Kelompok HAM Desak Presiden Jerman Batalkan Pertemuan dengan Netanyahu

Jakarta, IDN Times - Amnesty International mendesak Presiden Jerman, Frank-Walter Steinmeier, membatalkan rencana bertemu Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Pemimpin Israel tersebut dianggap sebagai dalang genosida yang berlangsung di Jalur Gaza.
“Rencana pertemuannya dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengirimkan pesan yang fatal mengenai keterlibatan Jerman dalam kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida yang sedang berlangsung di Gaza," kata Katja Muller-Fahlbusch, pakar Timur Tengah dari cabang Amnesty International di Jerman, dalam wawancara dengan Anadolu.
Pada Senin (12/5/2025), Steinmeier menyambut Presiden Israel, Isaac Herzog, di Istana Bellevue dalam rangka memperingati 60 tahun hubungan diplomatik kedua negara. Steinmeier kemudian melakukan perjalanan ke Israel bersama Herzog pada Selasa (13/5/2025), di mana ia dijadwalkan bertemu dengan Netanyahu dan berdiskusi dengan anggota parlemen Israel (Knesset).
1. Presiden Jerman dituntut gunakan posisinya untuk kecam Israel
Muller-Fahlbusch mengatakan, cabang Amnesty International di Jerman telah meluncurkan kampanye yang mengajak masyarakat untuk menulis surat kepada Steinmeier, mendesaknya untuk membatalkan pertemuan dengan Netanyahu.
Pada November 2024, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant terkait dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi selama konflik di Gaza. Israel juga menghadapi kasus tuduhan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ).
“Netanyahu adalah buronan Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Surat perintah penangkapannya telah dikeluarkan. Presiden Jerman seharusnya tidak bertemu dengan Netanyahu, sesuai dengan hukum internasional, serta aturan dan standar Eropa. Ia tidak boleh, tidak dapat, dan tidak seharusnya bertemu dengan Benjamin Netanyahu. Itulah yang kami serukan,” jelas Muller-Fahlbusch.
Menurutnya, Steinmeier harus menggunakan posisinya untuk secara terbuka mengecam perang genosida yang dilakukan Israel di Gaza, dan menghentikan pengiriman senjata ke negara Yahudi tersebut.
2. Tidak ada negara yang kebal hukum
Jerman merupakan negara pihak dalam Statuta Roma, sebuah perjanjian internasional yang membentuk ICC dan mewajibkan negara-negara anggotanya untuk menegakkan surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh pengadilan tersebut.
Namun, Kanselir Jerman yang baru terpilih, Friedrich Merz, meragukan legitimasi keputusan ICC dan berjanji untuk mencari cara agar Netanyahu dapat diterima di Berlin.
Para pemimpin Jerman telah berulang kali menyatakan bahwa negara mereka memikul tanggung jawab historis terhadap Israel karena Holocaust dan kejahatan Nazi lainnya di masa lalu. Mereka menganggap bahwa keamanan Israel merupakan bagian dari kepentingan nasional Jerman.
Pendekatan ini dikritik oleh Muller-Fahlbusch. Menurutnya, salah satu pelajaran terpenting dari masa lalu adalah bahwa Jerman harus selalu menjunjung tinggi supremasi hukum dan mematuhi hukum internasional.
“Komitmen Jerman terhadap hukum internasional dan tatanan berbasis aturan adalah salah satu pembelajaran dari Perang Dunia II dan Shoah (Holocaust). Ini adalah tanggung jawab Jerman, dan sangat jelas bagi kami bahwa tidak ada ‘alasan negara’ yang kebal hukum atau hukum internasional," terangnya.
3. Sekitar 500 ribu warga Gaza alami kelaparan
Pejabat Amnesty itu juga mengkritik kebijakan pemerintah Israel terkait kelaparan dan pengungsian di Gaza, yang menurutnya merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum humaniter internasional.
Blokade dan serangan militer Israel selama 19 bulan terakhir telah mendorong Jalur Gaza ke ambang bencana kelaparan. Laporan dari inisiatif Integrated Food Security Phase Classification (IPC) memperingatkan bahwa seluruh populasi Gaza menghadapi kerawanan pangan akut tingkat tinggi, dengan setengah juta orang mengalami kelaparan, dikutip dari Al Jazeera.
"Kami melihat orang-orang kelaparan, kami melihat mereka meninggal karena lapar dan kekurangan gizi. Kami menyaksikan sistem kesehatan yang runtuh. Tidak ada satu pun dari semua ini yang sah, tidak ada yang bisa dibenarkan. Ini adalah kejahatan, kejahatan yang terus berlangsung, di hadapan komunitas internasional, dan hal ini harus segera dihentikan," ujar Muller-Fahlbusch.