Jepang Mulai Berlakukan Regulasi Suaka yang Lebih Ketat

Jakarta, IDN Times - Jepang mulai memberlakukan revisi Undang-Undang (UU) tentang Pengawasan Imigrasi dan Pengakuan Pengungsi pada Senin (10/6/2024).
Dengan regulasi tersebut, warga negara asing yang telah mengajukan permohonan suaka sebanyak tiga kali atau lebih kini berisiko dideportasi, kecuali mempunyai alasan yang masuk akal guna mendukung permohonan mereka untuk tetap tinggal di Negeri Sakura.
Sebelumnya, Jepang tidak dapat mendeportasi warga negara asing yang permohonan status pengungsinya sedang diproses. Namun, perubahan tersebut dilakukan karena pihak berwenang meyakini bahwa sistem tersebut disalahgunakan oleh mereka yang telah berulang kali mengajukan permohonan dalam upaya untuk tetap tinggal di Jepang, Kyodo News melaporkan.
1. Pencari suaka yang gagal dalam permohonannya, ogah kembali ke negara asal
Peraturan imigrasi tersebut kini memperbolehkan pencari suaka untuk tinggal di luar fasilitas imigrasi di bawah pengawasan anggota keluarga atau pendukung, bukan di fasilitas penahanan. Diharapkan, hal ini dapat memastikan pemohon tidak melarikan diri ke masyarakat.
Badan Layanan Imigrasi Jepang mengatakan, mereka telah menyaksikan penahanan dan pemeriksaan yang berkepanjangan terhadap para pencari suaka yang menolak untuk meninggalkan Negeri Sakura menuju negara asal mereka.
"Situasi saat ini menyulitkan mereka yang benar-benar membutuhkan perlindungan," kata badan tersebut, dikutip dari NHK News.
Badan tersebut melaporkan, Jepang telah memberikan status pengungsi kepada 303 orang pada 2023, di mana 5 diantaranya telah mengajukan permohonan lebih dari satu kali. Sebanyak 3 dari 5 orang tersebut berhasil pada permohonan ketiga mereka.
2. UU yang baru direvisi ini mendapat kritikan

Di sisi lain, kelompok yang mendukung orang asing, Japan Association for Refugees (JAR) menyuarakan kelemahan dalam UU yang direvisi tersebut.
Menurutnya, regulasi itu gagal memastikan transparansi dan keadilan yang memadai pada proses pemeriksaan suaka di Jepang, yang sesuai dengan standar internasional. Mereka menambahkan, UU tersebut justru dapat meningkatkan risiko pelamar menghadapi penganiayaan setelah repatriasi.
"Kami sangat khawatir bahwa penegakan UU ini akan memungkinkan para pencari suaka yang melarikan diri ke Jepang untuk dideportasi. Hal ini membahayakan nyawa dan keselamatan mereka," kata JAR, dikutip dari The Straits Times.
3. Jumlah pencari suaka di Jepang meningkat pesat sejak 2022

Pada 2023, dilaporkan sebanyak 13.823 orang mencari suaka di Jepang. Angka tersebut merupakan rekor tertinggi kedua dalam catatan. Jumlahnya pun meningkat pesat sejak 2022, ketika negara ini secara bertahap mencabut kontrol perbatasan terhadap COVID-19.
Tercatat, lebih dari 2 ribu warga Ukraina tinggal di Jepang, di bawah kerangka kerja khusus yang mengakui mereka sebagai pengungsi.
Meski begitu, negara dengan perekonomian terbesar keempat di dunia ini telah lama dikritik karena rendahnya jumlah permohonan suaka yang diterima, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya. Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa biasanya menerima lebih dari 10 ribu pencari suaka setiap tahunnya.