Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jurnalis China yang Laporkan COVID-19 Dibui, Kenapa?

Ilustrasi virus COVID-19. (Unsplash.com/Martin Sanchez)
Ilustrasi virus COVID-19. (Unsplash.com/Martin Sanchez)
Intinya sih...
  • Zhang Zhan dijatuhi hukuman tambahan 4 tahun penjara
  • Organisasi HAM dan kebebasan pers mengecam hukuman tersebut
  • China peringkat ke-178 dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Seorang jurnalis China, Zhang Zhan, kembali dijatuhi hukuman tambahan empat tahun penjara. Sebelumnya, ia juga dijatuhi hukuman empat tahun penjara karena pelaporannya pada hari-hari awal wabah COVID-19 di Wuhan.

Menurut pernyataan dari kelompok pers Reporters Without Borders (RSF), perempuan berusia 42 tahun itu dijatuhi hukuman tambahan pada 19 September 2025 atas tuduhan yang sama, yakni memicu pertengkaran dan memprovokasi masalah.

RSF mengatakan hukuman yang baru-baru ini dijatuhkan kepada Zhang, menyusul laporannya tentang pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di China yang ditulis di situs web luar negeri, dilansir The Straits Times pada Minggu (21/9/2025).

1. Sekilas tentang dakwaan terhadap Zhang Zhan

Pada Desember 2020, Zhang dijatuhi hukuman 4 tahun penjara. Saat itu, ia mendokumentasikan laporan langsung tentang penyebaran virus corona dari Wuhan, termasuk video dari rumah sakit yang penuh sesak jalan-jalan yang kosong, dan reaksi publik yang bertentangan dengan narasi resmi.

Ia dibebaskan pada Mei 2024, setelah menjalani hukuman tersebut. Namun, Zhang ditahan lagi sekitar 3 bulan kemudian. Ia diangkap secara resmi dan ditempatkan di Pusat Penahanan Pudong, Shanghai.

Pengacaranya saat itu, Ren Quanniu, mengatakan bahwa ia yakin Zhang dianiaya karena menjalankan kebebasan berbicaranya. Disebutkan, ia melakukan mogok makan sebulan setelah penangkapan itu. Hal ini mendorong polisi untuk mengikat tangannya dan memaksanya makan dengan selang.

2. Organisasi HAM dan kebebasan pers mengecam hukuman tersebut

Ilustrasi penjara. (unsplash.com/Matthew Ansley)
Ilustrasi penjara. (unsplash.com/Matthew Ansley)

RSF menyebut hukuman baru tersebut sebagai tindakan penganiayaan, dengan menyatakan bahwa pekerjaannya adalah jurnalisme dan tuduhan ini tidak berdasar.

"Dia seharusnya dirayakan secara global sebagai pahlawan informasi, bukan terjebak dalam kondisi penjara yang brutal," kata Aleksandra Bielakowska, manajer advokasi RSF Asia-Pasifik dalam sebuah pernyataan.

Bielakowska menambahkan, cobaan dan penganiayaan terhadap Zhang harus diakhiri. Kini, komunitas diplomatik internasional lebih mendesak dari sebelumnya untuk menyerukan agar Beijing segera membebaskannya.

Direktur Asia-Pasifik untuk Komite Perlindungan Jurnalis yang berkantor pusat di New York, Beh Lih Yi, mengatakan pihak berwenang China harus mengakhiri penahanan sewenang-wenang terhadap Zhang. Serta, membatalkan semua tuduhan dan segera membebaskannya.

"Ini adalah kedua kalinya Zhang Zhan diadili atas tuduhan tak berdasar yang tidak lebih dari sekedar tindakan penganiayaan terang-terangan atas pekerjaan jurnalismenya," ungkapnya.

3. China peringkat ke-178 dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia

Potret Tiananmen Square di Beijing, China. (unsplash.com/Nick Fewings)
Potret Tiananmen Square di Beijing, China. (unsplash.com/Nick Fewings)

China memiliki penjara terbesar di dunia untuk jurnalis. RSF mengungkapkan, setidaknya 124 pekerja media berada di penjara. Berdasarkan Indeks Kebebasan Pers Dunia RSF 2025, China menduduki peringkat ke-178 dari 180 negara dan wilayah.

Dilaporkan, seminggu sebelum vonis terbaru Zhang, para legislator teratas China mengesahkan rancangan undang-undang untuk mempercepat respons darurat kesehatan masyarakat. Pihaknya mengizinkan masyarakat melaporkan keadaan darurat, tanpa melalui struktur hierarki pemerintah pada umumnya.

Di sisi lain, varian baru COVID-19, XFG, telah terdeteksi di Asia Tenggara. Menteri Kesehatan Malaysia Dzulkefly Ahmad pada 19 September 2025, mengatakan XFG menyumbang 8,2 persen dari 43.087 kasus kumulatif yang dilaporkan pada minggu epidemiologi ke-35. Sementara, Badan Penyakit Menular (CDA) Singapura mengatakan varian XFG menyumbang varian dominan di negaranya dan merekomendasikan vaksinasi COVID-19 bagi mereka yang berisiko tinggi terkena virus corona yang parah.

Pada 25 Juni, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan varian XFG sebagai varian yang sedang dipantau. Sebab, tingkat penularannya yang tinggi dan kemampuannya yang meningkat untuk menghindari kekebalan tubuh. XFG merupakan turunan JN.1 dan semuanya merupakan sub-varian strain virus Sars-CoV-2 Omicron.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sonya Michaella
EditorSonya Michaella
Follow Us

Latest in News

See More

Jurnalis China yang Laporkan COVID-19 Dibui, Kenapa?

25 Sep 2025, 08:09 WIBNews