Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ukraina dan Rusia Saling Tuduh Langgar Gencatan Senjata Paskah

ilustrasi serangan saat perang (pexels.com/Mick Latter)
ilustrasi serangan saat perang (pexels.com/Mick Latter)
Intinya sih...
  • Ukraina dan Rusia saling tuduh melanggar gencatan senjata selama 30 jam.
  • Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan pasukannya menahan serangan Ukraina, Putin klaim niatnya tulus.
  • Inggris sebut gencatan senjata sebagai "aksi sehari", AS akan hentikan mediasi jika tak ada kemajuan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Ukraina dan Rusia saling menuduh telah melanggar gencatan senjata selama 30 jam yang diumumkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin pada Sabtu (19/4/2025) sore. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyatakan garis depan negaranya diserang lebih dari 46 kali sejak Minggu (20/4/2025) pagi.

Putin sebelumnya mengumumkan bahwa semua aksi militer harus dihentikan mulai pukul 16:00 BST (22.00 WIB) Sabtu hingga tengah malam waktu Moskow (Senin pukul 04.00 WIB) pada Minggu. Ukraina menyatakan siap mematuhi kesepakatan tersebut selama masa yang ditentukan.

“Entah Putin tidak sepenuhnya mengendalikan tentaranya, atau situasi ini membuktikan bahwa di Rusia, mereka tidak punya niat sungguh-sungguh untuk mengakhiri perang dan hanya tertarik pada pemberitaan yang menguntungkan,” tulis Zelenskyy di X, dikutip dari Canberra Times, Senin (21/4/2025).

1. Rusia balas tuding Ukraina langgar perjanjian dengan kirim drone

ilustrasi bendera Rusia (pexels.com/Сергей Велов)
ilustrasi bendera Rusia (pexels.com/Сергей Велов)

Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan pasukannya telah menahan serangan dari Ukraina sepanjang periode gencatan senjata. Menurut media pemerintah Rusia, Ukraina dilaporkan meluncurkan ratusan drone dan peluru ke wilayah yang dikuasai Rusia. Pemerintah Rusia bersikeras bahwa militernya telah mematuhi perintah penghentian serangan.

Putin juga sempat menyampaikan bahwa pasukan Rusia tetap harus bersiaga menghadapi kemungkinan pelanggaran dari pihak Ukraina. Ia mengklaim niatnya tulus agar semua kekerasan dihentikan sementara. Namun, bagi pihak Ukraina, tindakan Rusia justru membuktikan sebaliknya.

Zelenskyy menyebut pernyataan Putin tentang penghentian perang hanyalah bagian dari strategi pencitraan. Ia mengkritik upaya Rusia yang dinilai hanya menciptakan kesan palsu tentang gencatan senjata di mata dunia internasional.

2. Reaksi warga Ukraina dan Donetsk terbagi soal gencatan senjata

Bendera Negara Ukraina. (pexels.com/Andrii Smuryhin)
Bendera Negara Ukraina. (pexels.com/Andrii Smuryhin)

Warga yang menghadiri misa Paskah di Kyiv dan Donetsk memberikan tanggapan beragam terhadap gencatan senjata. Beberapa warga Ukraina menyatakan tidak mempercayai motif Putin, sementara warga Donetsk menilai Zelensky tidak menunjukkan itikad damai. Di kota Donetsk yang telah dikuasai Rusia sejak 2014, suasana tetap dipenuhi rasa curiga.

“Saya tidak percaya pria ini [Putin] memiliki rasa kemanusiaan,” kata Olena Poprych, seorang pengacara berusia 45 tahun, kepada Reuters, dikutip dari BBC, Senin (21/4/2025).

Sementara itu, warga bernama Vladimir di Donetsk mengatakan ia memperhatikan pidato Zelenskyy, namun tidak menemukan pernyataan tentang gencatan senjata. Ia mengaku tidak merasa yakin bahwa wilayahnya akan aman dari serangan dalam waktu dekat.

3. Inggris dan AS ragukan keseriusan Rusia hentikan perang

Bendera Amerika Serikat (pexels.com/Brett Sayles)
Bendera Amerika Serikat (pexels.com/Brett Sayles)

Pemerintah Inggris menyebut gencatan senjata itu sebagai “aksi sehari” dan mengklaim masih terjadi pelanggaran, termasuk jatuhnya korban sipil. Dalam pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Inggris (FCDO), gencatan ini dinilai serupa dengan pola gencatan senjata palsu yang sebelumnya pernah diumumkan Rusia. Inggris mendukung usulan gencatan selama 30 hari penuh seperti yang diajukan Ukraina.

“Seperti biasa, kami tidak melihat bukti bahwa Presiden Putin serius mempersiapkan perdamaian,” kata pernyataan FCDO.

Di sisi lain, Amerika Serikat (AS) menyatakan tidak akan terus memediasi pembicaraan damai jika tidak ada perkembangan berarti. Menteri Luar Negeri Marco Rubio mengatakan waktu semakin terbatas untuk menentukan arah diplomasi. Jika dalam hitungan hari tidak ada kemajuan, AS akan mengalihkan fokusnya ke prioritas lain.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bagus Samudro
EditorBagus Samudro
Follow Us