Marak TPPO di ASEAN, Perlindungan Harus Diperketat

Jakarta, IDN Times - Isu perlindungan pekerja migran menjadi salah satu isu yang disorot di KTT ke-42 ASEAN yang digelar di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, pekan lalu.
Bahkan, KTT ke-42 ASEAN pun menelurkan dokumen yang berisikan kesepakatan untuk melindungi para pekerja migran serta masyarakat yang terjerat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan penyalahgunaan teknologi.
Pasalnya, lowongan kerja bodong kini marak terjadi di kawasan Asia Tenggara dan menjerat banyak Warga Negara Indonesia (WNI). Umumnya, mereka ditawari gaji ribuan dolar dengan bekerja sebagai call center atau operator di negara-negara ASEAN, seperti Kamboja, Myanmar, Thailand, Laos, Vietnam dan Filipina.
Kenyataannya, mereka ditipu dan bekerja di perusahaan online scamming serta diminta untuk menipu WNI yang berada di Indonesia juga.
1. Perlindungan pekerja migran adalah tanggung jawab bersama

Direktur Kerja Sama Politik dan Keamanan ASEAN Kementerian Luar Negeri RI, Rolliansyah Soemirat, mengatakan bahwa perlindungan pekerja migran merupakan tanggung jawab bersama.
“Jadi bagaimana kita, bersama-sama secara kolektif, untuk duduk bersama membahas seperti apa yang kira-kira menguntungkan, tidak merugikan salah satu pihak, baik itu negara penerima maupun negara pengirim,” kata Roy, sapaan akrabnya, dalam diskusi Forum Merdeka Barat, Senin (15/5/2023).
Roy juga menambahkan bahwa ASEAN serius untuk menyoroti isu pekerja migran dan para korban TPPO ini, di mana kerangka perlindungan harus diperkuat.
2. Modus baru dengan menggunakan teknologi

Roy tak menampik bahwa TPPO dengan penyalahgunaan teknologi ini merupakan modus baru yang terjadi di kawasan Asia Tenggara.
“Pertanyaannya, apakah kita harus keluar dari norma baru? Dari konvensi baru? Atau kita harus perhatikan turunan yang ada di konvensi tersebut. Memang banyak tindak lanjut yang harus kita lakukan secara nasional dan dilakukan oleh berbagai pihak.” ujar Roy lagi.
ASEAN sendiri pernah mengadopsi deklarasi perlindungan pekerja migran pada 2007, Konvensi Pemberantasan TPPO pada 2015 dan Konsensus Perlindungan Pekerja Migran pada 2017.
3. Harus ada kerangka jelas untuk melindungi para pekerja migran

Menurut Roy, peraturan turunan harus dibuat di dalam kerangka kerja yang jelas, serta terbagi dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Melalui Deklarasi KTT ASEAN yang baru saja diluncurkan, pemerintah bisa memberikan perhatian yang sama kepada pekerja migran dan keluarganya, apalagi saat terjadi krisis.
“Tidak hanya waktu krisis terjadi, tapi juga harus ada persiapan. Misalnya, informasi apa yang harus diberikan dan diperkuat agar pekerga migran tahu apa yang harus dilakukan ketika ada krisis,” pungkas Roy.