AHY Tolak Pengesahan RUU Kesehatan, Singgung Negara Minim Komitmen

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menegaskan parpol yang ia pimpin menolak RUU Kesehatan dibawa ke rapat paripurna untuk dijadikan undang-undang. Semula, RUU Kesehatan bakal dibawa ke rapat paripurna yang digelar Selasa (20/6/2023), namun belakangan agenda itu ditunda.
Salah satu poin yang jadi sorotan AHY soal alasan penolakan pengesahan RUU Kesehatan menjadi undang-undang, yaitu terkait penghapusan pengeluaran wajib khusus kesehatan dalam Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN). Seharusnya dalam aturan lama yakni UU Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 171, tertulis pemerintah pusat wajib mengalokasikan minimal 5 persen dari APBN dan pemerintah daerah 10 persen dari APBD, untuk pembangunan kesehatan di luar gaji. Dalam undang-undang, kebijakan itu disebut mandatory spending.
Bila mandatory spending dihapus pemerintah, maka yang paling terdampak adalah masyarakat kelas menengah ke bawah. Mereka bakal sulit mengakses layanan kesehatan.
"Terkait upaya penghapusan pengeluaran wajib khusus kesehatan di dalam APBN, menunjukkan minimnya komitmen negara menyiapkan kesehatan yang layak, merata dan berkeadilan. Padahal, mandatory spending ini masih sangat dibutuhkan untuk menjamin terpenuhinya pelayanan kesehatan masyarakat," kata AHY dalam keterangan tertulis, Rabu (21/6/2023).
Di sisi lain, AHY menganggap, pembahasan RUU Kesehatan sangat terburu-buru. Sehingga tidak diberikan ruang pembahasan yang cukup panjang.
"Kami menilai jika ruang dan waktu dibuka lebih panjang lagi, RUU ini dapat lebih komprehensif, holistik, dan berkualitas," tutur dia,
1. Partai Demokrat mencium adanya indikasi liberalisasi tenaga medis asing

Lebih lanjut, AHY juga menyebut adanya indikasi liberalisasi tenaga medis asing melalui draf RUU Kesehatan. Ia menilai liberalisasi tenaga medis asing itu sangat berlebihan oleh pemerintah.
"Kami mendukung sepenuhnya kemajuan praktik dokter dan hospitality, termasuk hadirnya dokter asing tapi dengan prinsip resiprokal, bahwa seluruh dokter Indonesia diberi pengakuan yang layak dan kesempatan yang setara," ujar AHY.
Dokter asing, kata AHY, juga harus patuh dan tunduk kepada peraturan yang berlaku di Tanah Air.
2. Menkes Budi usulkan Rencana Induk Kesehatan untuk gantikan mandatory spending

Sementara, dalam pandangan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, kebijakan mandatory spending dinilai tidak efektif dan efisien untuk mencapai pemenuhan substansi alokasi anggaran kesehatan.
Ia mengusulkan adanya Rencana Induk Kesehatan (RIK) lima tahun sebagai metode baru untuk menggantikan kebijakan mandatory spending. Dalam RIK itu, detail-detail program kesehatan sudah dirumuskan di rencana besar tersebut.
"Pengalaman mandatory spending itu tidak 100 persen mencapai tujuan. Tujuan dialokasikannya mandatory spending bukan besarnya alokasi. Tetapi, adanya komitmen spending anggaran dari pemerintah untuk memastikan program di sektor tertentu bisa berjalan," ungkap Budi seperti dikutip dari kantor berita ANTARA.
Budi menjelaskan RIK lima tahun ke depan bisa mengintegrasikan semua lembaga yang memiliki dana kesehatan. Dana tersebut bisa tersebar di pemerintah daerah, pusat dan badan lembaga lain seperti BPJS.
"Selama ini proses integrasi itu terkadang sulit direalisasikan," kata Menkes, yang meyakini dengan RIK bisa mencegah terjadinya potensi kebocoran anggaran.
3. Waktu pengesahan RUU Kesehatan di rapat paripurna menunggu persetujuan pimpinan DPR

Sementara, anggota Komisi IX DPR dari fraksi Partai Golkar, Emanuel Melkiades Laka Lena, mengatakan pengesahan RUU Kesehatan menjadi undang-undang menunggu putusan dari pimpinan DPR dan pimpinan masing-masing fraksi. Itu sebabnya pada rapat paripurna Selasa kemarin, RUU Kesehatan ditunda disahkan menjadi undang-undang.
"Kita tunggu putusan pimpinan DPR RI dan pimpinan fraksi," ujar Melki kepada IDN Times melalui pesan pendek, Rabu (21/6/2023).
Selain Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga menolak RUU Kesehatan disahkan menjadi undang-undang. Dua fraksi lainnya yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Nasional Demokrat (NasDem) setuju RUU Kesehatan dibawa ke rapat paripurna dengan catatan.
Sedangkan, lima parpol lainnya yaitu PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sepakat membawa draf RUU Kesehatan untuk disahkan di rapat paripurna.
Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang.