Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Warga Gaza Gunakan Media Sosial untuk Cari Keluarga yang Hilang

ilustrasi pengungsi Palestina (pixabay.com/hosnysalah)

Jakarta, IDN Times - Dua belas minggu setelah perang dahsyat berkecamuk di Jalur Gaza, sebagian besar warga Palestina masih tidak mengetahui nasib kerabat mereka.

Di tengah pergerakan yang terbatas dan eskalasi pertempuran antara militer Israel dan Hamas, banyak warga kini menggantungkan harapan mereka pada media sosial untuk mencari orang-orang yang mereka cintai.

Salah satu dari ribuan orang yang hilang di Gaza adalah Foad Abdullah Abu Al Qomsan, bocah laki-laki berusia 2 tahun. Orang tuanya terakhir kali melihatnya pada 31 Oktober, ketika serangan udara menghantam kediaman mereka di kamp pengungsi Jabalia di Gaza utara.

Setelah kehilangan jejaknya selama hampir dua bulan, orang tua Al Qomsan memutuskan untuk menghubungi Rawan Al Kateri, seorang aktivis Gaza dengan delapan ribu pengikut di Facebook, untuk membantu menemukannya melalui platform online.

Al Kateri pun memuat permohonan dari keluarga anak laki-laki tersebut yang mengharapkan informasi tentang keberadaannya.

1. Jumlah orang yang hilang terus bertambah setiap hari

Hani Abu Razeq, yang memiliki 691 ribu pengikut di Instagram, mengatakan bahwa orang-orang telah menghubunginya untuk menggungah informasi tentang kerabat mereka yang hilang.

“Situasinya sangat sulit, dan jumlah orang hilang meningkat setiap hari, semua itu terjadi setelah tentara Israel memaksa orang meninggalkan rumah mereka,” kata Razeq kepada The National.

Unggahannya berhasil membantu beberapa orang menemukan kerabat mereka.

"Setiap hari saya mengunggah puluhan permohonan orang hilang. Beberapa di antaranya telah ditemukan dan yang lainnya masih hilang, dan tidak ada berita tentang mereka," ujarnya.

Namun, prosesnya panjang dan sulit karena pemadaman internet yang berulang dan sinyal telepon yang lemah.

2. Beberapa aktivis juga membantu menyampaikan kebutuhan warga Gaza melalui platformnya

Sementara itu, beberapa orang lainnya memilih untuk mengunggah kebutuhan yang diperlukan oleh warga Gaza. Terbatasnya bantuan yang masuk ke wilayah tersebut telah mengakibatkan banyak orang mengalami kelaparan dan hidup dalam kesulitan.

Jurnalis dan aktivis media sosial, Seba Jaafarawi, telah menerbitkan beberapa unggahan setiap hari untuk membantu orang-orang yang kehabisan obat dan perbekalan.

"Saya mencoba membantu orang-orang untuk mencapai apa yang mereka butuhkan. Saya, dalam beberapa kasus, berhasil menyediakan apa yang diminta, dan itu membuat saya merasa bahagia," katanya.

Jaafarawi meninggalkan Gaza sebulan setelah perang dimulai pada 7 Oktober. Ia mengatakan bahwa dia kini lebih mampu membantu banyak dengan mengirimkan unggahan mereka karena koneksi internet yang stabil.

Di halaman Facebook-nya, permohonan yang diajukan bervariasi, mulai dari obat-obatan, kasur dan pakaian hangat.

“Orang-orang yang mengungsi dari rumah atau tempat penampungan mereka yang terkena bom meminta tenda atau tempat tinggal, dan saya melakukan yang terbaik untuk membantu mereka dengan mengunggah permohonan mereka di Facebook,” katanya.

3. Korban tewas di Gaza mencapai lebih dari 12.100 orang

Dilansir Associated Press, ribuan keluarga Palestina pada Rabu (27/12/2023) menuju Deir al-Balah usai meluasnya serangan Israel di Gaza tengah dan selatan. Banyak dari mereka berjalan kaki atau menaiki kereta yang ditarik keledai.

Lantaran tempat penampungan PBB di sana telah melebihi kapasitas, para pendatang baru terpaksa mendirikan tenda di trotoar di tengah cuaca musim yang menusuk kulit. Banyak dari mereka memadati jalanan di sekitar rumah sakit utama di kota tersebut, Al-Aqsa Martyrs, dengan harapan akan lebih aman dari serangan Israel.

Sebagian besar pengungsi tersebut melarikan diri dari beberapa kamp di Gaza tengah yang menjadi sasaran serangan darat Israel. Salah satu kamp, ​​​​Bureij, dihantam bom sepanjang malam ketika pasukan Israel bergerak masuk.

“Itu adalah malam yang mengerikan. Kami belum pernah melihat pemboman seperti ini sejak awal perang,” kata Rami Abu Mosab di kamp Bureij, tempat dia berlindung sejak meninggalkan rumahnya di Gaza utara.

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, serangan Israel di wilayah tersebut telah membunuh lebih dari 12.100 orang. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.

Perang juga telah mengakibatkan sekitar 85 persen dari 2,3 juta penduduk Gaza meninggalkan rumah mereka. Para pejabat PBB mengatakan, seperempat penduduk di wilayah tersebut mengalami kelaparan akibat blokade Israel, yang hanya memungkinkan masuknya sedikit makanan, air, bahan bakar dan pasokan lainnya.

Konflik terbaru di Gaza ini dimulai pada 7 Oktober, ketika Hamas melancarkan serangan terhadap Israel selatan, yang menewaskan lebih dari 1.100 orang. Kelompok tersebut juga menyandera sekitar 240 orang dan membawa mereka ke Gaza.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fatimah
EditorFatimah
Follow Us