Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tiongkok Blokir Pernyataan PBB Soal Kudeta Myanmar

Kantor PBB di Vienna, Austria. (Pixabay.com/995645)

Beijing, IDN Times - Tiongkok memblokir pernyataan PBB terkait masalah kudeta militer yang terjadi di Myanmar pada awal pekan ini. Tindakan yang dilakukan oleh Tiongkok ini terlihat pihak Tiongkok memberikan dukungan kepada militer Myanmar secara diam-diam. Bagaimana awal ceritanya?

1. Seorang pakar politik Myanmar menilai Tiongkok melihat masalah yang terjadi di Myanmar saat ini adalah masalah internal

Seorang petugas militer berjaga-jaga di sekitar jalan saat kudeta militer di Myanmar. (Twitter.com/TV2Vivian)

Dilansir dari BBC, seorang pakar politik Myanmar dari National University of Singapore, Elliott Prasse-Freeman, mengatakan melalui kebijakan luar negeri yang setara dengan gaslighting, Tiongkok tampaknya memberi isyarat dukungan secara diam-diam kepada militer Myanmar, jika bukan adanya tindakan tegas dari para jenderal. Ia menambahkan Tiongkok melanjutkan seolah-olah ini adalah masalah internal Myanmar di mana yang diamati selama ini adalah perombakan kabinet. Meskipun menurutnya pernyataan dari PBB tidak akan membuat perbedaan secara langsung, itu masih akan berfungsi sebagai langkah pertama dalam menyatukan tanggapan dunia internasional dan tampaknya itu akan terjadi.

Pada hari Selasa, 3 Februari 2021, lalu Dewan Keamanan PBB telah bertemu dengan pihak Tiongkok dan berakhir gagal dalam menyetujui pernyataan bersama setelah pihak Tiongkok memutuskan untuk tidak mendukung. Pernyataan bersama itu sendiri hanya membutuhkan tandatangan Tiongkok yang memegang hak veto sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Menjelang perundingan, Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner, mengutuk keras pengambilalihan militer yang terjadi setelah para tentara menolak menerima hasil Pemilihan Umum Myanmar yang digelar pada bulan November 2020 lalu, padahal dia menilai kemenangan Pemilihan Umum saat itu sudah jelas dimenangkan secara telak oleh partai yang dipimpin Aung San Suu Kyi, penasihat negara Myanmar.

2. Setelah ditahan, Aung San Suu Kyi sudah tak terlihat lagi

Penasihat negara Myanmar, Aung San Suu Kyi. (Instagram.com/zinmamaaung)

Usai ditahan sejak Senin, 1 Februari 2021, pagi waktu setempat, Aung San Suu Kyi tak pernah terlihat lagi sejak ditahan oleh pihak militer Myanmar. Puluhan orang lainnya juga telah ditahan, termasuk Presiden Myanmar, Win Myint, anggota komite pusat partainya, serta pengacara pribadinya dan mereka ditahan dalam status sebagai tahanan rumah. Partai dari Aung San Suu Kyi, National League for Democracy (NLD), menuntut pembebasannya segera dan meminta militer Myanmar untuk menerima hasil akhir Pemilihan Umum Myanmar yang memenangkan partai NLD sebanyak 80 persen suara.

Saat ini, Myanmar telah menyerahkan kekuasaan kepada Panglima Tertinggi Myanmar, Min Aung Hlaing, yang mengakibatkan sebanyak 11 menteri dan deputi, termasuk di bidang keuangan, kesehatan, dalam negeri, dan luar negeri telah diganti. Dalam rapat kabinetnya pada hari Selasa, 2 Februari 2021, waktu setempat, Min Aung Hlaing mengulangi bahwa pengambilalihan itu tak terelakan. Myanmar menjadi lebih tenang setelah kudeta dengan pasukan berpatroli di semua kota besar dan jam malam telah diberlakukan.

3. Baik Tiongkok maupun Amerika Serikat memiliki pandangan yang sangat berbeda terhadap situasi di Myanmar

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Wang Wenbin. (Twitter.com/MFA_China)

Baik Tiongkok maupun Amerika Serikat memiliki pandangan yang sangat berbeda terhadap situasi di Myanmar yang saat ini dikuasai oleh militer setempat. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Wang Wenbin, mengatakan melalui konferensi pers bahwa Tiongkok telah memperhatikan situasi Myanmar dan sedang mencari informasi lebih lanjut. Bagi Wang, Tiongkok merupakan tetangga yang bersahabat bagi Myanmar dan pihaknya berharap semua pihak di Myanmar dapat menangani perbedaan dengan baik di bawah kerangka hukum dan konstitusional serta menjaga stabilitas politik dan sosial.

Lain halnya dengan pihak Amerika Serikat yang melihat tindakan militer Myanmar sebagai kudeta de facto, karena transisi kekuasaan terjadi hanya beberapa jam sebelum parlemen Myanmar yang baru terpilih seharusnya memulai sesi pembukaannya, yang berarti mengkonfirmasi hasil akhir Pemilihan Umum di Myanmar. Sekretaris Pers Gedung Putih, Jen Psaki, menanggapi dengan mengatakan bahwa Amerika Serikat khawatir dengan situasi yang terjadi di sana sekaligus memperingatkan militer Myanmar bahwa Amerika Serikat akan mengambil tindakan tegas jika masih melanjutkan kudeta militer terhadap para pemimpin sipil negara.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Christ Bastian Waruwu
EditorChrist Bastian Waruwu
Follow Us