Trump: Timur Tengah Jadi Neraka jika Hamas Tak Bebaskan Sandera

Jakarta, IDN Times – Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengancam bakal menjadikan Timur Tengah seperti neraka jika Hamas tak segera membebaskan para sandera. Pernyataan Trump muncul ketika negosiasi gencatan senjata antara Israel dan Hamas berjalan lambat.
"Jika mereka tidak kembali saat saya menjabat, kekacauan akan terjadi di Timur Tengah, dan itu tidak akan baik bagi Hamas, dan terus terang, tidak akan baik bagi siapa pun. Kekacauan akan terjadi. Saya tidak perlu mengatakan apa-apa lagi, tetapi itulah kenyataannya," katanya pada Selasa (7/1/2025), dilansir dari Al Jazeera.
Ketika diminta menjelaskan maksudnya pada konferensi pers, Trump menolak.
"Apakah saya harus menjelaskannya kepada Anda? Semua akan kacau jika para sandera itu tidak kembali," tambah dia.
Beberapa pengamat kemudian menafsirkan pernyataan Trump sebagai ancaman kemungkinan intervensi militer AS di Gaza. Langkah ini ditolak oleh Presiden Joe Biden, meskipun ada lonjakan bantuan militer ke Israel.
1. Perundingan mengalami kemajuan signifikan
Dalam sesi itu, Trump menghabiskan banyak waktu untuk membahas isu Gaza. Konflik ini telah merenggut lebih dari 45.885 nyawa warga Palestina dan memicu kekhawatiran soal pelanggaran hak asasi manusia yang serius.
Ia kemudian memanggil calon utusannya untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, ke podium untuk memberikan informasi terbaru tentang negosiasi. Witkoff, seorang investor real estate tanpa pengalaman kebijakan luar negeri, telah menjadi bagian dari pembicaraan gencatan senjata baru-baru ini di Timur Tengah.
"Saya rasa kita telah mencapai sejumlah kemajuan yang sangat hebat, dan saya sangat berharap bahwa menjelang pelantikan, kami akan memiliki sejumlah hal baik untuk diumumkan atas nama presiden," katanya.
Pemerintahan Trump bakal mengambil sikap yang lebih tegas terhadap pembebasan sandera. Israel memperkirakan sekitar 100 orang masih berada dalam tahanan Hamas.
2. Trump juga berencana mengklaim Greenland, Panama, dan Kanada
Trump juga menyebut akan mengklaim Greenland menjadi bagian dari wilayah yang strategis bagi AS.
“Kami membutuhkan Greenland untuk tujuan keamanan nasional,” bebernya.
Baik Perdana Menteri Greenland maupun Perdana Menteri Denmark telah menolak kemungkinan penyerahan pulau Arktik yang luas itu ke kendali AS.
Trump juga mengancam akan mengambil alih Terusan Panama. Namun, pemerintah Panama telah menegaskan bahwa terusan itu akan tetap menjadi milik Panama, sebagaimana adanya sejak AS melepaskan kontrol pada 1999.
Tak berhenti di situ, Trump juga ingin menjadikan Kanada sebagai negara bagian AS yang ke-51. Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, dengan cepat menanggapi prospek tersebut di media sosial.
“Tidak ada peluang sedikit pun bahwa Kanada akan menjadi bagian dari Amerika Serikat,” tulis Trudeau .
Sementara itu, Trump memperbarui janjinya untuk mengenakan “tarif besar” pada Meksiko dan Kanada jika mereka tidak menyetujui tuntutan untuk membendung migrasi ilegal dan perdagangan narkoba ke AS.
3. Tak akan gunakan paksaan militer

Ketika ditanya terkait penggunaan kekuatan militer dalam kebijakan ekspansi Trump di beberapa wilayah, ia mengakui bahwa tak akan melakukan hal seperti itu. Meski begitu, ada beberapa ancaman yang dilayangkan terhadap negara yang menolak kehendak AS.
Dilansir Reuters, Trump mengkritik pembelanjaan AS untuk barang-barang Kanada dan dukungan militer untuk Kanada. Ia mengatakan AS tidak memperoleh keuntungan apa pun dari tindakan tersebut. Ia bahkan menyebut perbatasan antara kedua negara sebagai garis yang dibuat-buat.
Ia mengisyaratkan akan mengenakan tarif pada Denmark jika negara itu menolak tawarannya untuk membeli Greenland, yang menurutnya penting bagi keamanan nasional AS.
Denmark mengatakan Greenland merupakan bagian kerajaannya yang memiliki pemerintahan sendiri, tidak untuk dijual.
"Saya tidak menganggapnya sebagai cara yang baik untuk saling berperang dengan kekuatan finansial ketika kita adalah sekutu dan mitra dekat," kata Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen, merespons pernyataan Trump.