Uni Eropa Setujui Undang-Undang yang Melindungi Independensi Media

Jakarta, IDN Times - Parlemen Eropa menyetujui Undang-Undang Kebebasan Media yang melindungi independensi editorial outlet berita di seluruh Uni Eropa (UE) pada Rabu (13/3/2024). Aturan itu disetujui 464 anggota parlemen, 92 menentang, dan 65 abstain.
Undang-undang tersebut akan diserahkan kembali kepada Dewan, sebelum dapat disahkan secara resmi. Sebuah badan UE yang dibentuk khusus, yang disebut Dewan Layanan Media Eropa akan bekerja mengawasi penerapan aturan baru itu.
1. Jurnalis tidak boleh dipaksa mengungkapkan sumbernya
Dilansir DW, Undang-Undang Kebebasan Media ini menerapkan larangan kepada pihak berwenang untuk memaksa jurnalis dan editor untuk mengungkapkan sumbernya. Jurnalis tidak boleh ditekan dengan penahanan, pengawasan, dan penggerebekan kantor.
Aturan baru tersebut akan berfokus pada transparansi. Peraturan ini menetapkan bahwa anggota dewan media publik harus dipilih melalui proses yang terbuka dan adil, dan mereka tidak dapat diberhentikan dari jabatannya sebelum waktunya kecuali sudah tidak memenuhi kriteria profesional.
Negara juga tidak diperbolehkan untuk menunjukkan dukungannya terhadap belanja iklan, dan sebagai gantinya harus mengalokasikan dana iklan menggunakan kriteria publik, proporsional, dan nondiskriminatif.
Semua media berita diharuskan mengungkapkan informasi tentang pemiliknya di database nasional setiap anggota UE. Hal itu diperlukan agar masyarakat dapat dengan mudah mengetahui siapa yang mengontrol media tersebut dan kepentingan apa yang dapat mempengaruhi pemberitaan.
Undang-undang itu mengatur raksasa media sosial seperti Meta dan X untuk memberi tahu media ketika mereka bermaksud menghapus atau membatasi konten mereka, dan memberi waktu 24 jam untuk merespons. Media juga dapat membawa kasus ini ke badan arbitrase di luar atau pengadilan.
2. Spyware masih boleh digunakan terhadap jurnalis

Dilansir Euro News, parlemen berharap undang-undang tersebut akan memberlakukan larangan penuh terhadap penggunaan spyware terhadap wartawan. Hal itu sebagai respons atas laporan penggunaan perangkat lunak seperti Pegasus dan Predator untuk menyadap wartawan di Yunani, Hungaria, Polandia, dan Spanyol.
“Kami ingin kata-kata yang lebih kuat dalam hal spyware, tapi itu bukanlah sesuatu yang bisa kami capai,” kata Sabine Verheyen, ketua anggota parlemen dalam undang-undang tersebut.
Namun, Prancis, Italia, Malta, Yunani, Siprus, Swedia, dan Finlandia, mendorong pengecualian yang memungkinkan pemerintah untuk tetap menggunakan spyware terhadap jurnalis dan sumber mereka jika terjadi ancaman terhadap keamanan nasional.
Verheyen menjelaskan bahwa pemerintah UE hanya dapat menggunakan tindakan tersebut sebagai mekanisme pilihan terakhir jika terdapat motif hukum.
Jurnalis yang peralatannya diretas atas dasar keamanan nasional juga perlu diberi informasi lengkap mengenai langkah-langkah yang diambil terhadap mereka. Dia menegaskan tidak akan ada pembatasan terhadap pekerjaan investigasi yang dilakukan oleh jurnalis.
3. Undang-undang baru UE dipuji

Komisaris UE untuk Nilai dan Transparansi Vera Jourova memuji sidang di parlemen sebagai pemungutan suara bersejarah.
“Media independen sangat penting bagi demokrasi. Adalah tugas negara demokrasi untuk melindungi mereka," kata Jourova.
Pengawas media Reporters Without Borders juga menyambut baik langkah tersebut.
“Pengesahan undang-undang ini menandai langkah maju yang besar bagi hak atas informasi di UE,” kata Julie Majerczak, kepala kantor organisasi tersebut, menambahkan bahwa tergantung pada anggota UE untuk secara ambisius menerapkan undang-undang tersebut.
Roberta Metsola, presiden parlemen, mengatakan parlemen telah membuat sejarah dengan mengadopsi Undang-undang tersebut, dan menghormati jurnalis seperti Daphne Caruana Galizia dari Malta dan Jan Kuciak dari Slovakia, keduanya tewas dibunuh karena mengungkapkan kebenaran penguasa.