Selama 2021, Sebanyak 45 Jurnalis Meninggal Dibunuh

Jakarta, IDN Times - Serangan kepada jurnalis masih terus terjadi di berbagai dunia. International Federation of Journalists (IFJ) dalam laporan akhir tahun menyebutkan, sebanyak 45 orang jurnalis meninggal selama tahun 2021.
Angka itu terbilang rendah. Tahun-tahun sebelumnya, jurnalis yang meninggal karena dibunuh lebih tinggi lagi. Jurnalis terbanyak yang meninggal karena serangan, paling banyak terjadi di Afghanistan. Dan wilayah yang paling berbahaya bagi jurnalis adalah Asia Pasifik.
1. Afghanistan, Meksiko dan India adalah tiga negara teratas yang berbahaya bagi jurnalis

Dalam cengkeraman wabah virus corona secara global serta konflik mematikan di beberapa negara, kekerasan terhadap jurnalis masih kerap terjadi. Kekerasan itu bahkan berujung meninggalnya para jurnalis.
Tahun 2021, IFJ mengatakan sebanyak 45 jurnalis meninggal sedangkan Reporters Without Borders menyebutkan 46 jurnalis yang meninggal.
Dilansir Al Jazeera, IFJ mengatakan bahwa angka kematian itu disebut sebagai korban jurnalis paling rendah yang pernah tercatat untuk setiap tahun. Jurnalis yang menjadi korban tertinggi ada di Afghanistan. Sembilan orang meninggal di negara yang kini dikuasai oleh Taliban itu.
Setelah Afghanistan, Meskiko adalah tempat yang berbahaya bagi jurnalis. Berhadapan dengan kelompok geng narkoba, sebanyak delapan orang meninggal. Negara selanjutnya yang berbahaya adalah India dengan empat jurnalis kehilangan nyawa.
IFJ mengatakan "meskipun penurunan ini adalah berita yang disambut baik, tapi itu adalah kenyamanan kecil dalam menghadapi kekerasan yang terus berlanjut."
2. Pewarta dibunuh karena mengungkap kejahatan
Dengan pekerjaannya untuk mewartakan peristiwa dan keadilan informasi, para jurnalis sering bekerja melaporkan berbagai kejahatan. Kerja itu dilakukan karena kejahatan menimbulkan ancaman bagi kehidupan manusia.
Akan tetapi, karena tugasnya tersebut, justru para jurnalis sering jadi sasaran serangan. Dilansir VOA News, dalam pernyataannya, IFJ mengatakan para pewarta "lebih sering dibunuh karena mengungkap korupsi, kejahatan, dan penyalahgunaan di sebuah komunitas, di kota dan di negara mereka."
Pada tahun 2021, risiko yang memiliki hubungan dengan konflik bersenjata telah semakin berkurang. Ini karena dalam beberapa tahun terakhir, lebih sedikit jurnalis yang dapat melaporkan peristiwa langsung dari lapangan.
Ancaman lain yang sangat krusial bagi jurnalis terutama di Meksiko. Di negara itu, mereka berhadapan dengan geng kriminal dan kartel narkoba. Di Eropa, kekerasan kepada jurnalis semakin meningkat seperti di beberapa kota di Yunani dan Belanda.
Dilansir European Journalist, pembunuhan pekerja media di wilayah tersebut meningkat tiga kali lipat dibandingkan dua tahun sebelumnya. Sebanyak enam jurnalis di Eropa kehilangan nyawa. Mereka adalah Hazim Zsu di Turki, Giorgos Karaivaz di Yunani, Maharram Ibrahimov dan Siraj Abishov di Azerbaijan, Peter R. de Vries di Belanda dan Aleksandre Lashkarava di Georgia.
3. Pemenjaraan jurnalis meningkat

Wilayah yang tercatat paling berbahaya bagi jurnalis adalah di Asia Pasifik dengan 20 orang kehilangan nyawa. Benua Amerika menduduki peringkat kedua dengan 10 pekerja media terbunuh dan Eropa menduduki tempat selanjutnya dengan enam orang yang kehilangan nyawa.
Meskipun korban meninggal jurnalis pada tahun 2021 disebut mengalami penurunan, akan tetapi pemenjaraan kepada jurnalis justru meningkat.
Melansir laman resmi IFJ, sampai awal bulan Desember 2021, sebanyak 365 jurnalis masih berada di penjara. Dibandingkan dengan tahun lalu, angka itu mengalami kenaikan. Pada tahun 2020, sebanyak 235 jurnalis yang dipenjara.
China adalah negara yang paling banyak memenjarakan jurnalis dengan 102 orang. Turki mengikuti di belakangnya dengan 34 orang pekerja media dipenjara dan Belarusia serta Eritrea sebanyak 29 orang.