Puluhan Ribu Demonstran Israel: Demokrasi Terancam oleh Netanyahu!

Jakarta, IDN Times - Puluhan ribu warga Israel turun ke jalanan pada Sabtu (7/1/2023) malam. Mereka menggelar protes terhadap pemerintahan sayap kanan Perdana Menteri (PM), Benyamin Netanyahu, karena merasa demokrasi dan kebebasan Israel terancam.
Protes itu dipimpin oleh kelompok sayap kiri dan kelompok Arab di parlemen Israel, Knesset. Mereka menganggap kabinet baru memerangi hukum yang adil dan berpotensi memicu kesenjangan sosial yang makin melebar.
1. Perlawanan terhadap fasisme dan apartheid
Israel baru saja melantik kabinet baru di bawah kepemimpinan Netanyahu. Kabinet itu disebut sebagai pemerintah paling sayap kanan dan konservatif sepanjang 74 tahun sejarah Israel berdiri.
Dilansir Middle East Eye, pada Sabtu malam lebih dari 10 ribu warga Israel turun ke jalan untuk melakukan protes terhadap kabinet pemerintahan baru itu. Para demonstran membawa spanduk yang bertuliskan slogan "Demokrasi dalam bahaya" dan "Bersama melawan fasisme dan apartheid,"
Beberapa dari para demonstran itu terlihat mengibarkan bendera Israel dan bendera pelangi sebagai dukungan untuk LGBTQ+.
"Kakek-nenek saya datang ke Israel untuk membangun sesuatu yang luar biasa di sini. Kami tidak ingin merasa bahwa demokrasi kami menghilang, bahwa Mahkamah Agung akan dihancurkan," kata Assaf, seorang pengacara yang ikut dalam protes tersebut.
2. Elemen ekstrem dan berbahaya dalam pemerintahan baru
Lebih dari 10 ribu demonstran yang hadir melakukan rapat umum di Habima Square, di ibu kota Tel Aviv. Beberapa kelompok demonstran dari sayap kiri menuju Museum Seni Tel Aviv dan melakukan rapat umum di tempat tersebut.
Salah satu kelompok protes, Standing Together, mengeluarkan pernyataan bersama yang diumumkan pada Sabtu. Dilansir Times of Israel, mereka menuduh ada elemen ekstrem dan berbahaya dalam pemerintahan baru.
Selain itu, kabinet pemerintahan baru juga dinilai merugikan masyarakat dan menuduhnya menargetkan warga Arab, serta mendiskriminasi atas dasar gender dan seksualitas.
"Kami tidak akan duduk di rumah sambil memutar-mutar jempol kami dan kami tidak akan kehilangan keputusasaan dan frustrasi. Di mana pun ada pertempuran, di situ ada harapan, dan kami akan keluar dan berjuang untuk rumah kami," kata pernyataan itu.
3. Tidak mau Israel menuju kediktatoran

Tidak ada orang di Israel yang memiliki jabatan perdana menteri lebih lama dari Benyamin Netanyahu. Dia adalah satu-satunya PM Israel dengan durasi jabatan terlama, yaitu pada periode 1996-1999, 2009-2021, dan kini ia kembali ke tampuk kekuasaan.
"Kami benar-benar takut negara kami akan kehilangan demokrasi dan (negara) kami akan menjadi diktator hanya karena alasan satu orang yang ingin menyingkirkan pengadilan hukumnya," kata Danny Simon, salah satu demonstran, dikutip Associated Press.
Demonstran juga menyerukan agar perdamaian dilakukan antara orang Yahudi dan warga Arab di negara tersebut.
"Kami di sini untuk mengatakan dengan lantang dan jelas bahwa kita semua, orang Arab dan Yahudi dan berbagai komunitas berbeda di dalam Israel, menuntut perdamaian, kesetaraan, dan keadilan," kata Rula Daood dari Standing Together.