UNRWA: Larangan Israel akan Lumpuhkan Bantuan Kemanusiaan Gaza

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini, memperingatkan dampak buruk larangan Israel terhadap operasi lembaganya. Larangan yang akan berlaku mulai Kamis (30/1/2025) ini berisiko melumpuhkan bantuan kemanusiaan di Gaza.
Israel telah mengumumkan pemutusan semua kontak dan komunikasi dengan UNRWA. Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, menyampaikan negaranya akan menutup kantor UNRWA di wilayah Israel, termasuk properti di Maalot Dafna dan Kafr Aqab.
Amerika Serikat (AS) mendukung keputusan Israel ini. Duta Besar AS untuk PBB, Dorothy Shae, menilai UNRWA telah melebih-lebihkan dampak larangan tersebut. Menurutnya, masih ada badan-badan PBB lain yang bisa menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Gaza, dilansir Reuters pada Rabu (29/1/2025).
1. Peran krusial UNRWA dalam bantuan kemanusiaan Gaza
UNRWA merupakan penyalur utama bantuan kemanusiaan di Gaza. Lembaga ini menyalurkan 60 persen dari total bantuan makanan yang masuk ke wilayah tersebut sejak gencatan senjata diberlakukan. Bantuan ini telah menjangkau lebih dari setengah juta warga Gaza.
UNRWA memiliki 13 ribu staf di Gaza, termasuk 5 ribu pekerja kemanusiaan aktif. Jumlah ini jauh melampaui total 200 personel dari seluruh sistem PBB lainnya. Staf UNRWA melakukan sekitar 17 ribu konsultasi medis setiap hari, dilansir Al Jazeera.
"Sejak Oktober 2023, kami telah menyalurkan dua pertiga dari seluruh bantuan makanan, menyediakan penampungan bagi lebih dari satu juta pengungsi, dan memberikan vaksinasi polio kepada seperempat juta anak-anak," ujar Lazzarini dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB.
UNRWA juga mengelola jaringan sekolah yang dialihfungsikan menjadi penampungan pengungsi. Fasilitas ini melayani jutaan pengungsi Palestina di berbagai wilayah, mulai dari Gaza, Tepi Barat, hingga negara-negara tetangga seperti Suriah, Lebanon, dan Yordania.
2. Dampak larangan terhadap operasi UNRWA
Larangan Israel akan berdampak signifikan pada operasi bantuan di Gaza dan Tepi Barat. Koordinasi dengan Israel sangat diperlukan dalam perizinan masuk staf UNRWA ke wilayah-wilayah tersebut. Israel juga mengontrol akses ke Gaza dari Mesir.
Gaza Utara menjadi wilayah paling kritis dalam krisis kemanusiaan ini. UNRWA tidak bisa beroperasi di sana sejak awal 2024. Program Pangan Dunia (WFP) telah mengambil alih upaya bantuan kemanusiaan di wilayah tersebut.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan Dewan Keamanan PBB telah menyatakan tidak ada alternatif yang bisa menggantikan peran UNRWA. Sementara itu, Israel menolak klaim bahwa mereka bertanggung jawab mengisi kekosongan layanan UNRWA.
"Tanpa UNRWA, bantuan kemanusiaan di Gaza bisa benar-benar terhenti. Padahal sekarang justru saat yang paling tepat untuk memperbanyak bantuan karena situasi gencatan senjata," kata juru bicara UNRWA, Jonathan Fowler, dikutip Anadolu Agency.
Kondisi Gaza kini semakin memburuk setelah 15 bulan perang. Banyak warga menderita luka parah dengan perawatan medis minimal, kelaparan meluas, kekurangan air bersih dan sanitasi, serta kondisi musim dingin tanpa tempat berlindung memadai.
3. Latar belakang ketegangan Israel-UNRWA
Ketegangan Israel-UNRWA meningkat setelah tuduhan keterlibatan staf lembaga tersebut dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. PBB telah memecat sembilan staf yang diduga terlibat.
Seorang komandan Hamas di Lebanon yang tewas dalam serangan Israel pada September lalu juga diketahui memiliki pekerjaan di UNRWA. Israel telah lama mengkritik lembaga bantuan PBB ini bahkan sebelum peristiwa Oktober 2023.
UNRWA mengklaim menjadi target kampanye disinformasi yang menggambarkannya sebagai organisasi teroris. Lazzarini telah berulang kali meminta Israel memberikan bukti terkait tuduhan-tuduhan tersebut.
Gencatan senjata saat ini membuka peluang peningkatan bantuan kemanusiaan. Namun, pemulihan Gaza diperkirakan membutuhkan waktu bertahun-tahun mengingat besarnya kerusakan akibat perang yang telah menewaskan lebih dari 47 ribu warga Palestina.
Badan-badan PBB lain seperti UNICEF, Program Pangan Dunia, WHO, dan Program Pembangunan PBB juga beroperasi di Gaza dan Tepi Barat. Namun, skala operasi mereka jauh lebih kecil dibanding UNRWA.