Kekurangan Data, WHO Gagal Simpulkan Asal COVID-19

- China, AS, dan Jerman menolak memberikan akses data vital kepada WHO dan panel ahli independen SAGO.
- Hipotesis penularan dari hewan ke manusia paling mungkin berdasarkan bukti ilmiah yang tersedia saat ini.
- Investigasi asal-usul COVID-19 dianggap sebagai kewajiban moral untuk menghormati korban jiwa dan mengembangkan langkah-langkah pencegahan yang lebih efektif.
Jakarta, IDN Times - Investigasi asal-usul pandemik COVID-19 yang telah berjalan 4 tahun menemui jalan buntu. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada Jumat (27/6/2025), mengumumkan penyelidikan tersebut berakhir tanpa kesimpulan pasti lantaran kekurangan data krusial.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyebut semua hipotesis masih dipertimbangkan, mulai dari penyebaran lewat hewan hingga kemungkinan kebocoran laboratorium. WHO menyatakan penolakan China untuk membagikan data menjadi salah satu penyebab kebuntuan ini.
1. WHO tidak diberi akses data oleh China, AS dan Jerman
Panel ahli independen WHO, SAGO, dibentuk pada Juli 2021 untuk melakukan penyelidikan yang lebih mendalam. Pembentukan panel ini merupakan respons atas laporan awal yang dikritik karena dianggap kurang transparan dan tidak serius mengevaluasi semua teori.
Sejak dibentuk, SAGO berulang kali meminta data vital dari pemerintah China untuk melacak jejak awal virus. Data tersebut mencakup sekuens genetik dari pasien awal dan informasi detail pasar hewan Wuhan. Namun, data-data tersebut tak kunjung diberikan oleh China kepada WHO maupun panel SAGO.
Selain itu, WHO juga meminta akses terhadap laporan intelijen dari negara lain seperti Amerika Serikat dan Jerman, namun permintaan itu juga tidak dipenuhi. Sebelumnya, kedua negara ini mengklaim bahwa COVID-19 kemungkinan besar bocor dari laboratorium di Wuhan, dilansir The Telegraph.
Dalam keterangannya, Tedros merinci data spesifik yang tidak kunjung diberikan.
"Meskipun kami berulang kali meminta, China belum memberikan ratusan sekuens virus dari individu dengan COVID-19 pada awal pandemik. Informasi lebih rinci tentang hewan yang dijual di pasar Wuhan, informasi tentang pekerjaan yang dilakukan serta kondisi keamanan biologis di laboratorium Wuhan juga tidak diberikan," kata Ghebreyesus.
2. Hipotesis penularan dari hewan ke manusia paling mungkin
Menurut laporan SAGO, bukti ilmiah yang tersedia saat ini lebih mengarah pada hipotesis zoonosis, yakni penularan dari hewan ke manusia. Pasar Huanan di Wuhan disebut berperan signifikan dalam penyebaran infeksi pada tahap awal, meski belum bisa dipastikan sebagai titik nol.
Meski begitu, hipotesis bahwa virus berasal dari kebocoran laboratorium tidak dapat dikesampingkan atau dibuktikan salah. Lagi-lagi, WHO belum memiliki cukup bukti untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap kemungkinan tersebut.
Sementara itu, panel ahli menyatakan, tidak ada bukti ilmiah yang mendukung teori bahwa virus sengaja dibuat atau direkayasa secara genetika. Bukti yang tersedia justru menunjukkan mutasi yang terjadi lebih mungkin terjadi di alam. Laporan itu juga menyebut tidak ada bukti kuat adanya penyebaran virus secara luas di negara lain sebelum kasus pertama di Wuhan pada Desember 2019.
"Hingga data ilmiah lebih lanjut tersedia, asal-usul bagaimana SARS-CoV-2 masuk ke populasi manusia akan tetap tidak dapat disimpulkan," ujar Ketua SAGO, Marietjie Venter, dilansir Al Jazeera.
3. Investigasi asal-usul COVID-19 sebagai kewajiban moral
Pencarian asal-usul virus ini dianggap sebagai kewajiban moral untuk menghormati sekitar 20 juta korban jiwa akibat pandemik. Bencana kesehatan ini juga telah menyebabkan kerugian ekonomi global yang diperkirakan mencapai 10 triliun dolar AS (sekitar Rp160 kuadriliun).
WHO menyatakan, upaya untuk memahami asal-usul SARS-CoV-2 belum selesai. Badan kesehatan dunia itu mengimbau semua negara yang memiliki informasi relevan agar bersedia membagikannya secara terbuka demi kepentingan bersama, dilansir CNA.
Selain sebagai kewajiban moral, investigasi ini dinilai penting untuk mengembangkan langkah-langkah pencegahan yang lebih efektif. Hasil investigasi bisa berguna untuk melindungi dunia dari ancaman pandemik di masa depan.
"Memahami asal-usul SARS-CoV-2 dan bagaimana ia memicu pandemik diperlukan untuk membantu mencegah pandemik di masa depan. Ini juga penting untuk menyelamatkan nyawa dan mata pencaharian, serta mengurangi penderitaan global," kata Ghebreyesus.