Militer Myanmar: Kudeta Ini Demi Selamatkan Negara dari Krisis Politik

Jakarta, IDN Times - Pejabat militer sekaligus Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, ternyata telah mengindikasikan rencana untuk mengudeta pemerintahan Aung San Suu Kyi sejak beberapa hari lalu.
Fraksi militer Myanmar menuding pemilihan umum yang berlangsung pada November 2020 berlangsung curang, sehingga Partai Liga Nasional Demokrasi (NLD), partai Suu Kyi, berhasil meraih suara mayoritas dan menguasai parlemen.
1. Militer menuntut komisi pemilihan umum membuka data

Dilansir dari The Times of India, sejak kemenangan sipil pada kontestasi politik, fraksi militer menuntut komisi pemilihan setempat untuk membuka data pemilih. Militer menuding ada 8,6 juta daftar pemilih palsu yang digunakan untuk memenangkan NLD.
Akibat kubu militer yang tak kunjung menerima data dari kubu militer setempat, ketegangan antara pihak bersenjata dengan pemerintahan sipil telah berlangsung selama berhari-hari.
Pemerintahan sipil berada dalam distribusi kekuasaan yang menyulitkan dengan para elit militer sejak pemilihan demokratis pertama Myanmar pada 2015, sebagaimana aturan yang tertuang dalam Konstitusi 2008 buatan junta militer.
2. Min Aung sudah mengindikasikan niatnya melakukan kudeta

Beberapa hari lalu, seorang juru bicara militer tidak membantah kemungkinan bila militer hendak merebut kekuasaan secara total. Dia berdalih, militer harus mengambil tindakan demi menghadapi krisis politik dalam negeri.
Kemudian, pada Kamis (28/1/2021), Min Aung yang merupakan pejabat militer paling berkuasa mulai menggemakan sentimen kudeta dalam pidatonya. Pernyataannya juga diterbitkan oleh surat kabar Myawady yang dikelola oleh militer.
Dia menyebut Konstitusi 2008 sebagai hukum tertinggi yang harus dihormati. Namun, Min Aung memperingatkan bila “melanggar” konstitusi pada saat tertentu diperlukan demi mengamankan negara.
3. Pemerintah Myanmar ditahan oleh militer

Sebagai informasi, pemimpin de facto Myanmar Suu Kyi, Presiden Win Myint, bersama sejumlah pejabat dari partai penguasa telah ditahan dan diamankan oleh militer pada aksi penggerebakan yang berlangsung Senin (1/2/2021) dini hari.
Karier politik Suu Kyi, yang merupakan tokoh populer sekaligus simbol demokrasi Myanmar, terjegal oleh konstitusi yang melarangnya untuk menjabat sebagai presiden. Perempuan yang pernah meraih Nobel Perdamaian itu dilarang untuk menjadi presiden karena menikah dengan seseorang berkebangsaan Inggris.
NLD yang berhasil menguasai parlemen mulai menunjukkan komitmennya untuk mengubah konstitusi tersebut, sehingga memicu rasa tidak nyaman di fraksi militer. Analis politik Soe Myint Aung mengatakan tentara melihat celah besar dalam konstitusi yang menyebabkan kerugian.
"Retorika kudeta bukan sekadar gertakan atau ancaman kosong," katanya.
Menurut Myint Aung satu-satunya cara untuk mencegah pengambilalihan kekuasaan secara total atau membatalkan kudeta adalah komisi pemilihan harus mengabulkan tuntutan fraksi militer untuk membuka daftar pemilih.