Pendiri Wikileaks Menang Hak untuk Banding Menentang Ekstradisi ke AS

Jakarta, IDN Times - Pendiri Wikileaks Julian Assange memenagi hak untuk mengajukan banding atas perintah ekstradisi ke Amerika Serikat (AS). Hak untuk banding itu dikeluarkan dalam keputusan sidang di pengadilan Inggris pada Senin (20/5/2024).
Assange telah lima tahun berada dalam penjara dengan keamanan tinggi di Inggris. Dia ditahan atas tuduhan membocorkan dokumen rahasia mengenai militer AS di Wikileaks pada 15 tahun lalu. Situs tersebut dikenal karena membocorkan dokumen-dokumen rahasia negara.
1. Dapat mengajukan banding dengan alasan kebebasan pers

Dilansir Associated Press, keputusan pengadilan merupakan tindak lanjut dari hasil sidang pada bulan Maret, yang menyatakan dapat mengajukan banding. Namun, banding tidak diperlukan jika AS menjamin ia tidak akan menghadapi hukuman mati dan akan mendapatkan perlindungan kebebasan berpendapat yang sama seperti warga negara AS.
Pengadilan menyampaikan banding dapat diajukan atas dua alasan terkait kebebasan pers. Pertama dia harus mendapat pembelaan dari Amandemen Pertama karena jika tidak ekstradisi tidak sesuai dengan Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia. Kedua, jika tidak bisa mengandalkan Amandemen Pertama karena bukan warga AS, maka bisa diperlakukan tidak adil. Dia merupakan warga negara Australia.
AS memberikan jaminan, tapi pengacaranya mengatakan hanya menerima tidak akan menghadapi hukuman mati. Mereka mengatakan jaksa menolak untuk mengatakan tidak akan menentang hak untuk menggunakan pembelaan Amandemen Pertama.
“Masalah sebenarnya adalah apakah jaminan yang memadai telah diberikan untuk menghilangkan risiko nyata yang diidentifikasi oleh pengadilan. Disampaikan bahwa belum ada jaminan yang memadai," kata Fitzgerald, pengacara Assange.
James Lewis, pengacara yang mewakili AS, mengatakan Assange berhak atas hak penuh atas proses persidangan, tapi tidak perlu dilindungi oleh Amandemen Pertama.
“Tidak seorang pun, baik warga negara AS maupun warga negara asing, berhak mengandalkan Amandemen Pertama sehubungan dengan publikasi informasi pertahanan nasional yang diperoleh secara ilegal dengan menyebutkan nama-nama sumber yang tidak bersalah, yang menimbulkan risiko bahaya yang besar dan segera terjadi,” kata Lewis.
2. Dokumen mengungkap tindakan militer AS membunuh warga sipil

Dilansir BBC, Departemen Kehakiman AS menggambarkan kebocoran dokumen tersebut sebagai salah satu kebocoran informasi rahasia terbesar dalam sejarah. Dokumen itu menunjukkan militer AS telah membunuh warga sipil dalam insiden yang tidak dilaporkan selama perang di Afghanistan.
Pihak berwenang AS mengatakan tindakan tersebut membahayakan nyawa karena tidak menyunting nama-nama agen intelijen dalam dokumen. Mereka juga berpendapat dia tidak diadili akan sehubungan dengan pengungkapan apa pun yang menurutnya mengungkap kejahatan perang.
Tim kuasa hukum berargumentasi kasus tersebut merupakan bentuk pembalasan negara yang bermotif politik.
“Dia benar-benar mengungkap kejahatan perang. Kasus ini adalah balas dendam negara tersebut terhadap keterbukaan dan akuntabilitas," kata Assange.
3. AS pertimbangkan batalkan tuntutan

Bulan lalu, Presiden AS Joe Biden mengatakan dia sedang mempertimbangkan permintaan Australia untuk membatalkan kasus tersebut dan membiarkan Assange kembali ke negara asalnya.
Para pejabat tidak memberikan rincian lebih lanjut, tapi istri Assange mengatakan hal itu merupakan pertanda baik, dan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan komentar tersebut memberi semangat.
Pengacara Assange di AS, Barry Pollack, mengatakan keputusan tersebut merupakan “tonggak penting” dalam kasus yang sudah berjalan lama ini.
“Saya berharap AS akan mempertimbangkan dengan cermat keputusan ini dan mungkin mempertimbangkan kembali apakah mereka harus melakukan penuntutan yang secara fundamental cacat ini,” katanya.