Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Serangan Israel di Gaza Dikhawatirkan Menghasilkan Bibit Ekstremisme  

salah satu sudut kota Gaza. (unsplash.com/Mohammed Ibrahim)
Intinya sih...
  • 13.319 anak Gaza tewas sejak Oktober 2023, termasuk 786 korban berusia di bawah satu tahun dan 165 anak di Tepi Barat.
  • Chris Sidoti memperingatkan bahwa konflik Gaza akan melahirkan generasi militan baru dan menimbulkan dampak psikologis jangka panjang pada anak-anak korban konflik.
  • Israel dituduh menerapkan kebijakan terencana untuk menghancurkan sistem kesehatan Gaza, serta melakukan kejahatan perang seperti penargetan langsung terhadap anak-anak.

Jakarta, IDN Times - Mantan komisioner HAM Australia, Chris Sidoti, memperingatkan konflik Gaza akan melahirkan generasi militan baru. Pernyataan tersebut disampaikan dalam konferensi pers di markas PBB New York pada Kamis (14/11/2024). 

Sejak 7 Oktober 2023 tercatat 13.319 anak Gaza tewas. Dari jumlah tersebut, 786 korban berusia di bawah satu tahun dan 165 anak tewas di Tepi Barat. Sementara itu, 38 anak Israel tewas dalam serangan 7 Oktober 2023.

Sidoti merupakan salah satu dari tiga anggota Komisi Penyelidikan Independen Internasional PBB untuk Wilayah Pendudukan Palestina dan Israel. Ia berulangkali menyatakan bahwa anak-anak bukanlah teroris. 

"Ketika Netanyahu berbicara tentang menghabisi Hamas, saya bertanya-tanya apa yang akan dilakukan satu juta anak-anak Gaza dalam 20 tahun ke depan," ujar Sidoti, dilansir dari The Guardian. 

Ia memperingatkan bahwa pengeboman berkelanjutan di Gaza akan menabur benih konflik untuk generasi mendatang. Menurutnya, setiap hari serangan berlangsung, peluang tercapainya perdamaian semakin menjauh.

1. Perang akan berdampak jangka panjang bagi anak-anak di Gaza

 Sidoti memaparkan dampak psikologis jangka panjang pada anak-anak korban konflik.

"Anak-anak yang trauma karena kehilangan orangtua, saudara kandung, bibi, paman, kakek-nenek, sepupu. Tidak mungkin melalui apa yang mereka alami tanpa dampak serius pada kehidupan mereka selamanya," kata Sidoti, dilansir Arab News.

Ia juga mengungkapkan keprihatinan mendalam atas kondisi anak-anak yang mengalami kekurangan makanan parah selama 13 bulan konflik. Situasi ini dinilai telah mencapai tahap malnutrisi akut.

Sidoti menyatakan kekhawatirannya tentang dampak fisik jangka panjang pada anak-anak yang kehilangan anggota tubuh akibat konflik. Ia berpendapat bahwa satu tahun lebih berada dalam zona perang akan memberikan dampak permanen pada kehidupan anak-anak.

"Kami telah bertemu langsung dengan korban anak-anak di rumah sakit. Dampak konflik ini akan mereka tanggung seumur hidup," tuturnya.

2. Israel menghancurkan sistem kesehatan Gaza secara sistematis

sudut kota Gaza. (unsplash.com/Emad El Byed)

Komisi PBB tersebut menemukan bukti bahwa Israel telah menerapkan kebijakan terencana untuk menghancurkan sistem kesehatan Gaza. Pasukan Israel desebut sengaja membunuh, melukai, menangkap, menahan, dan menganiaya personel medis serta menargetkan kendaraan medis.

Para dokter melaporkan bahwa mereka merawat anak-anak dengan luka tembak langsung. Hal ini mengindikasikan adanya penargetan langsung terhadap anak-anak. PBB juga menemukan bukti kejahatan perang oleh kedua belah pihak.

Laporan juga mengungkap adanya perlakuan buruk terhadap sandera dari kedua pihak. Sandera Israel dilaporkan mengalami kekerasan seksual dan berbasis gender saat ditahan di terowongan. Sementara sandera Palestina mengalami penganiayaan, dilucuti, diangkut dalam keadaan telanjang, ditutup mata, dan diborgol hingga terluka.

3. Ekstremisme menguat seiring konflik berkepanjangan

Sidoti menjelaskan bahwa konflik ini telah berlangsung selama 85 tahun tanpa ada kemauan dari para pihak untuk mencari jalan keluar. PBB dan badan multinasional lainnya telah berupaya keras menghentikan permusuhan selama 13 bulan konflik. Namun upaya ini gagal, walaupun pernah ada gencatan senjata singkat melalui resolusi Dewan Keamanan.

"Satu hal yang telah diakibatkan pertempuran selama 13 bulan terakhir adalah memperkuat posisi ekstremis di semua pihak dan bahkan di luar," ujar Sidoti.

Ia menambahkan bahwa spiral kekerasan tidak bisa dihentikan dengan kekerasan lebih lanjut. Meski harapan semakin berkurang, Sidoti menyampaikan komitmennya untuk melanjutkan penyelidikan dan mendorong akuntabilitas.

"Pada suatu saat di masa depan, akan ada akuntabilitas. Mereka yang telah melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan akan dibawa ke pengadilan," ujar Sodoti. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Leo Manik
EditorLeo Manik
Follow Us