Badak Sumatera, Penjaga Hutan yang Terancam Punah

JAKARTA, Indonesia — Badak merupakan salah satu spesies yang paling terancam punah di dunia. Saat ini hanya tinggal lima spesies badak yang ada, dan badak Sumatera merupakan spesies yang saat ini populasinya sedang kritis.
Menurut data yang dihimpun Tim Badak, saat ini populasi badak Sumatera diperkirakan tidak sampai 100 individu. Jumlahnya memang masih sedikit lebih banyak dari pada badak Jawa, tetapi letaknya yang tersebar membuat badak Sumatera lebih sulit untuk melakukan proses reproduksi.

Si mungil penjaga hutan
Ukuran badak Sumatera memang tidak kecil, dengan tinggi rata-rata 114-140 cm, panjang 180-240 cm, dan berat 600-900 kg. Namun spesies badak asli Indonesia ini merupakan yang terkecil di antara spesies badak lainnya di dunia. Keistimewaan juga terdapat pada seluruh tubuhnya yang berambut. Bahkan badak Sumatera sering disebut sebagai hairy rhino karena hal ini.
Walaupun tercatat sebagai badak terkecil, namun badak Sumatera memiliki peran yang sangat besar dalam menjaga ekosistem hutan. Menurut penjelasan Country Director Wildlife Conservation Society (WCS) - Indonesia Program Noviar Andayani, badak Sumatera berperan untuk menyebarkan benih-benih pepohonan di hutan tempat tinggalnya karena kebiasaan naluriahnya.
“Karena dia memakan hampir lebih dari 200 spesies tanaman hutan, badak Sumatera itu berperan termasuk untuk menyebarkan biji-biji agar bersemai lebih baik,” ujar perempuan yang biasa disapa Yani ini saat ditemui dalam acara pembukaan Pameran Seni Badak Sumatera di Perpustakaan Nasional akhir pekan lalu.

Tak hanya menyebarkan benih tumbuhan, badak Sumatera yang gemar berendam di kolam garam juga berperan dalam membentuk ekosistem hutan.
“Dalam dunia konservasi kita menyebut badak sumatera itu sebagai spesies payung karena spesies ini memerlukan daerah jelajah yang luas dengan berbagai tipe ekosistem.”
Tidak hanya membutuhkan ruang terbuka untuk mencari makan, tetapi badak Sumatera juga membutuhkan kawasan lebat untuk beristirahat. Mereka juga membutuhkan kolam air garam yang luas, sehingga menyelamatkan badak Sumatera otomatis juga menyelamatkan seluruh individu yang berada di hutan Sumatera.
“Dengan menyelamatkan badak Sumatera, berarti kita menyelamatkan ekosistem hutan tropis dan juga menyelamatkan berbagai spesies lain yg ada di Sumatera.”
Terancam punah karena faktor biologis

Sayangnya saat ini jumlah individu badak Sumatera semakin berkurang dan saat ini diperkirakan jumlahnya tidak sampai 100 ekor. Tantangan utama dalam memperbanyak populasi badak Sumatera adalah faktor biologis dari hewan ini.
Badak Sumatera bereproduksi setiap 3-5 tahun sekali dan masa subur badak Sumatera betina hanya berlangsung sekitar 24 hari. “Jadi belum tentu juga kalau badaknya bertemu, badaknya siap kawin,” tutur Yani.
Faktor biologis ini juga diperburuk dengan menyebarnya populasi badak Sumatera yang ada. Karena jumlah populasinya amat sedikit dan menyebar, maka para individu badak menjadi sangat jarang bertemu. Hal ini yang menyebabkan sulitnya para badak Sumatera untuk berkembang biak, meskipun jumlahnya saat ini sebenarnya lebih banyak dari badak Jawa.
“Badak Jawa terpusat di Ujung Kulon jadi kemungkinan badak Jawa untuk bertemu dan bereproduksi lebih besar.”
Selain itu, ancaman lain yang juga mengancam keberadaan badak Sumatera adalah perburuan warga karena cula badak dipercaya sebagian masyarakat sebagai obat-obatan tradisional. Menurunnya kualitas habitat baik secara natural maupun akibat dari pembangunan infrastruktur juga memberikan pengaruh besar pada menurunnya populasi badak Sumatera.
Upaya penyelamatan

Saat ini, Yani memaparkan, pihaknya selaku bagian dari Tim Badak dan pemerintah sedang mengusahakan untuk menyatukan individu-individu badak Sumatera yang ada agar lebih mudah bertemu dan bereproduksi. Tim Badak adalah kelompok yang terdiri dari enam organisasi konservasi yang bekerjasama menyelematkan badak Sumatera yakni WCS, International Rhino Foundation (IRF), Yayasan Badak Indonesia (YANI), World Wide Fund for Nature (WWF), Forum Konservasi Leuser (FKL) dan Leuser International Foundation (LIF).
“Strategi utama yang sekarang sedang diusung oleh pemerintah Indonesia adalah untuk menyatukan individu-individu badak Sumatera yang terisolasi ini ke dalam satu populasi yang memungkinkan mereka untuk bisa melakukan reproduksinya dengan lebih baik,” katanya.
Selain itu, Tim Badak juga berupaya untuk mengamankan habitat tempat tinggal badak Sumatera, yakni hutan tropis di Indonesia. Tak hanya para aktivis, masyarakat juga perlu berperan aktif dalam penyelamatan hutan-hutan ini. Oleh karena itu pekan lalu Tim Badak bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI menyelenggarakan Pameran Seni Badak Sumatera.

Pameran ini diharapkan bisa menjadi awal dari sosialisasi pentingnya penyelamatan badak Sumatera kepada masyarakat umum, khususnya pada generasi masa kini.
“Supaya generasi yang akan datang bisa lebih baik dalam perilaku sehari-hari, mengembangkan perilaku yang pro terhadap lingkungan, tidak terlalu konsumtif, sehingga kita tidak perlu mengorbankan hutan tropis kita yang menjadi habitat berbagai satwa langka, termasuk badak Sumatera.”
Dalam pameran yang berlangsung pada Jumat, 19 Januari hingga Minggu, 21 Januari lalu tersebut, dilelang beberapa karya seni yang diberikan secara cuma-cuma oleh para seniman lokal dan internasional. Untuk membantu upaya konservasi, seluruh lukisan yang dipamerkan dilelang lewat situs https://www.charitybuzz.com/support/InternationalRhinoFoundation dan bisa ditawar hingga 14 Februari mendatang.
—Rappler.com