Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Lelah Hadapi Pandemik COVID-19, Ribuan Perawat di Prancis Ingin Mundur

Ilustrasi Menara Eiffel, Paris (ANTARA FOTO/Ismar Patrizki)

Jakarta, IDN Times - Hasil survei yang dilakukan asosiasi perawat di Prancis mengungkap hampir 40 persen atau sekitar 60 ribu perawat di sana, mengaku ingin mundur dan beralih profesi. Hal itu lantaran banyak perawat yang merasa lelah pandemik COVID-19 tidak kunjung berakhir. 

Dikutip dari harian Inggris, The Telegraph pada pekan lalu menunjukkan ada 700 ribu perawat yang ikut serta dalam survei yang dilakukan asosiasi mereka. Hasilnya, sebanyak 60 ribu perawat mengaku situasi pandemik COVID-19 yang terus memburuk mendorong mereka berganti pekerjaan. Sementara, 57 persen mengaku mereka nyaris merasa kelelahan. 

"Angka ini penting dan itu sebabnya kami mulai mewanti-wanti. Kami telah melakukan observasi selama enam bulan terakhir," ungkap Direktur Asosiasi Perawat di Prancis Patrick Chamboredon dan dikutip harian Le Parisien

Para ahli mengungkapkan Prancis kini sedang menghadapi gelombang kedua pandemik COVID-19. Bahkan, angka harian kasus virus corona pernah menyentuh angka 27 ribu. Ini merupakan rekor sejak otoritas setempat pada Maret 2020 lalu. 

Namun, pemerintah Prancis enggan memberlakukan kembali karantina wilayah secara nasional. Stasiun berita BBC, Minggu 18 Oktober 2020 melaporkan sejak Sabtu, 17 Oktober 2020 otoritas di Paris dan delapan kota lainnya memberlakukan jam malam. 

Selain itu, tingkat hunian kamar ICU di rumah sakit sudah melebihi batasnya 40 persen. Paris dan Marseille akhirnya meluncurkan kebijakan "rencana pemutihan", di mana rumah sakit memberikan tempat tidurnya bagi pasien COVID-19. 

"Bila Anda tidak bisa melihat ujung dari penderitaan ini maka sangat sulit," kata Chamboredon.

Para tenaga kesehatan termasuk perawat, kemudian kembali ke jalan dan berunjuk rasa. Apa yang mereka tuntut kepada pemerintah?

1. Para perawat menuntut kenaikan gaji sebagai bentuk kompensasi

Ilustrasi tenaga medis (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)

Ratusan tenaga kesehatan turun ke jalan di Paris pada Kamis, 15 Oktober 2020. Mereka berunjuk rasa sambil membawa poster dan bendera. Aksi serupa juga terjadi di kota-kota lain di Prancis yaitu Annecy, Besançon, Saint-Étienne dan Rennes.

Laman France 24 melaporkan para tenaga kesehatan menuntut kenaikan gaji, perbaikan kondisi bekerja dan lebih banyak mempekerjakan tenaga kesehatan untuk membantu merespons wabah. Saat ini, kondisi pandemik COVID-19 di Prancis kembali memburuk. Tingkat infeksi virus corona tergolong tinggi dan tempat tidur di ruang ICU cepat penuh.

"Rumah sakit-rumah sakit dan institusi publik lainnya telah kewalahan sejak awal pandemik COVID-19. Apalagi ditambah tidak ada tambahan sumber daya manusia," ungkap Serikat Pekerja Buruh Bagi Kesehatan dan Sosial.  

Pada dua pekan lalu saja, kata mereka, angka pasien yang dirawat akibat COVID-19 mencapai 6.529 orang, di mana 1.750 pasien baru harus dirawat di kamar ICU. Lantaran hal itu, para tenaga kesehatan mengaku kesulitan memberikan perawatan terbaik bagi pasien. 

Menurut data dari survei asosiasi, 1/5 perawat belum pernah mengambil waktu libur selama karantina wilayah diberlakukan pada Maret 2020 lalu. Situasi semakin memburuk karena rumah sakit-rumah sakit di Paris telah meminta kepada para perawat agar tidak mengambil waktu liburnya selama musim gugur, karena jumlah pasien yang dirawat meningkat. 

2. Pemerintah Prancis menjanjikan kenaikan gaji bagi perawat sebesar Rp3,1 juta

Ilustrasi gaji (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara, untuk meredam aksi unjuk rasa, Perdana Menteri Prancis Jean Castex akhirnya mengumumkan pemerintah berencana mempercepat waktu untuk mengenalkan kenaikan separuh dari gaji mereka senilai 183 Euro atau setara Rp3,1 juta. Kenaikan nominal gaji itu akan mulai berlaku pada Maret 2021 hingga akhir 2021. 

Bahkan, pemerintah turut memberikan insentif bagi tenaga kesehatan yang bersedia menunda mengambil cuti saat perayaan Hari Orang Kudus yang jatuh pada 1 November 2020, maka akan menerima bonus senilai 110 Euro (Rp1,9 juta) hingga 200 Euro (Rp3,4 juta) per harinya. 

Tetapi, bagi tenaga medis yang berunjuk rasa nominal kenaikan gaji itu masih dirasakan kurang. "Situasi di rumah sakit kini jauh lebih parah dibandingkan saat gelombang pertama. Layanan UGD penuh," ungkap perwakilan tenaga medis yang ikut dalam aksi unjuk rasa, Lionel le Plagneul. 

3. Kasus COVID-19 di Prancis tertinggi kedua di Benua Eropa setelah Spanyol

Ilustrasi virus corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Berdasarkan data World O Meter pada Senin (19/10/2020), Prancis berada di peringkat ke-8 kasus tertinggi di dunia. Prancis memiliki 897.034 orang yang telah tertular COVID-19. 

Sebanyak 33.477 pasien meninggal dunia, lalu 104.696 orang berhasil sembuh. Artinya, masih banyak pasien di Prancis yang belum dinyatakan negatif COVID-19. Bila melihat data itu, maka Prancis adalah negara kedua di Eropa yang memiliki kasus COVID-19 yang tinggi. Di atas Prancis masih ada Spanyol. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us