7 Fakta Ilmiah soal Keterbukaan Diri, Curhat dan Unggah Hal Personal

Apa yang dimaksud dengan keterbukaan diri?

"Jangan terlalu terbuka jadi orang. Gak semua orang bisa kamu percaya." — pernahkah kamu mendengarkan perkataan ini?

Keterbukaan diri atau yang sering disebut sebagai self-disclosure dapat diartikan sebagai suatu tindakan mengungkapkan informasi pribadi, meliputi perasaan, pemikiran, sikap, dan pengalaman mengenai diri sendiri kepada orang lain. Oleh karena Informasi tersebut bersifat pribadi, maka informasi itu tidak dapat diketahui oleh orang lain melalui cara lain selain melalui keterbukaan diri yang dilakukan oleh individu itu sendiri.

Selain itu, para peneliti sepakat bahwa keterbukaan diri ini dapat dilakukan dalam bentuk komunikasi verbal maupun nonverbal. Ya, dalam kehidupan sehari-hari, keterbukaan diri ini sering kali terjadi ketika kita curhat.

Kamu pasti sudah pernah melakukannya kan? Namun apakah kamu sudah tahu beberapa hal ilmiah di balik keterbukaan diri yang tampaknya sederhana ini?

Penasaran? Yuk, simak ulasannya di bawah ini! 

1. Kita cenderung bersikap lebih terbuka pada seseorang yang juga terbuka pada kita

7 Fakta Ilmiah soal Keterbukaan Diri, Curhat dan Unggah Hal Personalleonparenzo.com

Dalam buku berjudul An Introduction to Communication Studies yang terbit pada tahun 2007, Steinberg memaparkan bahwa salah satu karakteristik keterbukaan diri adalah kecenderungan kita untuk bersikap lebih terbuka mengenai diri kita pada seseorang yang juga terbuka mengenai dirinya pada kita.

Karakteristik ini rasanya sangat relevan dengan hidup kita. Kamu juga pasti sudah pernah mengalaminya 'kan?

2. Keterbukaan diri bersifat resiprokal

7 Fakta Ilmiah soal Keterbukaan Diri, Curhat dan Unggah Hal Personalunsplash.com

Masih dari judul buku dan penulis yang sama, yaitu An Introduction to Communication Studies oleh Steinberg, dipaparkan bahwa keterbukaan diri bersifat timbal balik. Artinya, ketika kita mengungkapkan informasi pribadi kita pada lawan bicara, maka ia juga akan bersikap lebih terbuka mengenai dirinya pada kita. Ya, karakteristik kedua ini masih berkaitan dengan karakteristik dari keterbukaan diri pada poin sebelumnya.

Lebih lanjut, terjadinya keterbukaan diri dari kedua belah pihak akan membuat kedua belah pihak merasa lebih bahagia daripada ketika salah satu pihak hanya mendengarkan saja, bahkan ketika keduanya baru saja saling mengenal. Hal ini sudah dibuktikan oleh Sprecher, Treger, Wondra, Hilaire, dan Wallpe dalam penelitian eksperimen yang dipublikasikan pada tahun 2013.

3. Keterbukaan diri berfungsi sebagai inisiasi hubungan

7 Fakta Ilmiah soal Keterbukaan Diri, Curhat dan Unggah Hal Personalunsplash.com/Greg Raines

Tak hanya membuat kedua belah pihak merasa lebih bahagia seperti yang telah disebutkan pada poin di atas, berdasarkan temuan Finkenauer dan Buyukcan-Tetik pada penelitian longitudinal yang dipublikasikan pada tahun 2015, keterbukaan diri yang dilakukan oleh kedua belah pihak juga akan memunculkan perasaan saling menyukai dan perasaan lebih mengenal satu sama lain yang merupakan fondasi bagi semakin dekatnya hubungan antara kedua belah pihak.

Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Berdasarkan hasil penelitian Laurenceau dan Kleinman pada tahun 2006, kedekatan tersebut berkembang karena dengan mengenal satu sama lain, perasaan familier akan tumbuh yang pada gilirannya akan meningkatkan intimacy dalam jalinan relasi. Temuan ini dipertegas oleh Greene, Derlega, dan Mathews pada tahun 2006 bahwa keterbukaan diri memiliki peran krusial dalam membangun relasi 

Eits, meski begitu, temuan Steinberg pada tahun 2007 menunjukkan bahwa sikap mengungkapkan terlalu banyak informasi pribadi pada tahap awal relasi justru dapat membuat kita dianggap insecure. Akibatnya, kita menjadi kurang disukai atau bahkan kurang diterima oleh lawan bicara.

Oleh karena itu, alangkah baiknya jika keterbukaan diri dilakukan secara bertahap seperti temuan dari Masaviru, Mwangi, dan Masindano yang dikutip oleh Masaviru dalam kajian ilmiahnya yang dipublikasikan pada tahun 2016. Isinya menunjukkan bahwa keterbukaan diri dapat dimulai dari topik-topik permukaan atau yang sering disebut sebagai superficial self-disclosure yang semakin mendalam seiring dengan dijalinnya relasi.

Baca Juga: 7 Warna Terbaik dan Terburuk untuk Kamar Tidur, dari Faktor Psikologi

4. Keterbukaan diri juga berfungsi sebagai pemeliharaan hubungan

7 Fakta Ilmiah soal Keterbukaan Diri, Curhat dan Unggah Hal Personaldramabeans.com

Selain dapat membantu kita dalam mengawali hubungan dengan orang lain, keterbukaan diri ternyata juga berguna bagi pemeliharaan hubungan. Hal ini telah ditegaskan oleh  Greene, Derlega, dan Mathews pada tahun 2006 bahwa keterbukaan diri berperan penting dalam menjaga relasi.

