Kejaksaan Guatemala Klaim Pemilu Tidak Sah, Desak Presiden Mundur

Jakarta, IDN Times - Kejaksaan Guatemala mengatakan bahwa pemilihan presiden di negaranya tidak sah. Pihaknya bahkan memerintahkan Pengadilan Elektoral Guatemala (TSE) segera mencabut imunitas yang dimiliki presiden terpilih Bernardo Arevalo.
Krisis politik di Guatemala terus berlanjut menyusul upaya kejaksaan yang terus mempermasalahkan pilpres yang memenangkan Arevalo. Sementara itu, Arevalo terus menyebut bahwa ini adalah upaya kudeta dari kejaksaan dan cara untuk mencederai demokrasi.
1. Kejaksaan sebut format pemilu tidak disetujui TSE
Jaksa Leonor Morales menyaatakan, hasil pemilu serentak yang berlangsung dua putaran pada Agustus lalu tidak sah. Ia bahkan mengatakan bahwa presiden terpilih, anggota parlemen, wali kota dan wakilnya harus dibubarkan.
Dilaporkan EFE, Morales menyebut kejanggalan administrasi ketika pemilu tersebut diselenggarakan. Terdapat pula dugaan TSE sebenarnya tidak menyetujui format pemilu.
"Format yang digunakan tidak mendapat persetujuan dalam rapat yang dilakukan oleh TSE. Maka dari itu, kami menyatakan bahwa semua penyelenggaraan pilpres tidak sah dan harus dibatalkan," kata kejaksaan.
Kejaksaan Guatemala juga membuka kasus baru terhadap Arevalo soal pembiayaan dan pendirian Partai Movimiento Semilla. Pihaknya juga mendesak agar imunitas Arevalo segera dicabut.
2. OAS menyebut Kejagung ingin mengkudeta Arevalo
Organization of American States (OAS) mengecam tindakan Kejaksaan Guatemala atas tudingan bahwa pemilu di Guatemala tidak sah. Organisasi itu menyebut kejaksaan berusaha mengadakan kudeta di Guatemala.
"Ini adalah kali ketiga Kejaksaan Guatemala melakukan upaya untuk melengserkan Bernardo Arevalo dari statusnya sebagai presiden terpilih sejak Agustus 2023. Ini adalah bagian dari rencana mereka untuk mengadakan kudeta," terangnya, dilansir El Pais.
OAS mengecam kudeta di Guatemala dan mendesak agar Pengadilan Elektoral (TSE) serta Parlemen Guatemala tidak menyetujui apa yang diminta oleh Kejaksaan.
"Upaya membatalkan pemilu serentak di Guatemala pada tahun ini menggambarkan bahwa terdapat niat merusak demokrasi dan mengonsolidasikan kecurangan politik terhadap rakyatnya sendiri," tambahnya.
3. Arevalo tolak tudingan dari kejaksaan
Arevalo menolak keras upaya Kejaksaan untuk membatalkan kemenangannya dalam pemilu. Ia pun mendorong semua pihak untuk mempertahankan demokrasi dari rencana kudeta.
Arevalo menyebut tudingan kejaksaan sangat konyol, tidak masuk akal, dan tidak beralasan. Ia kekeuh akan tetap melanjutkan tugas yang diamanatkan rakyat dan resmi menjabat pada 14 Januari 2024.
"Ini adalah sebuah upaya kudeta yang nyata dan ini telah membawa kami ke dalam sebuah momen yang krusial," ungkap Arevalo, dikutip Reuters.
Presiden Guatemala Alejandro Giammattei menuturkan, transisi pemerintahan dan penyerahan kepada Arevali tidak dapat diubah. Ia mengatakan tidak ada aksi yang dapat mengubah presiden terpilih untuk menduduki jabatannya.