Bahlil Sebut Polri-Jaksa Aktif Bantu Perkuat Kinerja Kementerian ESDM

- Bahlil menyebut polisi aktif membantu Kementerian ESDM
- Menanti perkembangan dari Menteri PANRB, Menteri Hukum, dan Mendagri soal putusan MK
- MK kabulkan permohonan uji materiil UU Polri
Jakarta, IDN Times - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menegaskan, keberadaan aparat penegak hukum, baik polisi maupun jaksa aktif di lingkungan kementeriannya sangat membantu karena memperkuat sistem pengawasan dan penegakan aturan.
Hal tersebut disampaikan Bahlil saat menanggapi soal Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta agar polisi aktif tidak menduduki jabatan sipil.
“Sangat, sangat (membantu). Polisi aktif, kemudian jaksa aktif. Jaksa juga kan ada di kantor kami. Dirjen Gakkum kan dari jaksa. Dan saya pikir ini sebuah kolaborasi yang baik dan sangat membantu,” kata dia saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2025).
1. Ada sejumlah polisi aktif yang bertugas di Kementerian ESDM

Bahlil mengatakan, saat ini terdapat sejumlah personel Polri yang bertugas di Kementerian ESDM, termasuk Inspektur Jenderal yang berpangkat Komisaris Jenderal. Ia menegaskan, posisi tersebut berjalan sesuai aturan yang berlaku.
“Di ESDM ada beberapa anggota dari Polri, termasuk Inspektur Jenderal kita. Itu pangkatnya Bintang 3 atau apa namanya, komjen ya,” ujarnya.
2. Menanti perkembangan dari Menteri PANRB, Menteri Hukum, dan Mendagri soal putusan Mk

Lebih lanjut Bahlil menuturkan, terkait nasib polisi aktif yang bertugas di kementeriannya, ia menanti perkembangan dari Menteri PANRB, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Hukum.
"Dan setelah ada keputusan MK, nanti kita lihat perkembangan apa yang menjadi kajian dari Menpan RB, kemudian dari Mendagri, kemudian dari Menteri Hukum. Apa yang menjadi kajian, setelah itu, baru kami akan ikuti," imbuhnya.
3. MK kabulkan permohonan uji materiil UU Polri

Sebelumnya, MK mengabulkan secara keseluruhan permohonan uji materiil Pasal 28 ayat 3 dan Penjelasan Pasal 28 ayat 3 UU Polri. Permohonan yang teregister dengan nomor 114/PUU-XXIII/2025 itu berkaitan dengan penugasan anggota Polri di luar kepolisian. Putusan ini menegaskan, Kapolri tak bisa arahkan polisi aktif duduki jabatan sipil.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Utama, MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025).
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan, Hakim MK, Ridwan Mansyur menjelaskan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat 3 UU Polri sama sekali tidak memperjelas norma Pasal 28 ayat 3.
“Yang mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan terhadap norma dimaksud,” kata Ridwan.
MK berpandangan, hal tersebut berdampak pada ketidakpastian hukum dalam pengisian bagi anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian dan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier ASN yang berada di luar institusi kepolisian.
Adapun, perkara ini dimohonkan oleh Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite. Syamsul Jahidin merupakan mahasiswa doktoral sekaligus advokat. Sedangkan Christian Adrianus Sihite adalah lulusan sarjana ilmu hukum yang belum mendapatkan pekerjaan yang layak.
Pasal 28 ayat 3 UU Polri menyatakan, “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian." Penjelasan Pasal 28 ayat 3 UU Polri menyatakan, “Yang dimaksud dengan ‘jabatan di luar kepolisian’ adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri."
Dalam persidangan sebelumnya di MK pada Selasa (29/7/2025), Syamsul mengatakan, terdapat anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan sipil pada struktur organisasi di luar Polri, di antaranya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Sekjen Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, Kepala BNPT. Para anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan tersebut tanpa melalui proses pengunduran diri atau pensiun. Hal demikian sejatinya bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi dalam pelayanan publik, serta merugikan hak konstitusional para Pemohon sebagai warga negara dan profesional sipil untuk mendapat perlakuan setara dalam pengisian jabatan publik.
Menurutnya, tidak adanya pembatasan yang pasti terkait dengan penjelasan dalam aturan hukum tersebut memberikan celah bagi anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan sipil tanpa melepaskan status keanggotaannya secara definitif. Pasal 28 ayat 3 UU Polri telah menciptakan ketidaksetaraan dalam hukum dan pemerintahan, sehingga melanggar prinsip persamaan di hadapan hukum dan mengabaikan hak atas kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Norma tersebut secara substantif menciptakan dwifungsi Polri karena bertindak sebagai keamanan negara dan juga memiliki peran dalam pemerintahan, birokrasi, dan kehidupan sosial masyarakat.
Untuk itu, para Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat 3 UU Polri bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat.

