Temuan tersebut selaras dengan hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Prager, Shivani, Poucher,  Cavallin, Truong, dan Garcia pada tahun 2015 bahwa keterbukaan dari kedua belah pihak baik mengenai topik-topik dalam keseharian maupun topik yang serius penting bagi pemeliharaan hubungan.

Hal ini dapat terjadi karena menurut hasil penelitian Finkenauer dan Buyukcan-Tetik pada tahun 2015, diketahui bahwa keterbukaan diri mendorong keterlibatan emosional, tumbuhnya kepercayaan, dan berkembangnya intimacy. Dengan demikian, lawan bicara akan merasa bahwa kita mempercayai, menghargai, dan mempedulikan mereka. Menurut Babcock, Gottman, Ryan, dan Gottman pada penelitian yang dipublikasikan pada tahun 2013, hal tersebut dapat menurunkan konflik dalam hubungan, sehingga relasi jangka panjang akan terpelihara. 

Selain itu, keterbukaan diri juga berkontribusi terhadap kepuasan relasi seperti yang diketahui dari hasil penelitian Sprecher dan Hendrick pada tahun 2004, dan dukungan sosial seperti yang ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Foynes dan Freyd pada tahun 2013.

5. Keterbukaan diri juga berdampak positif pada kesehatan

7 Fakta Ilmiah soal Keterbukaan Diri, Curhat dan Unggah Hal Personalpixabay.com/klimkin

Jika poin-poin sebelumnya telah membahas pentingnya keterbukaan diri bagi jalinan relasi, maka marilah kita mengenal kontribusi keterbukaan diri bagi kesehatan fisik. Pada tahun 2018, Holt-Lunstad melakukan penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa keterbukaan diri mendorong terbentuknya hubungan sosial dan dukungan sosial di mana keduanya tak hanya merupakan prediktor kesejahteraan psikologis, namun juga kesejahteraan fisik. 

Temuan tersebut sejalan dengan hasil penelitian Pennebaker dan Chung pada tahun 2011 bahwa pengungkapkan perasaan dan pemikiran pada orang terdekat yang dipercaya dapat membantu kita dalam mengatasi kecemasan dan meningkatkan kesehatan fisik. Menurut Zhang pada tahun 2017, hal ini bahkan tetap terjadi walaupun keterbukaan diri dilakukan secara online.

6. Seseorang akan merasa lebih senang ketika keterbukaan diri yang dilakukan orang lain ditujukan secara khusus padanya

7 Fakta Ilmiah soal Keterbukaan Diri, Curhat dan Unggah Hal Personalpexels.com/fauxels

Finkenauer, Engels, Branje, dan Meeus dalam penelitian yang dipublikasikan pada tahun 2004 menunjukkan bahwa kita akan merasa kurang spesial ketika keterbukaan diri yang dilakukan seseorang ditujukan bagi banyak orang alih-alih secara khusus ditujukan pada diri kita. Temuan ini didukung oleh Bazarova dalam penelitiannya tahun 2012 bahwa keterbukaan diri yang disampaikan secara private pada seseorang akan menimbulkan kedekatan yang lebih besar daripada apabila keterbukaan diri tersebut ditujukan bagi banyak orang, misalnya melalui unggahan di berbagai sosial media.

Dalam penelitiannya tersebut, Bazarova juga menemukan bahwa keterbukaan diri yang dibagikan secara luas pada publik dinilai kurang tepat oleh penerima keterbukaan diri. Hal ini akan mengurangi kesukaan (liking) penerima keterbukaan diri terhadap orang yang membuka diri tersebut. 

7. Dibutuhkan kepercayaan untuk dapat membuka diri

7 Fakta Ilmiah soal Keterbukaan Diri, Curhat dan Unggah Hal Personalpixabay.com/Cherylholt

Setelah mengetahui betapa pentingnya keterbukaan diri, timbul pertanyaan mengenai apa yang dibutuhkan bagi seseorang untuk dapat mengungkap informasi pribadinya pada orang lain. Pertanyaan ini telah dijawab oleh Jourard dalam bukunya yang berjudul The Transparent Self.

Hasil penelitian tersebut mengungkap bahwa seseorang perlu terlebih dahulu merasa percaya bahwa pendengarnya memiliki niat yang baik. Dengan kata lain, pendengar haruslah orang yang dapat dipercaya untuk turut menjaga kerahasiaan informasi pribadinya.

Penelitian lain yang dilakukan Wheeless dan Grotz pada tahun 1977 memperkuat temuan tersebut dengan menunjukkan bahwa tingginya kepercayaan berhubungan dengan besarnya intensi untuk secara sadar membuka diri dan semakin banyaknya hal yang diungkap.

Itulah beberapa temuan para peneliti mengenai keterbukaan diri yang dapat membantumu dalam mempertimbangkan mengenai informasi pribadi apa saja yang sebaiknya diungkap, kepada siapa informasi pribadi tersebut diungkap, serta kapan dan bagaimana informasi pribadi tersebut diungkap. Dengan begitu, diharapkan kamu akan mendapatkan manfaat dari keterbukaan diri dan terhindar dari risiko-risikonya. Semoga bermanfaat!

Baca Juga: 9 Fakta Unik Tes Psikologi Rorschach yang Kontroversial, Pernah Coba?

Athanasia Dianri Photo Verified Writer Athanasia Dianri

Good vibes, good life

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Bayu D. Wicaksono

Berita Terkini Lainnya