Antisipasi Karhutla, BMKG Gelar OMC di Riau

- BMKG gelar OMC di Provinsi Riau selama 7 hari untuk mengantisipasi Karhutla saat musim kemarau tiba
- OMC bertujuan mempercepat turunnya hujan guna membasahi lahan gambut yang rentan terbakar
Jakarta, IDN Times – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menggelar Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di Provinsi Riau selama tujuh hari, yakni dari 1 hingga 7 Mei 2025. Langkah ini diambil sebagai bentuk mitigasi untuk mengantisipasi risiko kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang rentan terjadi di wilayah gambut Riau saat musim kemarau tiba.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengatakan, OMC bertujuan untuk mempercepat turunnya hujan guna membasahi serta menjaga kelembapan lahan gambut. Lahan gambut mudah mengering dan sulit dipadamkan sehingga OMC penting untuk dilakukan.
“Bahkan tanpa aktivitas pembakaran, lahan gambut tetap berpotensi terbakar karena angin kencang dan gesekan ranting saat musim kemarau. Karena itu, mitigasi harus dilakukan sebelum munculnya api,” kata Dwikorita.
1. Ada 10 kabupaten/kota di Riau berstatus siaga darurat

Dwikorita mengatakan, saat ini sudah ada 10 kabupaten/kota di Riau yang menetapkan status siaga darurat Karhutla, menyusul terdeteksinya 144 titik panas (hotspot) serta kebakaran yang telah menghanguskan 81 hektare lahan. OMC difokuskan untuk mencegah meluasnya kebakaran dengan membasahi area gambut secara menyeluruh dan merata.
Sampai 4 Mei 2025, OMC telah melaksanakan empat sorti penyemaian awan dengan menggunakan 3,2 ton bahan semai berupa garam (NaCI). Operasi ini berlangsung selama 8 jam 33 menit, menargetkan awan-awan potensial yang diperkirakan dapat menurunkan hujan.
2. Wilayah pesisir menjadi target OMC

Wilayah sasaran OMC difokuskan di kawasan pesisir timur bagian utara serta selatan Provinsi Riau, yang dikenal memiliki riwayat kebakaran yang tinggi.
Operasi ini bertujuan guna mengisi kembali cadangan air di dalam tanah gambut, sehingga lahan tersebut tidak mudah mengering dan terbakar saat musim kemarau.
3. Musim kemarau di Indonesia telah dimulai sejak April 2025

Menurut sistem early warning BMKG, musim kemarau di Indonesia, termasuk di wilayah Riau, telah dimulai sejak April dan diperkirakan mencapai puncaknya pada Juni hingga Agustus 2025. Khusus Provinsi Riau, wilayah ini telah mengalami dua kali musim kemarau dalam satu tahun, yaitu Februari–Maret serta Mei–September sehingga memiliki potensi lebih besar untuk mengalami Karhutla dibandingkan lahan lainnya.
“Potensi kekeringan dan Karhutla pada Mei hingga September 2025 diperkirakan meningkat akibat anomali suhu permukaan laut di Samudra Pasifik dan wilayah barat Indonesia. Karena itu, diperlukan intervensi melalui OMC untuk menjaga kelembapan gambut dan mencegah kebakaran sebelum musim kemarau mencapai puncaknya,” kata dia.
4. Perubahan strategi OMC

Sementara itu, Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto mengungkapkan, sejak tahun 2015, pendekatan dalam OMC telah bergeser dari sekadar upaya pemadaman menjadi langkah mitigasi dan pencegahan dini.
Perubahan strategi ini terbukti berhasil. Berdasarkan data, jumlah hotspot nasional menurun drastis dari 8.168 titik pada tahun 2019 menjadi 499 titik pada tahun 2023, penurunan sebesar 93,9 persen. Selain itu, luas lahan yang terbakar juga mengalami penurunan dari 90.550 hektare menjadi 7.267 hektare dalam rentang waktu yang sama.
“Dengan kondisi cuaca yang masih relatif mendukung pembentukan awan hujan, OMC diharapkan mampu menekan jumlah hotspot dan mengurangi risiko kebakaran gambut yang biasa terjadi pada pertengahan hingga akhir musim kemarau,” ujar Seto.
5. Pelaksanaan OMC di Riau sebagai hasil kolaborasi lintas lembaga

Seto menuturkan, pelaksanaan OMC di Riau merupakan hasil kerja sama antara BMKG, BNPB, TNI Angkatan Udara, operator swasta, dan sejumlah pemangku kepentingan lainnya. Operasi ini memanfaatkan pesawat Cessna Caravan 208B yang telah dimodifikasi secara khusus untuk keperluan penyemaian awan.
Selama penyemaian berlangsung, BMKG secara memantau kondisi cuaca dan dinamika atmosfer setiap hari. Data ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan waktu serta lokasi penyemaian awan secara tepat dan efisien.