Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jepang Rilis Data yang Mengkhawatirkan soal Angka Kelahiran

ilustrasi kelahiran (unsplash.com/@joshuaryanphoto)
ilustrasi kelahiran (unsplash.com/@joshuaryanphoto)
Intinya sih...
  • Angka kelahiran di Jepang terus menurun, mencapai 350.074 kelahiran antara Januari dan Juni, penurunan hampir 6 persen dibandingkan tahun lalu.

Jakarta, IDN Times - Angka kelahiran di Jepang terus menurun pada paruh pertama tahun ini, memperdalam tren yang menurut Tokyo tidak akan bisa diubah lagi pada dekade berikutnya.

Negara dengan kekuaran ekonomi terbesar kedua di Asia ini menghadapi tantangan demografis yang serius, dengan populasi warga yang menua yang diperkirakan akan membebani kesejahteraan sosial dan mengancam sejumlah industri, termasuk pendidikan. Pemerintah nasional dan daerah telah memperkenalkan langkah-langkah seperti peningkatan pengeluaran untuk perawatan anak dan reformasi imigrasi untuk mengatasi krisis ini.

1. Jepang mencatat 350.074 kelahiran antara Januari dan Juni, penurunan hampir 6 persen dibandingkan tahun lalu

ilustrasi kelahiran (unsplash.com/@liangkevin)
ilustrasi kelahiran (unsplash.com/@liangkevin)

Dilansir Newsweek, Jepang mencatat 350.074 kelahiran antara Januari dan Juni, penurunan hampir 6 persen dibandingkan tahun lalu, menurut data dari kementerian kesehatan. Angka ini merupakan yang terendah sejak 1969, ketika Tokyo mulai melaporkan statistik dua kali setahun. Ini juga menandai tahun ketiga berturut-turut dengan kurang dari 400.000 kelahiran dalam enam bulan pertama, dan penurunan lebih tajam dibandingkan penurunan 3,6 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara itu, 811.819 kematian dilaporkan di masyarakat yang sangat menua, meningkat hampir 2 persen dari periode Januari-Juni 2023—rekor tertinggi lainnya dalam 55 tahun, menurut media lokal.

Menteri Kesehatan Jepang, Keizo Takemi, menyebut situasi ini "sangat kritis" dalam sebuah konferensi pers pada hari Selasa (3/9). Dia memperingatkan bahwa jumlah anak muda akan menurun tajam pada tahun 2030-an, menyebut enam tahun ke depan sebagai "kesempatan terakhir" bagi Jepang.

"Kami terus memikirkan cara untuk menerapkan langkah-langkah efektif guna mengatasi penurunan angka kelahiran tanpa menunggu periode ini," tambah Takemi.

2. Menkes Jepang meminta anggaran untuk naikkan upah pekerja muda, akses daycare, dan cuti melahirkan

ilustrasi kelahiran (unsplash.com/@itshoobastank)
ilustrasi kelahiran (unsplash.com/@itshoobastank)

Dia menekankan bahwa kementeriannya telah meminta anggaran yang mencakup langkah-langkah untuk menaikkan upah di kalangan generasi muda Jepang serta memperluas akses ke perawatan anak dan cuti pasca melahirkan untuk mendorong orang tua muda.

Statistik ini dirilis saat parlemen Jepang menyetujui revisi undang-undang yang bertujuan meningkatkan dukungan bagi orang tua saat ini dengan memperluas bantuan keuangan, cuti orang tua, dan akses perawatan anak.

Pendanaan akan datang dari 34 juta dolar AS (sekitar Rp532 triliun) yang dialokasikan untuk perawatan anak dan dukungan keluarga dalam anggaran tahun fiskal 2024. Pemerintah berencana mengalokasikan 23 juta dolar AS (sekitar Rp360 triliun) dari pajak untuk upaya ini selama tiga tahun. Perdana Menteri Fumio Kishida telah menjadikan peningkatan angka kelahiran sebagai prioritas nasional, sebelumnya berjanji untuk menggandakan pengeluaran nasional untuk perawatan anak dalam satu dekade.

Para analis mencatat bahwa pembuat kebijakan Jepang telah berfokus pada membantu keluarga dengan anak-anak tetapi belum menangani kekhawatiran generasi muda, yang ragu untuk memulai keluarga karena tekanan karier dan tantangan keuangan.

3. Ekonom Jepang: Tunjangan saja tak cukup atasi masalah penurunan kelahiran

ilustrasi kelahiran (unsplash.com/@seffen99)
ilustrasi kelahiran (unsplash.com/@seffen99)

Ekonom Takahide Kiuchi mencatat dalam laporan Juni untuk Nomura Research Institute Jepang bahwa peningkatan tunjangan dan dukungan ekonomi sederhana lainnya tidak akan dengan mudah mengatasi masalah serius penurunan angka kelahiran.

Ekonom tersebut mencatat bahwa pola pikir konservatif Jepang tentang pengasuhan anak, terutama beban berat yang ditempatkan pada perempuan, perlu diubah. Lebih dari 80 persen perempuan mengambil cuti orang tua, dibandingkan hanya 14 persen laki-laki, yang sebagian besar mengambil cuti kurang dari dua minggu.

Tingkat kesuburan di Jepang, atau rata-rata jumlah anak yang diperkirakan akan dimiliki oleh seorang perempuan sepanjang hidupnya, turun ke level terendah sepanjang masa sebesar 1,2 tahun lalu. Sementara itu, orang yang berusia 65 tahun ke atas kini mencakup 30 persen dari populasi, menjadikan Jepang sebagai masyarakat yang disebut "super-aged".

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Tamara Rangkuti
EditorTamara Rangkuti
Follow Us