolaboratif ini dinilai penting agar pengungsi tidak terus terjebak dalam lingkaran eksploitasi yang membahayakan keselamatan mereka.
3. Indonesia desak negara maju buka pintu pemukiman kembali

Sugiono menegaskan, krisis Rohingya sudah berlangsung terlalu lama tanpa kepastian. Delapan tahun terakhir, ratusan ribu orang Rohingya hidup dalam kondisi serba terbatas di kamp pengungsian.
“Sudah delapan tahun pengungsi Rohingya berada dalam ketidakpastian. Kita tidak boleh membiarkan ini berubah menjadi dekade keputusasaan,” ucapnya.
Indonesia menyerukan negara-negara pihak Konvensi Pengungsi 1951, terutama negara maju, untuk membuka pintu lebih lebar melalui program pemukiman kembali (resettlement) di negara ketiga. Selain itu, koordinasi dengan UNHCR, UNODC, dan IOM disebut perlu diperkuat untuk memberikan dukungan berkelanjutan bagi negara yang menampung pengungsi, termasuk Indonesia sendiri.