Tokoh Oposisi Nikaragua Ditembak Mati di Kosta Rika

- Kelompok hak asasi manusia Nikaragua dan para aktivis menyalahkan pemerintahan Ortega dan istrinya atas pembunuhan Roberto Samcam.
- Mantan duta besar Nikaragua menyebut pembunuhan itu sebagai tindakan pengecut dan balas dendam politik oleh kediktatoran Nikaragua.
- Samcam meninggalkan Nikaragua setelah terlibat dalam protes antipemerintah pada 2018 yang menuntut reformasi demokratis.
Jakarta, IDN Times - Seorang pensiunan perwira militer Nikaragua yang dikenal vokal mengkritik Presiden Daniel Ortega di tembak mati di Kosta Rika, tempat ia hidup dalam pengasingan. Polisi mengatakan, Roberto Samcam ditembak di kondominiumnya di ibu kota, San Jose, pada Kamis (20/6/2025) sekitar pukul 07.30 waktu setempat.
Pelaku, yang dilaporkan berpura-pura sebagai pengantar paket, menembak pria berusia 66 tahun itu hingga delapan kali sebelum kemudian melarikan diri dengan sepeda motor. Ia masih buron hingga kini.
Organisasi Investigasi Yudisial Kosta Rika mengidentifikasi senjata yang digunakan dalam pembunuhan tersebut sebagai pistol kaliber 9mm.
1. Pemerintahan presiden Ortega dituding berada di balik pembunuhan tersebut
Kelompok hak asasi manusia Nikaragua dan para aktivis di pengasingan menyalahkan pemerintahan Ortega dan istrinya yang juga menjabat sebagai wakil presiden, Rosario Murillo.
“Saya merasa bahwa Daniel Ortega dan Rosario Murillo sedang memulai ‘Malam Pisau Panjang’ karena rezim mereka semakin melemah," kata Dora Maria Tellez, mantan rekan Ortega yang kini menjadi kritikusnya, dikutip dari RFI.
Malam Pisau Panjang merujuk pada pembersihan berdarah terhadap para rival yang diperintahkan oleh pemimpin Nazi, Adolf Hitler, pada 1934.
"Mereka sampai pada titik mengeksekusi seorang mantan perwira militer yang telah pensiun, karena mereka percaya suaranya masih bergema di kalangan militer," tambah Tellez, yang kini hidup dalam pengasingan di Spanyol.
Mantan duta besar Nikaragua untuk Organisasi Negara-negara Amerika, Arturo McFields, yang tinggal di pengasingan di Amerika Serikat (AS), juga menyebut pembunuhan itu sebagai tindakan pengecut dan balas dendam politik yang dilakukan oleh kediktatoran Nikaragua.
2. Samcam ikut berpartisipasi dalam protes antipemerintah pada 2018
Samcam meninggalkan Nikaragua setelah terlibat dalam protes antipemerintah pada 2018. Aksi tersebut awalnya bertujuan menentang reformasi jaminan sosial, namun dengan cepat berkembang menjadi seruan untuk perubahan demokratis secara menyeluruh.
Demonstrasi tersebut ditanggapi dengan tindakan keras oleh aparat keamanan. Menurut Komisi Hak Asasi Manusia Antar-Amerika (IACHR), sekitar 355 orang tewas, lebih dari 2 ribu orang terluka, dan 2 ribu lainnya mengalami penahanan sewenang-wenang.
Samcam termasuk di antara para kritikus yang mengecam penggunaan senjata dan pasukan paramiliter oleh Ortega untuk meredam protes. Namun, Presiden Nikaragua itu membantah telah melakukan tindakan represif terhadap para demonstran.
Dalam wawancara pada 2019, Samcam membandingkan Ortega dengan Anastasio Somoza Debayle, anggota terakhir dari rezim diktator keluarga Somoza, yang memerintah Nikaragua selama hampir 43 tahun. Pada 2022, ia juga menerbitkan sebuah buku yang berjudul Ortega: Derita Bangsa Nikaragua.
3. Kritikis pemerintah, Joao Maldonado, juga hadapi upaya pembunuhan tahun lalu
Dilansir dari Al Jazeera, Ortega telah lama dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan menunjukkan kecenderungan otoriter. Pada 2023, ia mencabut kewarganegaraan ratusan penentangnya dan menyita harta benda mereka.
Ia juga mendorong reformasi konstitusi untuk memperkuat kekuasaan dirinya dan istrinya. Perubahan tersebut secara efektif memperpanjang masa jabatan Ortega dan memberinya kewenangan untuk mengoordinasikan seluruh lembaga legislatif, yudikatif, pemilu, pengawasan, dan pengendalian, menempatkan hampir seluruh lembaga negara di bawah kekuasaannya.
Samcam bukan satu-satunya aktivis Nikaragua yang menghadapi upaya pembunuhan saat berada di pengasingan. Joao Maldonado, seorang pemimpin mahasiswa dalam protes antipemerintah 2018, selamat dari dua upaya pembunuhan saat tinggal di ibu kota Kosta Rika.
Upaya terbaru terjadi pada Januari 2024, yang menyebabkan ia dan pasangannya mengalami luka serius. Maldonado menyalahkan Front Pembebasan Nasional Sandinista, yang dipimpin oleh Ortega, atas serangan tersebut.