PBB Krisis Dana, WFP dan UNHCR Pangkas Anggaran dan Staf

- Badan Pangan Dunia (WFP) dan Badan Pengungsi PBB (UNHCR) mengalami kekurangan dana yang mengancam operasional bantuan kemanusiaan dunia.
- WFP berencana memangkas hingga 30 persen tenaga kerjanya, memengaruhi sekitar 6 ribu pekerja, sementara UNHCR akan memangkas 30 persen biaya operasionalnya.
- Krisis pendanaan ini disebabkan oleh penurunan kontribusi donor utama, termasuk Amerika Serikat (AS), yang baru-baru ini membatalkan sejumlah program bantuan di bawah administrasi Presiden Donald Trump.
Jakarta, IDN Times - Badan Pangan Dunia (WFP) dan Badan Pengungsi PBB (UNHCR) mengumumkan rencana pemotongan anggaran besar-besaran akibat krisis pendanaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Internal memo yang bocor mengungkapkan bahwa kedua lembaga ini terpaksa mengurangi operasional mereka secara signifikan, termasuk pemutusan hubungan kerja ribuan staf. Keputusan ini dipicu oleh penurunan drastis donasi dari negara-negara donor utama.
Dokumen internal yang diperoleh Reuters menunjukkan bahwa WFP berencana memangkas hingga 30 persen tenaga kerjanya, memengaruhi sekitar 6 ribu pekerja, sementara UNHCR akan memangkas 30 persen biaya operasionalnya. Situasi ini mengancam bantuan kemanusiaan bagi jutaan orang yang bergantung pada program-program tersebut.
Pengumuman ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pekerja kemanusiaan dan penerima bantuan, terutama di wilayah konflik seperti Ethiopia, Afghanistan, dan Yaman. Tanpa tambahan dana segera, jutaan orang berisiko kehilangan akses terhadap makanan, air bersih, dan tempat tinggal.
1. Penurunan pendanaan yang belum pernah terjadi
Krisis pendanaan yang melanda WFP dan UNHCR berasal dari penurunan kontribusi donor utama, termasuk Amerika Serikat (AS), yang baru-baru ini membatalkan sejumlah program bantuan di bawah administrasi Presiden Donald Trump.
WFP mengumumkan pada Selasa (22/4/2025) penghentian bantuan untuk 650 ribu wanita dan anak-anak yang kekurangan gizi di Ethiopia karena kekurangan dana, dengan 3,6 juta orang lainnya berisiko kehilangan bantuan dalam beberapa minggu ke depan, dilansir dari Al Jazeera. Direktur WFP untuk Ethiopia, Zlatan Milisic, memperingatkan bahwa situasi ini adalah titik puncak bagi operasional mereka.
“Kami kehabisan stok makanan bergizi, dan tanpa dana segera, jutaan orang yang paling rentan akan kehilangan bantuan,” kata Milisic, dikutip dari UN News.
UNHCR juga menghadapi tekanan serupa, dengan memo dari Kepala UNHCR Filippo Grandi pada Rabu (23/4/2025) yang menyebutkan bahwa posisi senior akan dipangkas hingga 50 persen untuk mengurangi biaya.
2. Dampak pada program kemanusiaan
Pemotongan anggaran ini telah menyebabkan penghentian program-program vital di beberapa negara yang dilanda krisis. Di Yaman, bantuan makanan yang sudah tiba di pusat distribusi terpaksa dihentikan, sementara di Afghanistan, sekitar dua juta orang, termasuk 400 ribu anak-anak dan ibu yang kekurangan gizi, kehilangan akses bantuan pangan.
Program di Lebanon, Yordania, dan Suriah yang mendukung pengungsi Suriah juga terkena dampak serius. WFP memperkirakan bahwa pemotongan ini bisa menjadi vonis mati bagi jutaan orang yang menghadapi kelaparan ekstrem.
“Kami terpaksa mengurangi jatah makanan hingga 60 persen untuk 800 ribu pengungsi selama 18 bulan terakhir,” ujar seorang pejabat WFP di Timur Tengah, dikutip dari PBS News.
Situasi ini diperburuk oleh pembatasan akses bantuan di wilayah konflik, seperti di Gaza, di mana 25 toko roti yang dikelola WFP ditutup pada Selasa (1/4/2025) karena kehabisan tepung dan bahan bakar.
3. Respons dan tantangan ke depan
Komunitas kemanusiaan global menyerukan tindakan segera untuk mengatasi krisis ini. WFP dan UNHCR telah memohon kepada negara-negara donor untuk memenuhi komitmen mereka, tetapi prospeknya tetap suram.
“Kami prihatin karena situasi ini tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan,” kata Direktur WFP Stephen Omollo dalam memo internal pada Kamis (24/4/2025), dilansir dari Reuters.
Beberapa negara lain, selain AS, juga mengurangi kontribusi mereka, meningkatkan tekanan pada anggaran PBB. Sementara itu, organisasi non-pemerintah dan badan amal berupaya mengisi kekosongan, tetapi kapasitas mereka terbatas.
“Kami tidak bisa menggantikan skala bantuan yang diberikan oleh WFP dan UNHCR,” kata Jeremy Konyndyk, presiden Refugees International, dikutip dari NPR. Tanpa solusi jangka panjang, krisis kemanusiaan global diperkirakan akan memburuk, meninggalkan jutaan orang tanpa dukungan dasar untuk bertahan hidup.