Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Penjahat Rasial di AS yang Tewaskan 23 Orang Divonis Bui Seumur Hidup

ilustrasi pistol (IDN Times/Mardya Shakti)

Jakarta, IDN Times - Patrick Crusius, pelaku penembakan di Walmart di El Paso, kota perbatasan Texas, Amerika Serikat (AS) pada 3 Agustus 2019 dijatuhi hukuman seumur hidup. Dalam penembakan itu, pelaku membunuh 23 orang dan melukai orang 22 lainnya.

Pelaku telah mengaku bersalah atas hampir 50 tuduhan kejahatan rasial federal dalam penembakan massal tersebut. Penembakan itu dikaitkan dengan kejahatan rasial karena pelaku merupakan kulit putih dan para korbannya merupakan orang Hispanik.

1. Pelaku terancam hukuman mati

Ilustrasi gantungan tali hukuman mati. (Pixabay.com/ArtWithTammy

Dilansir Associated Press, Crusius menerima hukuman seumur hidup untuk masing-masing dari 90 dakwaan terhadapnya, di mana setengahnya diklasifikasikan sebagai kejahatan rasial.

Setelah vonis dijatuhkan, Jaksa Agung Merrick Garland mengatakan, tidak seorang pun AS harus hidup dalam ketakutan akan kekerasan yang dipicu oleh kebencian.

Sebelum pembacaan vonis, Joe Spencer selaku pengacara Crusius melakukan pembelaan, dengan memberi tahu hakim bahwa kliennya memiliki otak yang rusak. Dia mengatakan, Crusius telah tiba di El Paso tanpa target spesifik sebelum berakhir di Walmart.

“Pemikiran Patrick bertentangan dengan kenyataan menghasilkan pemikiran delusi,” kata Spencer.

Pengacara itu juga mengatakan, Crusius khawatir dengan pikirannya sendiri yang kejam dan dia pernah meninggalkan pekerjaan di bioskop karena hal itu. Dia mengatakan Crusius juga mencari secara daring cara untuk mengatasi kesehatan mentalnya, dan dia keluar dari community college dekat Dallas karena perjuangannya.

Hakim David Guaderrama, yang menghukum pelaku, menyarankan agar Crusius ditahan di penjara keamanan maksimum di Colorado dan menerima konseling untuk kondisi kesehatan mental yang parah.

Crusius telah mengaku bersalah pada Februari setelah jaksa federal membatalkan hukuman mati, tapi jaksa Texas mengatakan mereka akan mencoba untuk menghukum Crusius dengan hukuman mati ketika dia diadili di pengadilan negara bagian. Tanggal persidangan itu belum ditetapkan.

2. Pelaku menargetkan orang Hispanik

Serangan pada 2019 merupakan penembakan yang paling mematikan dari selusin penembakan massal di AS terkait dengan kejahatan rasial sejak 2006, menurut data yang disusun oleh Associated Press, USA Today, dan Northeastern University.

Polisi mengatakan, Crusius sengaja mengemudi lebih dari 700 mil dari rumahnya di dekat Dallas untuk membidik kaum Hispanik dengan senapan jenis AK di dalam dan di luar toko di El Paso.

Para korban tewas berusia mulai dari atlet sekolah menengah berusia 15 tahun hingga beberapa kakek nenek. Mereka merupakan imigran, pensiunan sopir bus kota, guru, pedagang, mantan pekerja besi, dan beberapa warga negara Meksiko yang melintasi perbatasan AS dalam perjalanan belanja rutin.

Sebelum melancarkan aksinya, Crusius telah mengunggah terkait rasis mengenai "invasi" orang hispanik ke Texas. Ia men-tweet #BuildtheWall dan unggahan yang memuji kebijakan perbatasan garis keras mantan Presiden AS Donald Trump. Dalam unggahan itu, memperingatkan bahwa orang Hispanik akan mengambil alih pemerintahan dan ekonomi.

Bertahun-tahun setelah penembakan itu, Partai Republik menganggap para migran yang datang dari perbatasan bagian selatan negara sebagai "invasi", tapi menepis kritik yang mengatakan retorika itu memicu pandangan dan kekerasan anti-imigran.

3. Kerabat para korban memberikan kesaksian

Dilansir Reuters, Margaret Leachman selaku asisten pertama pengacara AS untuk Distrik Barat Texas yang menuntut kasus tersebut mengatakan, dia berharap hukuman tersebut akan membantu keluarga korban menemukan kedamaian.

"Kantor Kejaksaan AS untuk Distrik Barat Texas akan terus menuntut secara agresif mereka yang melakukan kekerasan karena bias atau kebencian, mencari keadilan atas nama korban dan orang yang mereka cintai," kata Leachman.

Hukuman terhadap Crusius mengikuti kesaksian emosional selama dua hari dari para saksi, beberapa dari 22 korban yang terluka serta kerabat dari 23 korban tewas menyampaikan pernyataan dampak serangan itu di hadapan pelaku.

"Aku ingin kamu mati. Aku sangat membencimu. Neraka memiliki tempat khusus untukmu," kata Genesis Davila, saksi berusia 12 tahun. Penembakan itu menewaskan pelatih sepak bolanya dan melukai ayahnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us