Rusia Tidak Berharap Ada Perubahan Kebijakan AS di Era Trump

Jakarta, IDN Times - Rusia mengatakan bahwa Moskow tidak berharap ada perubahan signifikan dalam kebijakan Amerika Serikat (AS) setelah Donald Trump terpilih sebagai presiden.
“Saya dapat meyakinkan Anda bahwa kami tidak memiliki ilusi tentang presiden terpilih atau Kongres baru yang sekarang berada di bawah kendali Partai Republik," kata Gennady Gatilov, Duta Besar Rusia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), di konferensi pers di Jenewa.
“Satu-satunya perubahan yang mungkin terjadi adalah dialog antarnegara kita, sesuatu yang kurang selama beberapa tahun terakhir pada masa pemerintahan Presiden (Joe) Biden,” tambahnya, dikutip dari Anadolu.
1. Rusia siap menjalin komunikasi dengan pemerintah AS yang baru
Gatilov mengatakan bahwa Rusia, sambil menjaga kepentingan nasional dan tujuan dari operasi militer khususnya, siap berkomunikasi dengan pemerintahan AS yang baru setelah Trump resmi menjabat.
"Trump berjanji akan menyelesaikan krisis Ukraina dalam semalam. Baiklah, mari kita ikuti perkembangannya. Tapi, kami tahu bahwa kami adalah orang-orang yang realistis. Tentu kami memahami bahwa hal ini tidak akan pernah terjadi. Tetapi jika dia memulai atau menyarankan sesuatu untuk memulai proses politik, itu akan disambut baik,” ujarnya.
Duta besar Rusia tersebut juga mengingatkan soal sikap pemerintahan Trump sebelumnya yang menentang Moskow.
"Kami tidak memiliki ilusi tentang sikap pemerintahan baru terhadap Rusia, karena, mari kita ingat bahwa selama pemerintahan sebelumnya, pemerintahan Trump, dialah yang memulai penerapan sanksi-sanksi ini dan banyak undang-undang anti-Rusia yang disahkan," tambahnya.
2. Kemenangan Trump kemungkinan akan menjadi berita buruk bagi Ukraina
Invasi Rusia ke Ukraina pada 2022 memicu konfrontasi terbesar antara Moskow dan negara-negara Barat sejak krisis rudal Kuba pada 1962. Trump sendiri telah berjanji untuk segera mengakhiri perang di Ukraina, meski ia belum menjelaskan secara rinci bagaimana ia akan melakukannya.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengatakan bahwa ia siap untuk berdialog, asalkan pencapaian dan klaim teritorial Moskow di Ukraina harus diterima. Tuntutan ini ditolak oleh Kiev.
Dalam setahun terakhir, pasukan Rusia telah mengalami kemajuan pesat di Ukraina dan berhasil menguasai sekitar seperlima wilayah negara itu, termasuk Krimea dan sebagian besar wilayah Donbass, Zaporizhzhia dan Kherson.
Pekan lalu, mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev mengatakan, kemenangan Trump mungkin akan menjadi berita buruk bagi Ukraina, mengingat negara itu sangat bergantung pada dukungan militer dari Washington.
“Trump punya satu kualitas yang berguna bagi kami, sebagai pengusaha sejati ia sangat tidak suka menghabiskan uang untuk hal-hal yang tidak berguna,” kata Medvedev, yang kini menjadi pejabat senior keamanan, dikutip dari Reuters.
3. Rusia disebut punya kemampuan militer yang memadai
Ketika ditanya apakah Rusia terbuka untuk menerima dukungan pasukan asing, Gatilov mengatakan bahwa pemerintah tidak membahas masalah tersebut.
“Karena kami mempunyai kemampuan militer yang memadai. Kami dapat mengatasi situasi ini sendiri. Namun tentu saja, jika ada yang ingin datang dan membantu, mengapa tidak?” ungkapnya, seraya menambahkan bahwa Rusia tidak meminta negara mana pun untuk mengirimkan pasukan mereka ke Ukraina.
Ia juga mengungkapkan bahwa ada banyak tentara bayaran dan sukarelawan yang berasal dari berbagai negara Barat, termasuk Kanada, dan Polandia.
Sebelumnya pada akhir Oktober, Sekjen NATO, Mark Rutte, mengatakan bahwa pasukan Korea Utara telah dikerahkan ke Rusia dan beroperasi di wilayah perbatasan Kursk, tempat pasukan Ukraina berada. Korea Selatan dan AS juga menyebut Korea Utara telah mengerahkan lebih dari 10 ribu tentara ke Kursk.